Mohon tunggu...
Didi Kurniadinata
Didi Kurniadinata Mohon Tunggu... Human Resources - Pengajar, Konsultan SDM, Trainer, Penulis,

Praktisi dan pemerhati pengembangan sumber daya manusia melalui konsultansi, pelatihan, asesmen. Menyukai sepakbola, otomotif dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mana Lebih Efektif? Menulis Menggunakan Pena Biasa atau Stylus?

10 November 2024   21:47 Diperbarui: 10 November 2024   22:02 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Credit to Iphone J.D
Credit to Iphone J.D
Dari penelitian yang dilakukan di atas dan juga dari penelitian lainnya yang tidak dapat menentukan garis yang jelas tentang efektivitasnya antara menggunakan Stylus dan Pensil biasa, penulis menentukan asumsi bahwa yang menentukan tingkat efektivitas adalah penguasaan alat yang dipakai. Berkaitan dengan Perubahan Terputus (Discontinuous Change) dimana ada banyak perubahan yang terjadi yang sifatnya sangat berbeda dengan yang ada sebelumnya dan tidak ada proses perubahan bertahap, maka penggunaan stylus dan tablet akan tidak menjadi masalah untuk generasi Milenial dan generasi Z apalagi generasi Alpha. Artinya terlepas dari kualitas isi pemikiran, kecepatan dalam menggunakan alat elektronik akan sangat cepat dan mudah bagi generasi Milenial ke atas. Tidak demikian untuk Baby Boomers dan generasi X yang dalam banyak hal akan kesulitan dalam memanfaatkan gawai. Bagi generasi Baby Boomers dan Generasi X dan Generasi Milenial awal yang terbiasa menggunakan pensil dan kertas, akan lebih lambat atau kurang efektif menggunakan gawai ketimbang generasi di depannya.  

Credit to Freepik
Credit to Freepik

Kesimpulan

Credit to Freepik & Nelson Mandela
Credit to Freepik & Nelson Mandela

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa efektifitas penggunaan alat atau medium penulisan ditentukan oleh semakin terbiasa atau tidak kita menggunakan alatnya. Perihal isi atau bobot pemikiran, bukan pada area alat, namun pada area pendidikan yang didapatkan suatu generasi. Semakin berbobot pemikiran, berarti semakin baik pendidikan atau lingkungan pembelajaran yang dialami. 

Penulis pernah menyusun suatu thesis strata dua di The University of Warwick yang pada awalnya terdiri dari sekitar 95 halaman. Ketika dibahas bersama dosen pembimbing, penulis diminta untuk menyusun ulang dan jumlah halaman thesisnya tidak melebihi 45 halaman. Awalnya penulis tercenung, namun setelah didiskusikan ternyata penulis menulis banyak hal yang tidak atau kurang relevan. Penulis waktu itu merasa ada sedikit saja kaitan dengan topik utama, informasi apapun dimasukkan ke dalam thesis. Setelah dipahami maksud dari pembimbing, dapatlah 43 halaman thesis yang isinya relevan dengan topik utama. Yang kurang apalagi yang tidak relevan, penulis hapus. Waktu pengumuman kelulusan, thesis penulis mendapatkan angka A-. 

Kuncinya adalah kualitas pendidikan dan pembelajaran untuk suatu generasi. Karena tulisan berbobot tidak ditentukan oleh jumlah halaman yang dihasilkan, namun yang menentukan adalah sesuai kebutuhan atau tidak, serta kualitas yang didapatkan selama pendidikan, pelatihan dan lingkungan pembelajaran yang dilalui. Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun