Mohon tunggu...
Didi Kurniadinata
Didi Kurniadinata Mohon Tunggu... Human Resources - Pengajar, Konsultan SDM, Trainer, Penulis,

Praktisi dan pemerhati pengembangan sumber daya manusia melalui konsultansi, pelatihan, asesmen. Menyukai sepakbola, otomotif dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Perjalanan di Inggris #7 - Edinburgh 1

18 November 2024   21:26 Diperbarui: 18 November 2024   21:29 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan di Inggris #7 - Edinburgh 1

Berangkat pagi sekali dari hotel di Hammersmith ke King's Cross Station menggunakan mobil listrik dari aplikasi Uber. di UK, memilih mobil listrik dianggap sebagai mencintai lingkungan karena nol emisi. Sampai di King's Cross, langsung masuk ke stasiun yang megah dengan interior tiang-tiang putih berbentuk garis garis lengkung seperti berada di dalam rumah kelomang. Suasana yang dibangun terasa seperti tempat yang hening namun hangat sekaligus menimbulkan getaran. Interior Stasiun kereta api King's Cross tersebut bisa diberi warna khusus dengan cahaya yang menakjubkan. Pada saat lain dimunculkan suasana dengan warna ungu muda untuk memperingati hari disable (orang berbeda dengan orang kebanyakan karena kecacatan secara fisik ataupun non-fisik).

King's Cross Station commemorate Disable Day  - Credit to Rail Network Media Centre
King's Cross Station commemorate Disable Day  - Credit to Rail Network Media Centre

Tidak lama menunggu, setelah menikmati kopi dan snack dari Pret a Manger, jaringan  makanan dan kopi yang didirikan di London tahun 1986. Nama ini agak unik dan merupakan bahasa Perancis yag berarti 'siap disantap'. Dan nama ini jaringan resto ini juga plesetan dari pret a porter yang dalam dunia fashion artinya 'siap dipakai'. Ciri khas dari toko ini adalah makanan dan minuman yang disiapkan ketika dipesan sehingga terjamin kesegaran dan kualitasnya. Toko ini juga mendonasikan makanan yang tidak terjual hari itu kepada rekanannya untuk disalurkan kepada yang memerlukan. 

Panoramc View of King's Cross - Foto Koleksi Pribadi Penulis
Panoramc View of King's Cross - Foto Koleksi Pribadi Penulis

Sepuluh  menit sebelum jadwal menuju Eidnburgh, kami sudah naik ke kereta dan siap dengan tiket digital. alhamdulillah, mendapatkan tempat duduk berhadapan, perjalanan bisa sambil ngobrol. Tepat jam 6.15 kereta mulai berjalan, mulai pelan-pelan terus semakin cepat. Di jalur LNER (North Eastern Railway) ini 11 stasiun akan dilewati dan sebagian akan berhenti untuk mengambil penumpang dan memberikan kesempatan penumpang untuk turun. Nama-nama stasiun kereta yang dilewati setelah King's Cross dan sebelum Waverley station adalah Peterborough, Grantham, Newark North Gate, Retford, Doncaster, York, Darlington, Durham, Newcastle, Alnmouth dan Berwick-upon-Tweed.

Stasiun Newcastle - Foto Koleksi Pribadi Penulis
Stasiun Newcastle - Foto Koleksi Pribadi Penulis
Pemandangan selama perjalanan sangat eksotis dengan padang rumput yang luas lengkap dengan domba-domba berwarna putih. Ada juga kompleks kompleks perumahan dengan halaman yang lebih luas daripada yang ada di kota London plus dengan carportmya. Tidak ada sawah padi tentunya karena orang Inggris tidak menanam padi. Tanah-tanah luas yang hijau amat menyejukkan. Sempat berjalan ke gerbong yang ada Cafe Bar untuk beli kopi dan snack. Mulai stasiun Alnmouth, setelah Newcastle,  pemandangan berubah menjadi pantai sepanjang perjalanan. Ada sebagian yang tidak terlihat, namun lebih banyak pantai yang nampak tenang dan indah serta biru dari jendela kereta.

Foto Koleksi Pribadi Penulis
Foto Koleksi Pribadi Penulis

Setelah 4,5 jam perjalanan, kereta berhenti di Waverley Station sebagai penghentian terakhir, berarti kami tiba di Edinburgh!. Setelah keluar dari peron, langsung naik ke lantai dua dan berjalan sepanjang jembatan dengan suhu dingin yang mulai menusuk kulit dan tulang. Dari jembatan ketemu lift, naik lagi satu lantai dan keluar langsung memandang keramaian dari kota Edinburgh. Suhu cahaya yang rendah membuat warna-warna menjadi kontras dan indah. Tidak sabar untuk segera berjalan menyelusuri pinggir jalan yang ramai dengan orang lokal dan turis yang berjalan-jalan menikmati kota Edinburgh.

