Mohon tunggu...
Didi Kurniadinata
Didi Kurniadinata Mohon Tunggu... Human Resources - Pengajar, Konsultan SDM, Trainer, Penulis,

Praktisi dan pemerhati pengembangan sumber daya manusia melalui konsultansi, pelatihan, asesmen. Menyukai sepakbola, otomotif dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menancapkan Paku dan Amarah

1 Juni 2024   09:10 Diperbarui: 1 Juni 2024   09:16 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada seorang anak laki-laki remaja yang mempunyai sifat pemarah dan sering tidak bisa mengendalikan amarahnya. Setelah merenung sejenak, ayahnya memutuskan untuk memberinya sekantong paku dan mengatakan bahwa setiap kali marah, anaknya itu harus menancapkan paku ke pagar kayu di rumahnya.

Di hari pertama, anak laki-laki tersebut menancapkan 25 paku ke pagar tersebut. Ayahnya menatapnya dari jauh dan lalu pergi bekerja.

credit to Tokopedia
credit to Tokopedia

Anak laki-laki itu perlahan-lahan mulai mengendalikan emosinya. Selama beberapa minggu berikutnya, jumlah paku yang ia tancapkan ke pagar perlahan-lahan berkurang. Dia menyadari bahwa lebih mudah mengendalikan amarahnya daripada menancapkan paku ke pagar.

Akhirnya, tibalah saatnya anak laki-laki itu tidak kehilangan kesabarannya sama sekali. Dia menceritakan hal itu kepada ayahnya dan sang ayah menyarankan agar anaknya sekarang mencabut paku setiap hari agar emosinya tetap terkendali.

Setelah beberapa hari anak laki-laki itu akhirnya memberi tahu ayahnya bahwa semua pakunya telah hilang. Sang ayah lalu menggandeng tangan putranya dan bersama sama menuju ke pagar.

credit to Pinterest
credit to Pinterest

'Kamu telah melakukannya dengan baik, Nak, mengendalikan emosimu. tetapi lihatlah lubang-lubang di pagar itu. Pagarnya tidak akan pernah sama lagi. Saat kamu mengucapkan sesuatu dalam keadaan marah, hal itu akan meninggalkan bekas luka seperti ini. Kamu bisa saja menusukkan pisau ke tubuh seseorang dan mencabutnya. Tidak peduli berapa kali kamu meminta maaf, lukanya tetap ada."...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun