SELF-DECEPTION
Teman saya begitu sering memposting setiap kegiatan yang dia lakukan yang terkait dengan perbuatan baik dan menunjukkan eksistensinya di medsos. Sepertinya dia benar-benar melakukan banyak hal baik, seperti membantu yang kesusahan ataupun membantu merehabilitasi rumah ibadah yang sebelumnya terkena bencana banjir. Di kalangan teman-teman dia mendapatkan imej tersendiri sebagai orang yang selalu membantu yang kesusahan.
Tapi pernah suatu saat ketika terjadi kecelakaan longsor di satu daerah dan ada video tentang longsor itu beredar di antara teman-temannya. Dia mengatakan bahwa dia membantu orang-orang yang kecelakaan itu. Padahal pas dicek, video itu diunggah melalui platform umum Video beberapa tahun lalu dan saya tahu persis itu video lama dan dia tidak ada di lokasi longsor tersebut.
Ada juga salah seorang tetangga di kompleks tempat tinggal penulis yang juga eksis di sosmed dengan penampilan yang berbeda dari biasanya. Di medsos dia selalu terlihat sangat cantik atau boleh dibilang terlalu cantik dibanding yang sebenarnya.
Saya yang saya tahu benar ada salah satu teman saya yang sudah lama tidak mengajar lagi di kampusnya karena ada permasalahan antara dia dan kampusnya. Namun, setiap ada pembicaraan terkait pekerjaannya, dia selalu mengatakan bahwa dia masih bekerja di kampus tersebut dan mengajar.
Ketiga kasus di atas adalah contoh-contoh dari apa yang disebut dengan penipuan kepada diri sendiri (Self-Deception) atau bisa juga disebut membohongi diri sendiri, di mana pada cerita yang pertama, teman saya itu ingin selalu menunjukkan perannya jika musibah (khususnya untuk kejadian longsor), padahal dia tidak ada di situ.
Selanjutnya tetangga yang terlalu cantik di medsos itu, dia ingin menyatakan bahwa dia seperti yang ada di medsos, meskipun berbeda dengan aslinya.
Dan yang terakhir adalah sang dosen yang sepertinya tidak siap diketahui bahwa dia tidak lagi bekerja atau  saat ini sedang menganggur, sehingga dia mengaku masih mengajar di kampusnya.
Menipu Diri Sendiri (Self-Deceiving)
Ternyata kita semua melakukannya dan  kita terlibat dalam penipuan diri sendiri, yaitu menyembunyikan kebenaran tentang perasaan, motif, atau keadaan kita yang sebenarnya. Saat kita menipu diri  kita sendiri, kita menyangkal bukti, logika, atau kenyataan dan merasionalisasi pilihan atau perilaku untuk memberikan narasi yang berbeda dengan yang sebenarnya. Apa yang terjadi kita lakukan secara sadar atau tidak sadar, terkendali atau otomatis, bisa juga tiba-tiba atau sudah berjalan sekian lama.
Penipuan terhadap diri sendiri (self-deception) ini sering kali merupakan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk perlindungan diri, dan dapat juga digunakan untuk peningkatan kualitas diri. Namun, dalam banyak kesempatan, justru adalah sabotase dan penghindaran terhadap diri sendiri karena kita mengingkari kenyataan. Ketika kita menipu diri kita sendiri, kita menjadi musuh kita sendiri dan menyamar sebagai teman. Penipuan diri sendiri ini bisa berupa penolakan terhadap kenyataan yang tidak menyenangkan, meremehkan hal-hal yang menyakitkan, atau memproyeksikan kesalahan pada orang lain.