Di area luar ruang sholat, di sebelah kanan ketika masuk ke masjid terdapat toko buku yang berukuran sedang ada sekitar 4 rak (bookshelves) berisi Al-Quran terjemahan berbahasa Inggris dan buku-buku dan ada juga minyak wangi buatan Uni Emirat Arab. Ada juga buku sirah Nabi karangan Martin Lings (orang Inggris  muslim yang menulis tentang Nabi Muhammad dengan sumber-sumber terpercaya), dan juga karangan Syech Syafiyurrahman Al-Mubarakfuri yang menjadi pemenang 1 lomba penulisan sejarah Nabi Muhammad. Buku-buku 2 penulis ini sudah diterjemahkan juga ke bahasa Indonesia dan bisa dibeli di toko buku atau secara online. Di lantai bawah dari bangunan ada untuk tempat wudhu dan juga di satu sisi lainnya ada kafe serta kantin dengan makanan yang tentu saja halal dan baik untuk jamaah yang memerlukan makan besar ataupun snack.
Bagaimana Masjid ini dibangun
Masjid ini tergabung dengan Pusat Kebudayaan Islam (ICC) yang diresmikan oleh Raja George VI pada tahun 1944. Tanah untuk membangun masjid tersebut disumbangkan oleh George VI kepada komunitas Muslim Inggris sebagai imbalan atas sumbangan tanah di Kairo oleh Raja Farouk dari Mesir dan Sudan untuk membangun katedral Anglikan di sana. Lokasi masjid ini berada di daerah elit London di dekat Winfield House, kediaman resmi Duta Besar Amerika Serikat di London.
Di United Kingdom sendiri terdapat hampir 2.000 masjid dan musala yang melayani 4,1 juta umat Islam, atau 6,3% dari populasi Inggris. Sekitar 1500 Masjid tersebut berlokasi di London pada tahun 2016. Masjid-masjid di Inggris ini diawali dari 'masjid rumah' sederhana dan kecil di daerah pemukiman hingga masjid yang lebih besar dan dibangun khusus seperti Masjid Regents Park atau The London Central Mosque. Penulis sewaktu menjadi mahasiswa di University of Warwick – Coventry tahun 1988 belum ada masjid atau musholla. Saat ini ternyata sudah ada mushalla yang luas dan dipakai untuk kegiatan-kegiatan mahasiswa muslim di sana.
Jam 13 an Penulis berwudhu setelah sebelumnya makan siang di kantin masjid. Tidak seperti di toiet toilet di UK yang tidak ada air untuk menyiram urinoir setelah buang air kecil (air menyiram sendiri setelah beberapa waktu), di masjid tentu saja air disiapkan berlimpah. Jam 13 lebih sedikit dimulai sholat zuhur dan masjid penuh yang shalat berjamaah termasuk di lantai mezanin untuk para wanita. Setelah shalat zuhur selesai dilanjutkan dengan shalat jenazah yang meninggal hari itu.
Selesai sholat zuhur, penulis mengambil sepatu dan memakainya di area arah keluar namun masih dalam ruangan masjid. Setelah melihat-lihat kembali buku buku di toko buku, penulis berjalan ke luar dan berfoto di bagian halaman luar yang saat itu basah karena hujan. Halaman ini biasanya penuh ketika dilaksanakan shalat pada hari-hari besar seperti sholat Idul Fitri atau Idul Adha dan juga pada waktu shalat tarawih.
Kembali ke Hotel
Setelah puas memandang masjid terbesar di UK ini, penulis kembali memesan Uber dengan memilih kembali mobil listrik. Karena di jalan di depan masjid cukup ramai, mobil Uber yang dipesan berada di seberang jalan dan penulis berjalan menyeberang untuk sampai ke mobil Uber. Mobilnya bermerek Polestar, mobil listrik asal swedia (satu grup dengan Volvo) yang tidak dijual di Indonesia.Â
Perjalanan lebih pendek, kira-kira 30 menit sudah sampai kembali ke Premier Inn – Talgarth Road Hammersmith. Jalan kembali memang tidak terlalu padat dan pengemudi nampaknya mengambil jalan yang lebih pendek.  Bahagia rasanya bisa kembali ke masjid itu, setelah 35 tahun lalu pernah ke sana dengan suasana dan bangunan yang lebih luas dengan pelatarannya namun tetap dengan suasana yang hangat. Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H