Kultur Organisasi
Kultur Organisasi adalah kombinasi dari nilai-nilai, keyakinan, prinsip dan mungkin ideologi dari pemilik perusahaan atau pemuncak suatu organisasi. Kultur organisasi bisa terbentuk secara bertahap dan perlahan melalui proses yang panjang; atau bisa juga cepat dan diterapkan dengan tegas di seluruh bagian organisasi. Yang kedua ini merupakan aplikasi dari keinginan pimpinan organisasi agar tujuan organisasi cepat tercapai dan dalam kendali yang kuat.
Kultur organisasi dibentuk oleh nilai-nilai, prinsip, keyakinan dan bisa juga ideologi pimpinan atau para pimpinan tertinggi (Board of Directors). Secara khusus, sesungguhnya juga dipengaruhi oleh sifat dasar pimpinan atau kelompok pimpinan.
Charles Handy dalam bukunya Inside Organizations (1990) menulis organisasi dengan istilah Tribe (suku). Dalam artikelnya Tribes and Their Ways di dalam buku tersebut membuat klasifikasi organisasi dalam 4 tribe yaitu The Club Tribe, The Role Tribe, The Task Tribe dan The Person Tribe.Â
Di dalam pembahasan tentang Kultur Organisasi, setiap tribe itu tentu memiliki nilai, nilai, ciri dan juga karakter yang menciptakan kultur. Dengan demikian penulis akan membahas kultur dari setiap suku tadi dan menyebutnya dengan Kultur Klub (Club), Kultur Peran (Role), Kultur Tugas (Task) dan Kultur Orang (Person). Pada bagian ini akan dibahas tentang ciri-ciri dari kultur klub dari suatu organisasi.
Kultur Klub
Para ahli Perilaku Organisasi menyamakan Klub ini dengan Power, jadi kadang disebut Power Culture yang pada penjelasannya memiliki makna yang sama.
Dari gambar di atas, yang di tengah adalah pimpinan suatu organisasi, sementara yang mengelilinginya adalah para pegawai yang dekat dengan pimpinan. Kultur ini merupakan gambaran di mana kendali orang nomor satu sangat penting karena perannya adalah pusat pengendali organisasi. Lingkaran terkuat dari organisasi ini adalah yang lingkarannya terdekat ke pimpinan dan merupakan inner circle.
Charles Handy di dalam bukunya Gods on Management (2000)Â dengan tepat menggambarkan organisasi dengan kultur klub ini seperti sarang laba-laba.
Menarik untuk mencoba memahami kultur organsasi seperti ini.
- Kendali dari tengah dan sekelilingnya menggantungkan diri kepada pimpinan di tengah.Â
Terbentuknya semacam inner circle adalah semacam keniscayaan karena memang diperlukan. Kita bisa mengatakan sebagai nepotisme, tapi yang sesunguhnya adalah masalah Trust atau rasa percaya atau empati yang timbul dari pimpinan kepada bawahannya. Jika dipahami soal tingkat keutamaan atau kepercayaan, maka lingkaran yang semakin dekat, akan semakin penting. Demikian juga jika kita berada di lingkaran terjauh, maka peran kita kurang penting dan mudah digantikan oleh orang baru.
- Konsentrasi kekuatan ada pada segelintir orang yang dipercaya oleh Pimpinan tertinggi.Â
Nah ini kaitannya dengan lingkaran tadi. Kalau kita mendapatkan informasi atau perintah dari lingkaran terdekat maka tidak ada kata lain selain meyakini kebenarannya dan mengiyakan.
- Birokrasi akan sangat tipis atau tanpa ada birokrasi sama sekali.Â
Segala sesuatu tergantung pada perintah atau kepentingan pimpinan. Pelaksanaan tugas sangat efektif ketika sudah mendapatkan kata ‘iya’ dari pimpinan tertinggi. Kalau belum ada, diupayakanpun tidak jalan. Meskipun misalnya Anda berada di lingkaran yang jauh, tapi anda bisa menghubungi lingkaran paling dekat, maka apa yang Anda lakukan tidak akan ada masalah. Tidak harus anda berkomunikasi secara bertingkat, yang penting bisa langsung ke lingkaran terdekat.
- Aturan tidak banyak dan ringkas.Â
Aturan yang ada dibuat sederhana dan jumlahnya sedikit. Karena itu organisasi dengan kultur klub ini sistemnya sederhana, karena fokusnya lebih pada hasil dan bukan proses. Terkadang cara apapun bisa ditempuh, asalkan hasilnya bisa diraih. Ada yang bilang kultur ini bisa membengkokan aturan dan lebih tepat adalah menyiasati aturan. Keduanya guna mendapatkan hasil dengan apapun caranya.
- Keputusan yang cepat bisa diambil asalkan disetujui oleh Pimpinan tertinggi.Â
Tidak perlu ada memo atau catatan. Dokumentasi mungkin juga sangat sedikit. Yang penting sudah bertemu atau bertelepon, keputusan akan dapat diambil tanpa memerlukan waktu lama.
Kelemahan / Potensi Masalah
Kultur Klub ini tentu memiliki aspek-aspek yang menjadi keemahan atau potensi masalah. Perlu hal ini dicermati, khususnya oleh lingkaran terdekat dari pimpinan, jika timbul masalah di kemudian hari.
- Terlalu Tergantung kepada Pimpinan
Pada saat Pimpinan tidak dapat dihubungi atau sedang tidak di tempat, segala sesuatu bisa terhambat. Apalagi kalau pimpinan tersebut tidak mau ada yang mewakili untuk memutuskan hal-hal dengan tingkat resiko rendah. Pimpinan sebenarnya bisa membuat rambu-rambu agar tidak ada yang terhambat dengan ketidakhadiran dia, tentu dengan melihat apakah persoalan yang ada magnitudenya besar atau kecil. Kalau besar, tentu harus menunggu. Namun jika kecil, sebaiknya tidak usah menunggu pimpinan untuk melakukan suatu tugas.
- Cenderung Tertutup Dengan Ide yang di luar Selera
Suatu tim atau kelompok yang terlalu kuat dan mengandalkan kedekatan terhadap pimpinan cenderung tertutup terhadap pemikiran baru. Ketertutupan tersebut akan membuatnya tidak waspada terhadap perubahan yang ada di sekitar. Dalam keadaan ekstrim, bisa saja organisasi dengan kultur Klub ketinggalan kereta atau kaget ketika organisasi lain baik pesaing ataupun bukan kelihatan lebih maju dari organisasinya. Sebagai contoh pemain utama bidang telekomunikasi yaktu Nokia dari Finlandia, ketika Android mulai berkembang dan diramalkan akan massal dipakai, merasa yakin sistem yang dipakai Nokia tetap akan bertahan dan berkembang lagi. Nokia waktu itu masih menggunakan Symbian. Dan ketika Symbian terkesan kurang fleksibel, Nokia mengambil Microsoft dengan Windows Phone. Ternyata Nokia gagal menggunakan Windows Phone. Dan Nokia akhirnya menggunakan Android sebagai operating system.
- Tidak ada Birokrasi berpotensi Menimbulkan Konflik
Birokrasi tetap diperlukan sebagai suatu sistem penyaringan terhadap isu atau permasalahan yang ada. Tidak adanya birokrasi bisa menimbulkan konflik karena untuk lingkaran yang di luar lingkaran utama akan tersinggung ketika suatu masalah dibypass oleh yang lain hanya karena kedekatan dengan pimpinan. Konflik bisa saja terbuka, lebih banyaknya tidak muncul keluar, namun tersimpan dan suatu saat bisa meledak.
- Aturan sering dibuat sesuai selera dan kepentingan Individu.
Karena adanya kelompok lingkaran terdekat dan lainnya, maka aturan biasanya dibuat disesuaikan dengan selera dan kepentingan lingkaran terdekat. Hal ini bisa memicu perasaan tersinggung yang disimpan dan tidak dikeluarkan. Jika aturan tidak dibuat untuk kepentingan bersama, meskipun di organisasi berkultur klub, pegawai tidak akan merasa mendapatkan perlakuan yang adil.
- Ketidakcermatan dalam Pembuatan Keputusan.
Dengan keputusan yang dibuat cepat atau sangat cepat, maka potensi masalah pasti ada. Ketidakcermatan ini bisa menjadi persoalan jika ternyata akan merugikan organisasi. Meskipun pimpinan bisa melakukan koreksi, namun jika sudah ada korban dari keputusan tersebut, tentu kerugian tersebut sulit diabaikan.