Orang kadang bertanya-tanya bagaimana menyebutkan kota Edinburgh. Bagi orang Indonesia, bukanlah hal yang mudah untuk membaca dan membunyikan suatu kata yang terdiri dari 3 kata konsonan di ujung kata secara berurutan. Pada kata Edinburgh ada 3 kata akhir konsonan 'rgh', yang kalau dibaca menggunakah bunyi kata Indonesia 'rgh' jadi 'regeh' .  Setelah dipelajari, ternyata cara membaca kata Edinburgh adalah 'Edinbrah' atau 'Edinberah' jadi bukan 'Edinbrh'. Sementara orang asli Skotlandia malah membunyikannya dengan bunyi 'Embrah'.

Edinburgh - Foto Koleksi Pribadi Penulis
Edinburgh - Foto Koleksi Pribadi Penulis

Edinburgh adalah ibukota Skotlandia dan salah satu situs Warisan Dunia UNESCO dengan lebih dari 75% bangunannya terdaftar. Edinburgh memiliki 112 taman dan 750.000 pohon sebagai kota terhijau di Inggris. Jadi bisa dibilang, lebih banyak pohon per kepala penduduk di Edinburgh ketimbang kota kota lain di Inggris.

Tidak jauh dari pintu keluar stasiun kereta api Waverley, langsung terlihat menjulang tinggi Walter Scot Memorial. Namun sebelumnya ada Prince Street Garden, taman yang penuh dengan pepohonan yang cantik yang membuat tidak tahan untuk berfoto. Daun-daun sudah banyak yang berguguran karena saat ini sudah mulai musim gugur. Warna daun di pepohonan rata-rata memiliki 3 warna, yaitu hijau, kemerahan dan kekuningan. Yang berguguran rata-rata yg berwarna kuning. Dengan angin yang bertiup lumayan kencang, ditambah dengan suhu dingin, membuat suasana berbeda dengan suasana di tanah air.

Prince Street Garden- Credit to Jane Barlow
Prince Street Garden- Credit to Jane Barlow

The Scott Monument

Dalam satu kawasan dengan the Prince Street Garden adalah The Scott Monument atau Monumen dari Sir Walter Scott. Orang Inggris rupanya sangat menghormati orang yang memiliki jasa yang besar, dengan membangun monumen sebagai cara untuk memberikan penghargaan dan juga mengingatkan akan apa yang dia pernah lakukan. Yang menjadi kriteria adalah kontribusi signifikan terhadap peristiwa, sejarah dan budaya yang perlu diwariskan kepada generasi di depan. Monumen juga dipandang sebagai inspirasi terhadap nilai-nilai yang dipegang suatu bangsa.

Monumen Scott ini berbentuk seperti menara yang di bagian bawahnya berukuran besar dan mengecil atau mengerucut ke atas. Warnanya cenderung hitam atau cokelat sangat tua. Monumen ini memainkan peran integral dalam identitas budaya Edinburgh di  bidang sastra dan seni dan terhubung kuat dengan Sir Walter Scott. Monumen ini mencerminkan apresiasi mendalam kota ini terhadap apa yang dipersembahkan olehnya untuk kotanya.

Sir Walter Scott yang lahir pada tahun 1771 dan meninggal tahun 1832 di Edinburg adalah seorang penulis, penyair dan sejarawan Skotlandia yang terkenal karena serial novelnya yang berjudul The Waverley Series. The Scott Monument berdiri tegak dan bangga di tengah kota Edinburgh dan sangat mendorong kita untuk mendekatinya dan mengabadikan dengan berfoto di depannya.

The Scott Monument - Foto Koleksi Pribadi Penulis
The Scott Monument - Foto Koleksi Pribadi Penulis

Setelah puas berkeliling di the Prince Street Garden dan mendekati serta berfoto di the Scott Monumen, kami berjalan terus menyusuri kota Edinburgh menuju hotel tempat menginap. Sesungguhnya akan lebih cepat jika memanggil Uber dan langsung menuju lokasi. Namun, rasanya sayang kalau suasana kota yang indah dan khas ini tidak dinikmati sambil berjalan kaki. Sebelum sampai ke hotel, memyempatkan dulu untuk mampir ke beberapa toko suvenir untuk lihat-lihat dan sekalian kalau ada yang menarik langsung dibeli. Prinsip yang dipakai adalah jangan menunda meraih sesuatu yang menarik, karena jika tidak dibeli saat kita menemukannya, belum tentu akan kita dapatkan lagi di kota lain. Setelah puas berkeliling, kami berjalan lagi menuju hotel.

Setelah 15 menit berjalan, kami sampai di tempat menginap. Langsung masuk ke ruangan hotel yang cozy kami pesan di Indonesia sebelum keberangkatan. Yang menariknya adalah welcome drink yang disiapkan hotel adalah segelas air dingin yang ada batu esnya. Dalam hati kami, lho... suhu udara sedingin itu, kok minuman untuk menyambut tamu hotel adalah air dingin. Sampai sekarang belum terjawab pertanyaan tentang hal itu.

Credit to Yotel
Credit to Yotel

Hotel yang hangat dan bersih membuat kami tidak tahan untuk segera mandi dan bersiap untuk menuai mimpi.  Kita ketemu lagi pada catatan perjalanan hari berikutnya di Edinburgh Castle dan Victoria Street identik dengan nuansa Harry Potter.  Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun