Pada tahun 1943 Abraham Maslow menyampaikan papernya tentang motivasi berjudul "A Theory of Human Motivation" yang membuatnya terkenal sebagai ahli Motivasi dengan piramidanya yang menunjukkan 5 tingkat kebutuhan manusia (human needs), mulai yang paling bawah yaitu Makanan dan Pakaian (Fisiologis), Rasa aman (Pekerjaan), Cinta dan Rasa Memiliki (love and belonging; persahabatan), Harga Diri (esteem), dan Aktualisasi Diri (self-actualization). Menurut Maslow kebutuhan manusia bersifat hirarkis. Jadi sebelum kita bisa mencapai kebutuhan yang lebih tinggi kita perlu memenuhi dahulu kebutuhan di bawahnya. Ringkasnya jika kebutuhan akan makanan dan sandang belum terpenuhi, maka kita tidak akan merasa memerlukan kebutuhan akan rasa aman. kata-kata populernya, kalau kita masih memikirkan makanan, mana mungkin kita akan merasa membutuhkan  rasa aman, apalagi cinta.Â
Meskipun Maslow tidak melakukan eksperimen, namun kita mengakui pengaruh teori yang dia canangkan ini. Dalam catatan perjalanan kehidupan kita, teori Maslow ini banyak berperan dalam memahami kebutuhan hidup kita, contohnya suatu Pemerintah biasanya akan mementingkan kebutuhan pangan sebelum kebutuhan yang lebih tinggi agar tercipta stabilitas di dalam negara tersebut. Istilahnya, jika perut lapar, maka berpikirpun akan tidak normal.
Frederick Herzberg tahun 1968 mengembangkan teori motivasi yang disebut Teori 2 Faktor Motivasi yang melihat motivasi manusia terbagi 2 (dua) yaitu Hygiene dan Motivation. Hygiene Factor disebut juga faktor kesehatan dan Motivation adalah faktor motivasi. 2 Faktor motivasi ini diaplikasikan dalam konteks pekerjaan.Â
Herzberg menyatakan bahwa Hygiene dan Motivation Factors dengan beberapa sub-faktornya mengarahkan pada kepuasan atau ketidakpuasan kerja (Herzberg, 1966; 1982; 1991; Herzberg, Mausner, & Snyderman, 1959). Penjelasan tentang 2 faktor tersebut diarahkan melalui diagram di bawah ini.
Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa kurangnya perhatian kepada faktor Motivasi akan membuat kepuasan tidak didapatkan dan jika dipenuhi secara baik akan menimbulkan kepuasan kerja. Sementara untuk faktor Hygiene atau Kesehatan kerja, jika tidak diperhatikan akan dapat menimbulkan rasa tidak puas dari pegawai sedangkan jika dipenuhi maka ketidakpuasan tidak akan muncul.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa aspek kepuasan dan ketidakpuasan dalam bekerja tidak berada pada satu rentang (continuum) dari sisi kiri ke sisi kanan, tapi dua rentang, yaitu rentang Faktor Motivasi dan rentang Faktor Hygiene.
Sementara faktor Hygiene terkait dengan kebutuhan untuk menghindari ketidaknyamanan, faktor Motivasi lebih langsung mengarah pada kepuasan kerja karena adanya kebutuhan individu untuk pertumbuhan diri dan aktualisasi diri.
Bagi Herzberg, lawan dari kepuasan kerja bukanlah ketidakpuasan kerja, tetapi tidak ada kepuasan kerja. Sebaliknya, kebalikan dari ketidakpuasan kerja adalah tidak ada ketidakpuasan kerja (Kacel et al., 2005)[1].
Aspek dua kepuasan kerja yang terpisah ini mendukung kemungkinan bahwa seseorang dapat merasa puas dengan aspek-aspek tertentu dari pekerjaan mereka namun tidak puas dengan aspek yang lain. Implikasinya adalah bahwa menghilangkan "aspek ketidakpuasan" tidak selalu mengarah pada kepuasan kerja. Sebaliknya, meningkatkan faktor ‘peningkat Kepuasan kerja dari aspek Motivasi’ tidak selalu meningkatkan kepuasan kerja jika faktor Hygiene diabaikan. Praktisnya adalah penghargaan (faktor Motivasi) terhadap prestasi tidak selalu memberikan rasa puas jika remunerasi (faktor hygiene) berada di bawah standar.
Faktor MotivasiÂ
Herzberg dkk (1959)[2] berpendapat bahwa faktor motivasi diperlukan untuk meningkatkan kepuasan kerja. Motivator ini, menurut Herzberg, bersifat intrinsik (melekat di dalam) pada pekerjaan dan mengarah pada kepuasan kerja karena mereka memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan dan aktualisasi diri (Herzberg, 1966)[3].
Di dalam papernya Herzberg meneliti faktor-faktor Motivasi dan Kesehatan Kerja dengan beberapa faktor yang terus dikembangkan para ahli motivasi, dan penulis ingin membahas 12 faktor tersebut.
Di bawah ini adalah 6 faktor motivasi yang jika dipenuhi kebutuhannya, maka pegawai akan merasa puas dan menyukai pekerjaanya. Setidaknya ini adalah untuk faktor Motivasi. Dan agar tidak ada ketidakpuasan, maka faktor Hygiene memerlukan perhatian dan pemenuhan.
- Advancement atau Kemajuan.
Herzberg mendefinisikan kemajuan sebagai status atau posisi ke atas dan positif seseorang di tempat kerja. Sedangkan status negatif atau netral di tempat kerja merepresentasikan kemunduran (Alshmemri et al., 2017, 2017). Artinya dengan status yang lebih tinggi, maka akan meningkatkan motivasi untuk bekerja lebih keras lagi. Promosi atau mutasi ke tempat yang lebih menarik akan meningkat rasa puas terhadap pekerjaan.
- The Work Itself atau Pekerjaan itu sendiri.
Isi tugas pekerjaan itu sendiri dapat memiliki efek positif atau negatif pada karyawan. Kesulitan pekerjaan dan tingkat keterlibatan dapat secara dramatis berdampak pada kepuasan atau ketidakpuasan di tempat kerja (Alshmemri et al., 2017, 2017). Apabila terjadi penempatan pegawai di posisi yang secara teknis tidak dikuasainya, maka hal itu akan membuat sang pegawai kurang percaya diri dan akan menurunkan tingkat kepuasan kerja. Penempatan (placement) di samping memperhitungkan pengalaman kerja, yang juga penting adalah kompetensi yang tepat. Misalnya seorang pegawai yang cenderung pendiam dan kurang percaya diri, ditempatkan sebagai juru bicara yang harus lebih terbuka dan mampu berkomunikasi langsung. Hal ini akan membuatnya kurang termotivasi dalam bekerja dan menurunkan tingkat kepuasannya.
- Growth atau Pertumbuhan
Kemungkinan untuk tumbuh bernada yang sama dengan aktualisasi diri Maslow; di mana hal ini adalah kesempatan bagi seseorang untuk mengalami pertumbuhan pribadi dan promosi di tempat kerja. Pertumbuhan pribadi dapat menghasilkan pertumbuhan profesional, peningkatan peluang untuk mengembangkan keterampilan dan teknik baru, dan memperoleh pengetahuan yang pas (Alshmemri et al., 2017, 2017).
- Responsibility atau Tanggung jawab
Tanggung jawab mencakup yang dipegang oleh individu dan wewenang yang diberikan kepada individu dalam peran mereka. Orang memperoleh kepuasan karena diberi tanggung jawab dan wewenang untuk membuat keputusan. Sebaliknya, ketidaksesuaian antara tanggung jawab dan tingkat otoritas berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja (Alshmemri et al., 2017, 2017).
- Recognition atau Pengakuan
Ketika pegawai menerima pujian atau penghargaan karena mencapai tujuan dalam pekerjaan mereka atau  menghasilkan pekerjaan berkualitas tinggi, mereka menerima semacam pengakuan. Jika pekerjaannya diakui sebagai suatu yang penting, maka organisasi akan diuntungkan dengan tingkat kepuasan yang tinggi. Pengakuan negatif melibatkan kritik atau kesalahan atas pekerjaan yang dilakukan dengan tidak bagus (Alshmemri et al., 2017, 2017).
- Achievement atau Prestasi
Prestasi positif adalah misalnya mampu menyelesaikan tugas yang sulit tepat waktu, memecahkan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan, atau melihat hasil positif dari pekerjaan seseorang. Pencapaian negatif termasuk kegagalan untuk membuat kemajuan di tempat kerja atau pengambilan keputusan  yang tidak tepat terkait pekerjaan. (Alshmemri et al., 2017, 2017).
Faktor Hygiene (Kesehatan Kerja)
Faktor hygiene adalah faktor-faktor yang mengurangi ketidakpuasan kerja. Herzberg juga menyatakan bahwa faktor kebersihan adalah ekstrinsik dari pekerjaan, dan berfungsi dalam kaitan dengan "kebutuhan untuk menghindari ketidaknyamanan" (Herzberg, 1966).
Faktor kesehatan kerja, ketimbang berkaitan dengan isi pekerjaan itu sendiri, cenderung berhubungan dengan faktor kontekstual seperti hubungan interpersonal, gaji, kebijakan dan administrasi perusahaan, hubungan dengan supervisor dan kondisi kerja.
- Relationship atau Hubungan
Hubungan antarpribadi melibatkan hubungan pribadi dan hubungan kerja antara seorang pegawai dengan penyelianya, bawahan, dan rekan sejawatnya. Hal ini dapat terwujud dalam, misalnya, interaksi terkait pekerjaan serta diskusi sosial baik di lingkungan kerja maupun selama waktu istirahat informal.
- Remuneration atau Penghasilan
Mencakup kenaikan upah atau gaji, dan secara negatif, ekspektasi upah atau kenaikan gaji. Apabila sub-faktor ini jauh dari ekepektasi dalam arti jauh dari kewajaran, maka aspek ketidakpuasan kerja akan muncul. Termasuk adalah kelambatan atau penundaan gaji atau honor, akan membuat ketidakpuasan muncul karena pegawai merasa tidak dihargai dan situasi kesehatan kerja menjadi tidak ideal. Â (Alshmemri et al., 2017).
- Company Policies atau Kebijakan dan administrasi perusahaan
Kebijakan dan administrasi perusahaan mencakup faktor-faktor seperti sejauh mana kebijakan dan pedoman organisasi dan manajemen perusahaan jelas atau tidak jelas. Misalnya, kurangnya pendelegasian wewenang, kebijakan dan prosedur yang tidak jelas, serta komunikasi dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja (Alshmemri et al., 2017).
- Supervision atau Pengawasan
Pengawasan melibatkan penilaian karyawan atas kompetensi atau ketidakmampuan dan keadilan atau ketidakadilan pengawas atau pengawasan. Misalnya, hal ini dapat mencakup kesediaan penyelia untuk mendelegasikan wewenang atau memberi tugas, serta pengetahuan mereka tentang pekerjaan yang ada. Kepemimpinan dan manajemen yang buruk dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja (Alshmemri et al., 2017).
- Work Condition atau Kondisi kerja
Kondisi kerja melibatkan lingkungan fisik pekerjaan dan apakah lingkungan itu baik atau buruk. Faktor-faktor yang menyebabkan ruang kerja baik atau buruk dapat melibatkan jumlah pekerjaan, ruang, ventilasi, alat, suhu, dan keamanan. Kondisi kerja yang tidak sesuai dengan standar kerja akan membuat pegawai merasa organisasinya tidak memikirkan kondisi tempat kerja yang layak. Ketidakpuasan pegawai akan menjadi fenomena yang umum terjadi. (Alshmemri et al., 2017).
- Job Security atau Rasa Aman Pekerjaan
Kondisi ini mencakup rasa aman secara psikologis di mana pegawai merasa bahwa organisasinya dapat menjamin kehidupannya dengan bekerja baik untuk tempatnya bekerja. Indikasi rasa aman ditunjukkan dengan reputasi dan kemampuan organisasi menjawab tantangan dan persaingan dengan organisasi lain.
Perbandingan antara Teori Motivasi Maslow dan 2 Faktor Motivasi Herzberg
Sebagai bahan perbandingan dapat dilihat perbedaan dari kedua teori Motivasi tersebut yaitu:
Dari tabel di atas terlihat bahwa Maslow memfokuskan pada aspek motivasi yang memandang pemenuhan kebutuhan dasar sebagai jembatan bagi kebututuhan yang lebih tinggi dari hirarki kebutuhan Maslow. Sementara faktor internal dari seseorang menjadi lebih dipentingkan dan secara kasat mata tak bisa dibantah bahwa kebutuhan fisiologis dasar adalah kebutuhan alami manusia. Dan untuk kebutuhan yang lebih sophisticated yaitu self-esteem dan self actualization, batasnya tidak sekentara kebutuhan dasar.
Untuk 2 faktor Herzberg, Hygiene dan Motivation, fokusnya ada pada tahap manusia ketika memasuki dunia kerja. Barangkali Herzberg juga terinspirasi oleh kebangkitan industri sebagai fenomena dunia yang muncul di mana-mana. Faktor dan sub-faktor dari Teori 2 Faktor Motivasi Herzberg betul betul terkait dengan dunia kerja, dunia industri yang terus berkembang dari mulai Revolusi Industri Inggris di abad 18 yang dipopulerkan oleh Arnold Toynbee (1852-83) yang mengulas perkembangan ekonomi dari 1760 s.d. 1840.
Penutup
Dengan teori klasik Maslow, terasa mudah memahami bahwa kebutuhan kita bersifat hirarkis. Artinya kebutuhan yang paling bawah harus dipenuhi dulu sebelum beranjak ke kebutuhan di atasnya. Teori Maslow merupakan teori klasik yang banyak dipahami dan diterapkannya dalam kehidupan. Begitu dikenalnya, maka ketika berdiskusi tentang kebutuhan manusia, maka nama Abraham Maslow akan muncul.
Jika teori Maslow adalah untuk pemahaman kebutuhan manusia secara umum dan di dalam konteks apapun. Sementara untuk Teori 2 Faktor Motivasi fokusnya kepada dunia kerja yang jika diamati masih sangat valid untuk saat ini. Saat ini kita sedang pada era Industri 4.0 yang mengedepankan teknologi informasi dan kolaborasi manusia dengan robot. Ketika kita membahas industri dan dunia kerja di dalamnya, Teori 2 Faktor Herzberg memberikan gambaran yang sesuai. Dengan demikian, pemanfaatan  teori Maslow dan Herzberg hanya soal penempatan dan obyek yang akan dibahas.
Penulis telah memanfaatkan teori 2 Faktor Herzberg untuk mengukur Tingkat Kepuasan Pegawai di salah satu perusahaan yang ingin memiliki keyakinan apakah pegawainya merasa puas dengan apa yang diberikan oleh Perusahaan tersebut atau tidak atau belum. Pada tulisan berikutnya akan dibahas aplikasi dari teori Faktor Hygiene dan Faktor Motivator dengan menguraikan sub-faktor menjadi sub-sub faktor berikutnya agar bisa memahami apa yang dirasakan oleh pegawai. Apakah Faktor Hygiene terpenuhi atau terabaikan yang dapat memicu Tidak ada Ketidakpuasan atau Ketidakpuasan, dan apakah Faktor Motivator terpenuhi atau terlupakan yang dapat memicu Kepuasan Kerja atau Tidak ada Kepuasan Kerja. Kepuasan Kerja itu yang menjadi tujuan akhir. Salam
Referensi
Alshmemri, M., Shahwan-Akl, L., & Maude, P. (2017). Herzberg’s two-factor theory. Life Science Journal, 14(5), 12-16.
Herzberg, F. I., Mausner, B., & Snyderman, B. (1959). The motivation to work (2nd ed.). New York: John Wiley
Herzberg, F. I. (1966). Work and the Nature of Man.
Kacel, B., Miller, M., & Norris, D. (2005). Measurement of nurse practitioner job satisfaction in a Midwestern state. Journal of the American Academy of Nurse Practitioners, 17(1), 27-32
Maslow, A. H. (1943). A theory of human motivation. Psychological Review, 50(4), 370–396.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI