Self-Fulfilling Prophecy
Kita coba lihat dari makna setiap kata dengan definisi dari Cambridge Dictionary. Self adalah the set of someone's characteristics, such as personality and ability, that are not physical and make that person different from other people artinya seperangkat karakteristik seseorang, seperti kepribadian dan kemampuan, yang tidak bersifat fisik yang membuat orang itu berbeda dari orang lain. Makna ringkasnya Self adalah jati diri atau diri sendiri.
Untuk Fulfilling definisinya adalah making you feel happy and satisfied, maknanya membuat bahagia atau puas dalam artian memenuhi kebutuhan yang akan membuat kita senang atau bahagia.
Sedangkan Prophecy adalah a statement that says what is going to happen in the future, especially one that is based on what you believe about a particular matter rather than existing facts atau bermakna suatu pernyataan yang menunjukkan apa yang akan terjadi di masa depan, khususnya yang didasarkan pada apa yang kita yakini tentang sesuatu hal yang khusus ketimbang fakta yang ada.
Jika kita panjangkan pemaknaannya Self-Fulfilling Prophecy dengan model DM (diceritakan-menceritakan) adalah suatu pernyataan tentang apa yang akan terjadi pada diri sendiri di masa depan, yang lebih didasarkan pada apa yang diyakini dari pada fakta yang ada.
Dalam bukunya Inside Organization pada di halaman 88 ringkasnya Charles Handy bercerita bahwa Rosenthal dan Jackson pernah melakukan suatu penelitian di salah satu sekolah di USA. Mereka melakukan test kecerdasan ke sejumlah murid sekolah. Setelah selesai test dan diperiksa dengan hasilnya, mereka kembali ke sekolah itu.
Sebelum hasilnya dibagikan, dengan sengaja oleh Rosenthal dan Jackson, perolehan angka murid-muridnya ditukar, yang angka kecerdasannya tinggi ditukarkan ke murid yang angka kecerdasan sedang. Artinya anak-anak yang tinggi kecerdasannya mendapatkan angka yang sedang; dan anak-anak yang angka kecerdasannya sedang mendapatkan angka yang tinggi. Dan hal ini tanpa diketahui oleh para gurunya. Ketika tiba di kelas mereka membagikan hasil test dengan komposisi tersebut.
Setelah itu Rosenthal dan Jackson memonitor perkembangan murid-murid dan mengunjungi lagi sekolah itu. Lalu mereka mengecek capaian murid-murid yang aslinya angka kecerdasannya sedang tapi dapat angka tinggi. Para gurunya menyampaikan bahwa dari hasil test, anak anak itu diharapkan bisa berprestasi dalam pembelajarannya. Dan ternyata hasilnya memang mereka masuk dalam klasifikasi cerdas sesuai dengan angka hasil test yang ditukar tadi.
Banyak ilmuwan mempertanyakan masalah etika menukar skor asli dengan skor berbeda dalam rangka penelitian, namun Charles Handy melihat hal yang menarik dari penelitian  ini karena memberikan contoh kasus sesungguhnya dari Self-Fulfilling Prophecy. Ketika mendapatkan tanda bahwa kita bisa menjadi orang yang dengan kualitas tertentu, kita akan terdorong untuk mewujudkannya dan hal itu dapat benar benar terjadi.
Contoh kasus di dalam keluarga
Kalau kita punya anak yang sering bangun kesiangan untuk bersekolah kita coba membuat dia merasa bahwa sesungguhnya dia adalah anak yang keren jika bangun pagi. Maka kita upayakan dia bangun pagi, dan ketika dia lakukan itu dengan baik tanpa rasa terpaksa, kita menyampaikan apresiasi dan menyatakan bahwa anak kita memang anak yang keren dan anak sekolah adalah anak yang selalu bangun pagi.
Merasakan bahwa hal itu menyenangkan dan dia menyukai apresiasi itu, maka jam tubuhnya langsung menyesuaikan diri dan akan berupaya bangun pagi, karena anak kita merasa senang karena dia jadi keren apalagi dia adalah anak sekolah yang harusnya memang bangun pagi. Fakta sebelumnya suka kesiangan, namun dengan self-fulfilling prophecy yang ditanamkan orang tuanya melalui apresiasi, anak kita terdorong untuk menjadi anak keren, karena itu akan membuat senang -- menjadi keren dan anak sekolah yang baik.
Namun ternyata ada kendala ketika anak kita ingin mencapai prophecy tertentu. Ketika seorang anak kita bilang bahwa dia hebat dan bisa meraih capaian tertentu, ternyata ada anak yang justru melihatnya sebagai tekanan.  Hal itu terjadi karena ada semacam gap atau kesenjangan citra antara my ideal of myself (pinjam istilah dari Charles Handy) atau istilah penulis Saya yang Ideal adalah, yang kadang ditentukan bukan oleh dia sendiri dengan my self concept atau Saya Pikir Saya seperti ini...
Kesenjangan Citra tersebut adalah gambaran bahwa prophecy yang timbul adalah karena sumbernya bukan dari dirinya sendiri yang harus dicapai. Dan seberapa besar kesenjangan itu akan menentukan gejala yang timbul sebagai potensi masalah. Dan jika diri sendiri yang menentukan, tetap aspek apakah realistis atau tidak harus menjadi catatan.
Kendra Cherry, MSED menjelaskan bahwa ada dua sumber utama dari Self-Fulfilling Prophecy yaitu:
- Idealnya saya (Self-Fulfilling Prophecy) yang datang dari ekpektasi saya sendiri
- Idealnya saya (Self-Fulfilling Prophecy) yang datang dari ekpektasi orang lain.
Idealnya saya berarti adalah gambaran positif ke depan. Jika Idealnya saya berasal dari harapan saya sendiri, tentu akan menjadi motivasi untuk menjadi yang sesuai dengan harapan saya.
- Namun perlu diperhatikan bahwa idealnya saya juga harus realistis dan harus diukur peluang capaiannya. Seharusnya  anda merasa bisa mencapai dengan usaha keras atau ekstra keras. Jika terlalu tinggi dan akan membuat anda terhambat langkah kerja dan aktifitas anda, kelihatannya tidak akan berjalan baik. Dan jika ada banyak kegagalan di dalam upayanya, anda bisa mensabotasi diri anda sendiri. Anda malah akan merasa bahwa anda tidak boleh menjadi idealnya anda karena merasa kesenjangan terlalu lebar atau besar.
- Ketika orang lain menyampaikan idealnya anda yang mungkin tidak pernah terpikir oleh anda sebelumnya, namun masih realistis untuk dicapai, maka mungkin itu anda usahakan dicapai dan menjadi prophecynya anda. (lihat artikel penulis tentang Johari Window, di mana Idealnya saya dari ekspektasi orang lain akan memperbesar ruang 1/ruang terbuka dan mengecilkan ruang 4/ruang blind).
Menurut penulis, jika suatu ekpektasi datangnya dari orang lain, maka anda memerlukan proses untuk meyakinkan dengan mengukur kemampuan and sumber daya yang anda miliki. Ada beberapa gejala, ditulis Kendra Cherry, MSED, yang menunjukkan bahwa Prophecy yang ingin dicapai tidak realistis, yaitu jika anda:
- Sering membuat perkiraan masa depan yang pesimis
- Terlalu banyak merasa terganggu dengan pengalaman buruk di masa lalu
- Lebih banyak memfokuskan pada aspek negatif dari situasi yang dihadapi
- Meyakini bahwa prediksi masa depan yang negatif tak bisa diapa-apakan dan anda tidak punya kendali sama sekali.
Contoh Self-fulfilling Prophecy negatif
Misalnya prophecy dari diri sendiri bahwa anda tidak akan bisa mengerjakan ujian dan ternyata anda gagal ujiannya, atau ketika wawancara anda merasa tidak akan mampu melakukan dengan benar dan memang ternyata anda tidak diterima bekerja. Kedua contoh ini menunjukkan bahwa keyakinan anda mempengaruhi perilaku dan apa yang anda lakukan yang berkontribusi pada kegagalan anda.
Kadang juga ada orang tua yang meragukan kemampuan anaknya untuk bisa masuk ke kampus yang bagus. Prophecy yang datang dari luar anak tersebut dan dirasakan oleh anak anda sebagai suatu ekspektasi. maka akibatnya akan membuat dia merasa tidak berharga untuk belajar dengan keras dan juga orang tuanya tidak melakukan upaya ekstra untuk mengubah prophecy nya tersebut, misalnya dengan menyiapkan kursus untuk anaknya.
Dalam skala yang lebih dalam Self-fulfilling prophecy bisa lebih serius dampaknya, misalnya jika ekspektasi nya mengarah pada perilaku yang cukup berbahaya seperti stereotip, diskriminasi dan rasisme.
Kesimpulan
Self-fulfilling prophecy merupakan suatu situasi di mana ekspektasi seseorang tentang suatu situasi di depan bisa membuat ekspektasi tersebut tercapai. Memiliki gambaran positif dan berfokus pada tindakan yang mengarahkan pada hasil yang dituju sangat penting untuk keberhasilan mewujudkan self-fulfilling prophecy.
Upaya penentuan suatu ekspektasi yang lebih tinggi dan tidak hanya biasa biasa saja akan mengarahkan pada peningkatan performa. Rosenthal dan Jacobson 1968Â menyebutnya pertama kali dengan nama Pygmalion Effect. Nama Pygmalion diambil dari mitologi yunani, di mana seorang pembuat patung yang memiliki ekspektasi tinggi terhadap patungnya dan membuat patung tersebut menjadi hidup.
Jika anda tidak yakin dengan kemampuan anda sendiri, akan sulit  untuk menjaga motivasi dan bisa tetap fokus pada tujuan-tujuan anda. Ketidakyakinan pada kemampuan untuk bisa berhasil mengarahkan pada rasa tidak aman, keraguan dan penurunan perasaan bahwa dia bermanfaat bagi yang lain.
Memahami  bahwa ada efek negatif dari self-fulfilling prophecy yang besar dalam jalan hidup anda, maka anda perlu mengidentifikasi dan melawan pola pikir yang negatif tersebut agar tidak menghambat Anda dalam pencapaian ekspektasi.
Jika suatu saat anda tidak mencapai target prophecy, jangan merasa kecewa, anda bisa alihkan ke prophecy yang lebih mungkin dicapai atau maafkan diri anda jika saat ini belum berhasil dan berniat berupaya kembali (self-compassion)
Penulis ingat pada Tujuan yang sebaiknya menggunakan 5 akronim yaitu SMART dalam menganalisa tujuan. SMART merupakan kepanjangan dari Specific, Measurable, Agreed, Realistic dan Timebound. Sepertinya model tujuan SMART ini bisa dipakai untuk mencermati suatu ekspektasi baik yang dari anda sendiri atau dari luar. Specific artinya tertentu dan jelas tidak mengawang, Measurable yaitu bisa diukur tingkat capaiannya, Agreed atau disepakati oleh anda sendiri dan orang lain jika dibutuhkan; Realistis artinya bisa dicapai dengan usaha yang keras dan Timebound artinya ada batas waktunya. Salam
Referensi
https://www.verywellmind.com/what-is-a-self-fulfilling-prophecy-6740420
Handy,C, 1990. Inside Organizations, Penguin Books
Rosenthal, Robert & Jacobson, (1992). Lenore Pygmalion in the classroom. Expanded edition. New York: Irvington
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H