Mohon tunggu...
Didi Kurniadinata
Didi Kurniadinata Mohon Tunggu... Human Resources - Pengajar, Konsultan SDM, Trainer, Penulis,

Praktisi dan pemerhati pengembangan sumber daya manusia melalui konsultansi, pelatihan, asesmen. Menyukai sepakbola, otomotif dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menipu Diri Sendiri (Self-Deceiving), Mengapa dan Cara Menyetopnya?

29 Juni 2024   11:37 Diperbarui: 29 Juni 2024   11:52 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SELF-DECEPTION

Teman saya begitu sering memposting setiap kegiatan yang dia lakukan yang terkait dengan perbuatan baik dan menunjukkan eksistensinya di medsos. Sepertinya dia benar-benar melakukan banyak hal baik, seperti membantu yang kesusahan ataupun membantu merehabilitasi rumah ibadah yang sebelumnya terkena bencana banjir. Di kalangan teman-teman dia mendapatkan imej tersendiri sebagai orang yang selalu membantu yang kesusahan.

Tapi pernah suatu saat ketika terjadi kecelakaan longsor di satu daerah dan ada video tentang longsor itu beredar di antara teman-temannya. Dia mengatakan bahwa dia membantu orang-orang yang kecelakaan itu. Padahal pas dicek, video itu diunggah melalui platform umum Video beberapa tahun lalu dan saya tahu persis itu video lama dan dia tidak ada di lokasi longsor tersebut.

Ada juga salah seorang tetangga di kompleks tempat tinggal penulis yang juga eksis di sosmed dengan penampilan yang berbeda dari biasanya. Di medsos dia selalu terlihat sangat cantik atau boleh dibilang terlalu cantik dibanding yang sebenarnya.

Saya yang saya tahu benar ada salah satu teman saya yang sudah lama tidak mengajar lagi di kampusnya karena ada permasalahan antara dia dan kampusnya. Namun, setiap ada pembicaraan terkait pekerjaannya, dia selalu mengatakan bahwa dia masih bekerja di kampus tersebut dan mengajar.

Ketiga kasus di atas adalah contoh-contoh dari apa yang disebut dengan penipuan kepada diri sendiri (Self-Deception) atau bisa juga disebut membohongi diri sendiri, di mana pada cerita yang pertama, teman saya itu ingin selalu menunjukkan perannya jika musibah (khususnya untuk kejadian longsor), padahal dia tidak ada di situ.

Selanjutnya tetangga yang terlalu cantik di medsos itu, dia ingin menyatakan bahwa dia seperti yang ada di medsos, meskipun berbeda dengan aslinya.

Dan yang terakhir adalah sang dosen yang sepertinya tidak siap diketahui bahwa dia tidak lagi bekerja atau  saat ini sedang menganggur, sehingga dia mengaku masih mengajar di kampusnya.

Menipu Diri Sendiri (Self-Deceiving)

Ternyata kita semua melakukannya dan  kita terlibat dalam penipuan diri sendiri, yaitu menyembunyikan kebenaran tentang perasaan, motif, atau keadaan kita yang sebenarnya. Saat kita menipu diri  kita sendiri, kita menyangkal bukti, logika, atau kenyataan dan merasionalisasi pilihan atau perilaku untuk memberikan narasi yang berbeda dengan yang sebenarnya. Apa yang terjadi kita lakukan secara sadar atau tidak sadar, terkendali atau otomatis, bisa juga tiba-tiba atau sudah berjalan sekian lama.

Penipuan terhadap diri sendiri (self-deception) ini sering kali merupakan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk perlindungan diri, dan dapat juga digunakan untuk peningkatan kualitas diri. Namun, dalam banyak kesempatan, justru adalah sabotase dan penghindaran terhadap diri sendiri karena kita mengingkari kenyataan. Ketika kita menipu diri kita sendiri, kita menjadi musuh kita sendiri dan menyamar sebagai teman. Penipuan diri sendiri ini bisa berupa penolakan terhadap kenyataan yang tidak menyenangkan, meremehkan hal-hal yang menyakitkan, atau memproyeksikan kesalahan pada orang lain.

Contoh Tindakan Menipu Diri Sendiri

Menipu diri sendiri itu cukup rumit karena sering kali kita tidak menyadarinya saat melakukannya. Kita mungkin menemukan banyak contoh dalam kehidupan kita dimana kita tidak menerima sesuatu apa adanya, misalnya, berpura-pura masih menyukai pekerjaan atau karier padahal sebenarnya tidak lagi menyukainya, atau menyembunyikan kekecewaan pada diri sendiri karena menyerah dalam upaya meraih impian dan cita-cita.

Lima Tanda Bahwa Kita Menipu Diri Kita Sendiri

Tidak mudah mengetahui apakah kita sedang menipu diri kita sendiri. Ada 5 tanda yang perlu kita cermati yang menandakan bahwa kita mungkin sedang menipu diri sendiri.

1. Terus-menerus membuat alasan untuk diri sendiri atau orang lain

2. Tidak dapat menerima tanggung jawab

3. Terus menyalahkan orang lain

4. Tetap menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan

5. Merasa defensif atau terancam ketika orang menantang kita

Penipuan diri sendiri biasanya disertai dengan ketidaknyamanan dan kecemasan, sebagian karena disonansi kognitif yang kita alami saat melakukannya. (Disonansi kognitif adalah ketidaknyamanan mental yang kita rasakan ketika kita memegang keyakinan, nilai, atau sikap yang bertentangan atau ketika ada keterputusan antara apa yang kita yakini dan cara kita bersikap dan berperilaku)

Dari Mana Penipuan Diri Kita Berasal

Kira-kira dari mana datangnya sikap dan tindakan menipu atau membohongi diri kita sendiri? Beberapa penyebab di antaranya:

  • Program pendidikan atau budaya kita (manipulasi usia atau alamat rumah untuk mendapatkan sekolah yang diinginkan)
  • Kurang percaya diri (menunjukkan foto selfie dengan tokoh-tokoh tertentu untuk menunjukkan eksistensi dan meningkatkan rasa percaya diri)
  • Takut dihakimi oleh orang lain (menciptakan cerita yang memberi kesan bahwa dia bisa mengatasi masalah yang sedang dihadapi)
  • Ingin menyenangkan orang lain (Meskipun tidak mungkin dilakukan, tetap mengatakan bisa hanya karena ingin orang lain merasa nyaman)
  • Ingin membuat orang lain terkesan (Melakukan selfi di suatu lokasi namun latar belakang diubah menjadi lokasi yang super keren)
  • Ingin menghindari pikiran atau pengalaman yang menyakitkan (Bicara yang tidak sebenarnya untuk menghindari trauma jika bicara apa adanya)

Kita mungkin melakukan penipuan diri sendiri karena kecemasan, kebutuhan, hasrat, atau emosi kuat lainnya. Sebagai manusia, kita mempunyai keterikatan emosional pada banyak keyakinan, beberapa di antaranya mungkin tidak rasional. Penipuan diri sendiri dapat berfungsi sebagai mekanisme untuk mengatasi perasaan malu yang kuat atas tindakan, perasaan, atau kebiasaan kita.

Aspek positifnya adalah bahwa kita merasa lebih baik tentang diri sendiri dan membantu kita mempertahankan kepercayaan diri dalam menghadapi tantangan dan atau masalah. Namun, self deception juga akan membuuat kita menghindari tanggung jawab atas tindakan kita.

Bahayanya Penipuan Diri Kita Sendiri

Self-Deception Penipuan bukan hanya soal permainan mental yang kita lakukan. Konsekuensi dari yang kita lakukan ternyata banyak dan dapat mengganggu perjalanan hidup kita. Beberapa hal yang membahayakan dari self deception adalah:

  • Menyulitkan untuk tumbuh dan berkembang karena kita tidak melihat kekurangan kita dengan jelas
  • Mengurangi kejernihan mental dan emosional kita
  • Membuat kita lupa akan siapa diri kita sebenarnya karena kita sudah terlalu lama dan terbiasa menipu diri sendiri
  • Memperbesar kekhawatiran dan kecemasan kita karena hal ini akan memperburuk keadaan.
  • Menguatkan perilaku negatif yang mematikan rasa seperti  berpesta setiap waktu, terlalu banyak bekerja, minum alkohol, makan berlebihan dll.
  • Membuat kita merasa seperti seorang penipu dan melelahkan mental kita, karena kita terus menerus membohongi diri sendiri dan berusaha menutupinya sebisa mungkin.
  • Menyebabkan penilaian yang tidak akurat dan keputusan yang buruk, karena kita menggunakan data yang keliru, membuat kita merasa malu dan bersalah.
  • Menjadi lingkaran setan dan cara hidup, pola kebiasaan buruk yang terus merugikan kita dalam berbagai hal.

Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa self deception bisa menjadi spiral yang mengarah pada penipuan diri sendiri dan sejumlah masalah lain dalam hidup kita. Semakin lama kita melakukannya, semakin kita mempercayai kebohongan tersebut.

Saat kita menipu diri sendiri, kepercayaan pada diri sendiri akan luntur. Kita tidak mempercayai diri sendiri atau tidak merasa memiliki kendali dalam hidup kita.

Apakah Ada Manfaat Menipu Diri Sendiri?

Begitu banyak persoalan yang dihadapi ketika kita menipundiri kita sendiri. Pertanyaannya, apakah ada manfaat dari self deception. Menurut beberapa peneliti, ada beberapa hal yang membuat self-deception ada manfaatnya:

  • Menjadi mekanisme penanggulangan trauma terhadap dampak emosi yang menyakitkan atau yang berat secara mental. Mengalihkan kebenaran pada aspek sebaliknya membantu untuk sementara waktu.
  • Mambantu dalam memotivasi diri dalam situasi yang menantang.
  • Mengurangi beban kognitif (jumlah informasi yang dapat kita simpan pada satu waktu di memori kerja otak kita). Artinya dengan membohongi diri kita, kita meringankan volume informasi dengan mengabaikan informasi yang sesungguhnya. Kelihatan seperti paradoks memang, namun ini adalah situasi yang sifatnya sementara.

Selain itu, dalam sebuah studi tahun 1979, para peneliti mencatat bahwa orang-orang yang mengalami depresi cenderung menilai kekuatan dan kelemahan mereka dan mengingat kritik negatif secara lebih realistis (dengan lebih sedikit penipuan diri sendiri), sementara orang-orang yang tidak mengalami depresi biasanya memandang diri mereka sendiri dengan baik dan meremehkan seberapa sering orang lain mengkitik mereka. Namun pada akhirnya, dalam jangka panjang, self deception tidak baik dan merugikan kita. Aspek manfaat hanya untuk terapi jangka pendek saja.

Bagaimana Penipuan Diri Mempengaruhi Kepemimpinan Kita

Di tempat kerja, self-deception dapat menghambat efektivitas kinerja dan menurunkan kualitas kepemimpinan. Dalam banyak hal membohongi atau menipu diri sendiri dapat:

  • Membatasi pertumbuhan dan potensi kita karena kita tidak mampu menghadapi kelemahan yang kita miliki.
  • Mencegah kita melihat lebih luas dan lebih jauh dari pendapat dan prioritas kita sendiri.
  • Mengarah pada keputusan dan perilaku yang tidak etis, termasuk membenarkan perilaku buruk, seperti intimidasi, pelecehan, atau penekanan.
  • Menghambat efektivitas kepemimpinan dan produktivitas organisasi
  • Menyebabkan krisis karena kita tidak mengakui adanya permasalahan dan peran kita dalam permasalahan tersebut
  • Dapat menyebabkan kita memperlakukan orang seperti objek karena kita memandang kebutuhan mereka kurang penting dibandingkan kebutuhan kita, serta membesar-besarkan kebaikan kita sendiri dan kesalahan orang lain.

Apa yang harus Kita Lakukan?

Meskipun Self-Deception ini adalah sesuatu yang banyak terjadi, ada yang bisa kita lakukan untuk mengatasinya:

  • Berkomitmen untuk jujur sepenuhnya pada diri sendiri dan keras serta serius dalam menghadapi kenyataan.
  • Melakukan perenungan secara teratur dan membangun kesadaran diri sehingga memiliki pemahaman yang jelas tentang siapa diri kita, apa yang memotivasi kita, dan apa yang membuat kita kecewa.
  • Berupaya memahami penyebab kita mulai menipu diri sendiri.
  • Mengamati mana ketakutan itu berasal serta bagaimana ketakutan tersebut muncul dalam kehidupan kita.
  • Tingkatkan penerimaan diri kita terhadap kekurangan yang kita miliki.
  • Mengembangkan rasa percaya diri agar kita benar-benar yakin bahwa diri kita sudah cukup keren (sehingga tidak perlu membohongi diri sendiri).
  • Tetap terbuka untuk mengubah pikiran kita tentang berbagai hal seiring munculnya informasi atau perspektif baru.
  • Mencari bantuan untuk mendukung kita bersikap jujur terhadap diri sendiri dari teman dan kolega tepercaya atau pelatih atau mentor.
  • Ketika kita menyadari diri kita menyalahkan orang lain, kita mengalihkan fokus ke gagasan tentang bagaimana kita dapat membantu mereka untuk hal positif.
  • Membuat tulisan berisi tentang kesadaran akan sikap jujur dan menuliskan betapa ketidakjujuran membuat diri tidak bahagia.

Kesimpulan

Upaya untuk beralih dari self-deception ke penerimaan diri apa adanya tidaklah mudah, namun, dengan keyakinan bahwa hal itu bermanfaat, maka akan ada upaya keras kita melakukannya. Dalam prosesnya, kita akan mulai mempercayai diri kita sendiri lagi dan mengembangkan penerimaan diri terhadap kita apa adanya.

Pada akhirnya rasa bersyukur atau berterima kasih atas apa yang kita miliki, yang merupakan sesuatu yang luar biasa akan memudahkan kita bersikap jujur. Kita perlu melihat ke bawah untuk meyakinkan bahwa kita mungkin lebih memiliki kelebihan dari orang lain.

Kata kuncinya adalah bersyukur agar kita senantiasa bisa menerima kita apa adanya dan tetap memiliki rasa bahagia yang kuat dan tebal. Setiap orang berbeda-beda, namun tetap memiliki kekuatan sendiri sebagai modal untuk menyadari bahwa kita harus melihat segala sesuatu secara positif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun