KEPERCAYAAN DIRI
Wilma Rudolph lahir pada tahun 1940. Dia lahir prematur dengan berat hanya 2 kg dan dia anak ke-20 dari 22 bersaudara. Banyak orang di kota kecilnya di Tennessee, Amerika Serikat tidak mengira bayi sekecil itu akan bisa hidup hingga ulang tahun pertamanya. Pada waktu itu di rumah belum ada listrik dan air yang mengalir. Tapi Wilma mengejutkan mereka semua. Ketika dia bisa berjalan, dia berlari dan melompat sesuka hatinya.
Wilma bertubuh kecil dan sakit-sakitan. Waktu berusia 5 tahun, dia menderita demam Scarlet (serupa demam berdarah) dan polio. Saat itu, belum ada vaksin untuk polio. Anak-anak yang mengidap penyakit ini sering kali meninggal. Wilma selamat, tetapi kaki kirinya terkilir, dan dia bisa berjalan. Dia menyiasatinya dengan melompat dengan kaki kanannya. “Dokter saya mengatakan bahwa saya tidak akan pernah bisa berjalan lagi,” katanya. “Tapi, Ibuku bilang aku akan melakukannya. Saya percaya pada ibu.” Setiap minggu, Wilma dan ibu atau bibinya melakukan perjalanan sejauh 160 km pulang pergi ke rumah sakit terdekat yang merawat orang kulit hitam, sehingga Wilma dapat menerima perawatan untuk kakinya.
Di rumah, Wilma melakukan latihan setiap hari. Dia merasa kesepian dan tersisih. Kakinya sering terasa sakit, namun rasa sakitnya tidak separah dibanding melihat kakak-kakaknya pergi ke sekolah. Dia bertekad untuk menjadi lebih kuat, jadi dia mulai memakai penyangga baja yang berat. Penyangga itu membuat dia bisa berjalan dan pergi ke sekolah.
Setelah beberapa tahun menjalani perawatan, Wilma sekali lagi mengejutkan semua orang dengan melepas penyangga dan berjalan sendiri. Dia rajin berlatih dengan tujuan suatu hari nanti bisa berlari, melompat, dan bermain game seperti orang lain. Dan pada akhirnya, itulah yang dia lakukan.
Wilma suka bermain basket dan lari atletik. Ketika dia berusia 14 tahun, pelatih lari wanita dari Tennessee State University melihatnya berkompetisi. Ia mengatakan kepada Wilma, gadis yang tadinya tidak bisa berjalan, mempunyai potensi untuk menjadi pelari yang luar biasa.
Wilma lolos ke Olimpiade Musim Panas 1956 di Melbourne, Australia. Pada usia 16 tahun, dia adalah anggota termuda di tim atletik. Dia memenangkan perunggu dalam estafet 400 meter. Empat tahun kemudian, dia mengikuti Olimpiade 1960, di Roma, Italia. Dia menjadi wanita Amerika pertama yang memenangkan tiga medali emas di satu Olimpiade. Pertandingan ini adalah yang pertama disiarkan di TV di Amerika Utara, menjadikan Wilma sensasi dunia. Orang bilang dia adalah wanita tercepat di dunia. (Time for Kids.com)
Real Example
Wilma adalah contoh riil tentang rasa percaya diri yang membuatnya bisa mencapai keinginan yang luar biasa yang tidak pernah disangka oleh orang lain. Namun bagi dirinya keyakinan itu tumbuh seiring perjuangannya memerangi polio. Kata-kata Ibunya bahwa dia bisa berjalan lagi membuat motivasi dan rasa percaya dirinya kuat dan tinggi, meskipun dokter yang mengobatinya mengatakan sebaliknya.
Seorang ahli ilmu jiwa yang terkenal yaitu Alfred Adler (1870 – 1937) mencurahkan hidupnya pada penyelidikan rasa rendah diri. Adler adalah seorang dokter, psikoterapist dan pendiri dari Psikologi Adlerian yang juga sering disebut dengan psikologi Individu. Dia dipandang sebagai psikolog komunitas pertama karena dia mendorong perhatian kepada kehidupan komunitas, pencegahan masalah dan kesehatan populasi. Fokus dari terapi yang dia lakukan terhadap individu adalah bagaimana mengobati rasa kurang percaya diri dan rasa rendah diri.
Dalam hubungan dengan orang lain, rasa rendah diri terlihat sebagai rasa malu, kebingungan, rendah hati yang berlebihan, rasa ingin terkenal, keinginan untuk flexing dan keinginan yang berlebih-lebihan untuk dipuji.
Percaya Diri Berlebihan
Terlalu percaya pada diri sendiri yang berlebihan cenderung tidak positif dan umumnya dapat menjurus pada ketidakhati-hatian. Tingkah laku mereka juga seringkali menyebabkan konflik dengan orang lain.
Menurut pendapat ahli ilmu jiwa ini ada dua cara manusia beraksi untuk menutupi rasa rendah diri, yaitu menyerah dan kompensasi. Menyerah berarti bahwa rasa rendah diri dianggap sebagai perbaikan terhadap kepercayaan pada diri sendiri yang dapat dicapai.
Adler menyadari bahwa rasa rendah diri sering dikompensasi. Kompensasi ini mengambil berbagai bentuk. Salah satu cara adalah kompensasi langsung seperti yang dilakukan oleh Wilma Rudolph, yang terkena polio. Orang yang tak yakin tentang dirinya sendiri dapat mencari kompensasi untuk menutupi rasa rendah dirinya justru dalam bidang kekurangannya. Satu contoh lain untuk menggambarkan ini adalah seorang Yunani yang bernama Demosthenes. Walaupun semasa kanak-kanak dia menderita gagap tapi dia dapat membuat dirinya menjadi seorang pembicara yang cemerlang setelah melalui latihan yang berat.
Cara kedua adalah kompensasi dalam bidang lain. Untuk mengkompensasikan suatu kelemahan, beberapa kemampuan lain dikembangkan dengan sangat sempurna. Misalnya hasil yang lemah dan tidak menonjol dalam olah raga, dengan ketekunan yang luar biasa dapat mencapai hasil yang sangat baik dalam kegiatan intelektual. Orang lain yang tak maju dalam pekerjaannya mungkin punya suatu dengan hobi dimana dia dapat mencurahkan seluruh tenaganya. Dengan kepuasan yang diperoleh melalui kompensasi ini rasa percaya diri sendirinya menjadi naik.
Jika seseorang tak berhasil menaikkan kepercayaan pada diri sendiri dengan berlatih agar bisa mengatasi kelemahannya atau dengan mengembangkan bakat pengganti, maka dia akan beralih semacam ‘penipuan/cheating’ dalam melakukan hal ini, dia tidak hanya menipu orang lain, tapi juga menipu dirinya sendiri. Bentuk tingkah laku kompensasi seperti ini adalah keras kepala, dogmatis, menggunakan sikap menakut-nakuti dan menentang. Perasaan rendah diri tidak disesuaikan tapi ditekan. Jadi kepercayaan pada diri sendiri yang diperlihatkan oleh orang yang dogmatis, orang yang banyak omong dan keras kepala tidaklah jujur dan mudah digoyahkan.
Oleh karena itu penting bahwa Anda tidak bersandiwara dengan rasa kepercayaan diri sendiri, tapi anda tetap mengembangkannya dari dalam kepribadian Anda sendiri. Jauh lebih penting bagi Anda untuk tidak hanya mengkompensasi suatu kelemahan dengan suatu kelebihan, tapi juga bahwa Anda dapat menerima sebagaimana adanya. Hanya dengan cara begitu dapat diletakkan dasar untuk kepercayaan diri yang baru dan sehat. Lauster (2002) menyatakan bahwa kepercayaan diri adalah suatu sikap dan keyakinan terhadap terhadap kemampuan diri sendiri sehingga tindakan yang diambil biasa normal saja dan tidak berlebihan.