Dalam tulisan-tulisan sebelumnya, saya lebih suka menyebut Organisational Culture dengan Kultur Organisasi, kali ini penulis memakai istilah Budaya Organisasi. Hanya untuk memberikan nuansa lebih berbahasa Indonesia, meskipun kata kultur sesungguhnya sudah diserap Bahasa Indonesia dan sama maknanya dengan budaya.
Terdapat banyak kategorisasi dan tipologi yang digagas oleh para pakar bidang budaya organisasi. Tipologi ini memberikan gambaran umum tentang beragam budaya yang ada di dalam  suatu organisasi. Charles Handy (2007), seorang pakar Perilaku Organisasi (Organisational Behaviour) dari Inggris membahas bagaimana budaya berbeda yang ada dalam satu organisasi  dapat hidup berdampingan. Sangat sedikit suatu organisasi yang hanya memiliki satu budaya budaya di dalamnya. Setiap individu memiliki karakteristik dasar yang bersesuaian atau berbeda dengan budaya organisasi tempat dia bekerja atau berkiprah.
Budaya dan struktur organisasi yang diadopsi dalam suatu organisasi tentu saling berkaitan satu sama lain. Suatu budaya organisasi, yang merupakah kombinasi dari tata nilai, keyakinan dan prinsip dari orang di dalamnya, membentuk struktur yang sesuai dengan budaya tersebut. Â
Jika pembaca tertarik dengan karakter dasar yang digagas Charles Handy dan pernah penulis bahas di artikel sebelumnya, silakan pakai kata kunci Zeus, Apollo, Athena dan Dionysus. Nama dewa-dewi ini dipakai Charles Handy untuk mendeskripsikan sifat dasar dan tipe orang yang umumnya keberadaannya mendominasi setiap Budaya Organisasi di bawah ini.
Charles Handy (2007) memberikan gambaran 4 budaya yang dibentuk dari dua rentang (continuum) yaitu antara Formal sampai Kurang Formal (less Formal) dan antara Tersentralisasi (Centralised) sampai Kurang Tersentralisasi (Less Centralised). Dari ke dua rentang tersebut, maka terbentuk 4 Budaya Organisai yang berada di dalam 4 kuadran.
Kuadran Pertama yang cirinya Sangat Tersentralisasi/Terpusat dan Formal adalah Budaya Peran yang di dalamnya ada orang-orang dengan karakter Apollo.
Kuadran Kedua yang cirinya Sangat Tersentralisasi/Terpusat dan Kurang Formal adalah Budaya Power (kekuasaan) yang di dalamnya ada orang-orang dengan karakter Zeus.
Kuadran Ketiga yang cirinya Formal namun Tidak Tersentralisasi/Terpusat dengan peran yang lebih seimbang di antara personilnya adalah Budaya Tugas yang di dalamnya ada orang-orang dengan karakter Athena.
Kuadran Keempat yang cirinya Tidak Tersentralisasi/Terpusat dan Kurang Formal adalah Budaya Orang yang di dalamnya ada orang-orang dengan karakter Dionysus.
Penjelasan setiap Budaya  sbb:
Budaya Kekuasaan (Power) – Zeus
Budaya Kekuasaan bergantung pada satu sumber kekuasaan yang terpusat dalam organisasi. Budaya kekuasaan ibarat jaringan, seperti sarang laba-laba, yang mempunyai ikatan berbeda-beda yang melekat pada titik pusat untuk memfasilitasi dan mengkoordinasikan tindakan atau kebijakan. Kekuatan didistribusikan dari satu sumber di titik tengah. Model ini pada titik tertentu bisa menyebabkan rendahnya semangat kerja dan tingginya pergantian posisi (turnover) pada tingkat manajemen menengah.
Budaya kekuasaan dapat dilihat pada organisasi wirausaha kecil atau perusahaan keluarga. Efektivitas budaya kekuasaan bergantung pada komunikasi pribadi, keyakinan, dan pemahaman. Individu harus mengerjakan apa yang diminta tanpa mengajukan banyak pertanyaan.
Keunggulan sistem ini adalah tidak terjadi penundaan pengambilan keputusan, karena mempunyai satu sumber kekuasaan di pusat, sehingga pengambilan keputusan dilakukan dengan cepat. Masalah terjadi ketika ukuran organisasi membesar dengan banyaknya aktivitas yang berbeda dan jaringan bisa terputus karena rentang dan aktivitasnya. Dalam sistem ini atasan dapat memilih orang-orang pada posisi kunci atas kemauannya sendiri, Â jika belum ada personil yang sesuai yang direkrut oleh sistem.
Budaya Peran (Role) – Apollo
Budaya peran adalah budaya birokrasi. Ini adalah budaya yang paling umum digunakan dalam organisasi. Ketika kewenangan didistribusikan secara merata di antara para pemegang jabatan, maka para eksekutif mengendalikan dan mengoordinasikan semua departemen yang berada di bawah wewenang mereka.
Dalam Budaya Peran, prosedur, aturan dan deskripsi pekerjaan lebih penting daripada orang yang melakukan pekerjaan. Dalam budaya ini, promosi diberikan berdasarkan kinerja yang ditunjukkan oleh individu. Kekuatan budaya peran tergantung pada bidang organisasi seperti departemen produksi, departemen keuangan, departemen pembelian, dll.
Organisasi dengan Budaya Peran biasanya berkinerja baik jika pasar stabil dan usia produk panjang. Contoh organisasi dengan Budaya Peran adalah perbankan, ritel, industri minyak dan mobil, perusahaan asuransi, dan pelayanan sipil.
Masalah dengan organisasi berbasis peran dengan model struktur bertingkat ini adalah identifikasi dan reaksi terhadap perubahan cenderung sangat lambat. Organisasi seperti ini tidak akan memuaskan orang yang berorientasi pada kekuasaan dan akan sangat disukai orang yang mendamba kepastian dan rasa aman. Model ini juga disukai untuk orang yang ingin sukses menjalankan suatu peran dan mendapatkan kompetensi profesional tanpa mengambil risiko yang besar.
Budaya Tugas (Task) - Athena
Budaya Tugas sebagian besar berorientasi pada proses, kinerja dan pekerjaan. Manajemen sebagian besar berkaitan dengan solusi masalah dengan pola kerjasama. Charles Handy merepresentasikan budaya ini seperti jaring persegi yang helai jaringnya ada yang tipis dan tebal. Struktur organisasi matriks ini adalah  di mana proses dan kinerja terletak pada titik pertemuan. Budaya tugas sangat fleksibel dan mudah beradaptasi dengan perubahan dan sangat mengandalkan budaya kerja tim (teamwork).
Penekanan budaya kerja tim ini adalah fokus pada tugas sehingga suatu gugus tugas dapat bekerja dengan personil yang sama atau terjadi penggantian, tidak akan menjadi masalah, yang penting setiap personil memiliki kompetensi yang diperlukan.
Budaya Tugas ini cocok untuk bisnis di pasar bebas dimana terdapat persaingan, umur produk memiliki kurun waktu singkat dan kecepatan reaksi terhadap perkembangan pasar sangat diutamakan.
Contoh organsasi dengan Budaya Tugas adalah bidang periklanan, agen pemasaran, dan konsultan manajemen. Ada tingkat kendali yang tinggi atas tugas oleh individu dalam budaya tugas. Individu dinilai berdasarkan hasil, fleksibilitas, dan kemampuan beradaptasi sesuai kemampuannya, bukan berdasarkan usia atau posisi dalam kelompok.
Budaya Tugas mempunyai kecenderungan untuk berubah menjadi Budaya Kekuasaan (Power) atau Peran (Role) ketika kinerja organisasi tidak mulus atau sumber dayanya terbatas atau ketika organisasi kelompok terlalu besar untuk bisa dikendalikan oleh Budaya Tugas.
Budaya Orang
Budaya Orang terbentuk ketika, demi kepentingan sekelompok orang, memutuskan untuk membentuk organisasi gabungan. Organisasi semacam ini didirikan oleh para dokter, pengacara, arsitek, dan beberapa perusahaan konsultan skala kecil. Para profesional ini berbagi ruang kantor, biaya, peralatan, dll.
Budaya Orang diibaratkan sebagai galaksi bintang atau titik-titik yang tersebar. Dalam budaya ini individu berorientasi pada diri sendiri. Individu mengalokasikan pekerjaan untuk dirinya sendiri dengan aturannya sendiri. Kesepakatan bersama dapat menjadi satu-satunya mekanisme kontrol dalam pelaksanaan pekerjaan. Menurut keahliannya, peran ditunjuk dan pengaruh dibagi dalam pekerjaan. Ketika organisasi ini mulai mencapai tujuannya, maka organisasi mulai berubah untuk menerapkan Budaya Tugas pada personilnya. Namun dalam perjalanannya seringkali jika bertambah besar maka  berubah menjadi Budaya Peran atau Budaya Kekuasaan.
Referensi
Handy, C. B. (2007). Understanding organizations. Penguin Uk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H