Penulis lalu menyiapkan segala perangkat yang diperlukan untuk mendirikan suatu perusahaan. Secara paralel penulis melengkapi persyaratan, dan mulai mencari klien. Perusahaan dijalankan dari rumah dan menggunakan kamar yang berukuran kecil dibantu istri yang berperan sebagai sekretaris penulis. Sekretaris bertugas mengontak calon klien untuk membuat janji pertemuan. Sambil tetap mengantar anak untuk cek kondisi sel darah putihnya ke RSCM setiap Jumat, penulis terus melakukan upaya mencari klien bidang consulting dan training dan mulai mendapatkan pekerjaan. Tidak banyak raihannya dan dengan nilai kontrak pekerjaan yang cukup untuk menghidupi keluarga. Namun jika misalnya Iqbal harus dirawat pada suatu saat, tentu diperlukan lebih banyak biaya. Ini sering menjadi pemikiran, namun penulis pasrah saja karena di dalam masalah apapun yang terjadi tentu selalu ada jalan keluar.
Ternyata benar, pada tahun 2000, kira-kira 2,5 tahun setelah didiagnosa Leukaemia, Iqbal tidak bisa lagi berobat jalan karena seluruh indikator sakitnya menyala kuning. Dia harus dirawat di rumah sakit. Penulis memilih satu ruangan di Paviliun Tumbuh Kembang di RSCM dan tidak bersama pasien lain karena Iqbal harus mendapatkan pengobatan kemoterapi yang sangat tidak menyamankan. Dokter spesialis onkologi waktu itu berikhtiar melakukan tindakan kemoterapi, dengan harapan sesudah program dijalankan, sakitnya Iqbal akan dapat diatasi, meskipun secara statistik tipis harapannya. Namun, ikhtiar tetap harus dilakukan karena kita tidak pernah tahu seperti apa takdir kita.
Selama rencana pengobatan selama 3 bulan kemoterapi dokter spesialis yang menangani ternyata tidak bersedia dibayar untuk keahliannya. Dia meng-nolkan setiap slip pembayaran untuk jasa dokter dalam pengobatan ini. Sungguh suatu kebaikan yang luar biasa. Ketika penulis menanyakan mengapa tidak bersedia dibayar, dokter itu mengatakan: ‘dokter yang merujuk Iqbal ke saya itu kan murid Bapak waktu dia mengikuti program kursus dimana Bapak pengajarnya. Jadi kalau dokter spesialis yang junior saya itu murid Bapak, ya saya juga sama.” Penulis tak bisa berkata-kata, terharu.
Waktu itu perusahaan penulis sedang mendapatkan pekerjaan pelatihan di Puncak untuk beberapa batch. Karena Iqbal sedang dirawat dan penulis harus menginap di Rumah Sakit. Penulis menyiapkan bahan pelatihan dan berangkat dari Rumah Sakit, sementara staf perusahaan menyiapkan bahan bahan lain sebelumnya di kantor yang disewa di daerah Jakarta Barat. Meskipun ada asuransi untuk pengobatan Iqbal, nilai pertanggungannya kira-kira bisa meliput separuh dari seluruh biaya. Penulis mulai menggunakan tabungan untuk biaya pengobatan karena asuransi klaimnya dilakukan sesudah beberapa hari berjalan.
Ketika mulai ada kecemasan soal biaya yang diperlukan, penulis sudah mengantisipasi dengan siap-siap menjual kendaraan jika diperlukan. Pada suatu hari, sekitar 1,5 bulan sejak Iqbal dirawat, penulis waktu itu kembali dulu ke rumah untuk sekalian jenguk rumah yang ditinggal selama ini. Sewaktu berada di rumah, hati tiba-tiba tergerak untuk naik ke atas, ke lantai 2 tempat menyimpan barang-barang jika ada banjir. (Di kompleks penulis, kalau hujan besar dan lama, memang sering terjadi banjir).
Sesampai di atas mata langsung tertuju ke tas kerja sejenis Echolac yang ada di situ. Seperti ada yang memberi komando, penulis meraih dan membukanya dan di dalamnya tidak ada apa apa selain ada satu kartu nama yang sudah ada di situ lama, tapi namanya penulis kenal karena pernah menjadi peserta kursus di mana penulis adalah pengajarnya. Penulis mengamati kartu nama itu dan di paling bawah ada nomor handphonenya. Diliputi penasaran, penulis mencoba menelepon nomor yang ada di kartu nama tersebut. Ternyata tersambung dan telepon langsung di angkat oleh mantan murid itu. Beliau mengundang penulis untuk datang ke kantornya dengan sangat ramah. Ternyata mantan murid penulis itu sudah menjadi orang sangat penting di instansinya.
Peristiwa penemuan kartu nama tersebut adalah bagian dari perjalanan hidup penulis yang luar biasa penting. Sesudah ditemui di kantornya dan tentu penulis berangkat juga dari Rumah Sakit, beliau sangat hangat menyambut dan menginformasikan bahwa kantornya sedang memerlukan bantuan untuk pekerjaan pelatihan dan konsultansi. Hal itu tentu menjadi tantangan untuk dapat memenuhi kebutuhan instansinya. Dengan kesungguhan dan kerja keras, pekerjaan demi pekerjaan menghampiri dan itu di luar perkiraan penulis. Penulis menjadi ingat, ada salah satu surat dalam AlQuran yaitu surat At-Thalaq ayat 2-3.
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.” (QS. At-Thalaq: 2-3).
Rupanya Allah Yang Maha Kuasa membukakan mata dan hati penulis dan membuat penulis menyadari apa yang ada di AlQuran di atas sangat benar adanya. Dia memberikan rejeki atau kebaikan dari arah yang tidak pernah kita duga.
Peristiwa yang lain yang merupakan cerita sesungguhnya yang lain dan menunjukkan validitas dari Surat di atas akan disampaikan pada tulisan selanjutnya. Salam