Mohon tunggu...
Didi Kurniadinata
Didi Kurniadinata Mohon Tunggu... Human Resources - Pengajar, Konsultan SDM, Trainer, Penulis,

Praktisi dan pemerhati pengembangan sumber daya manusia melalui konsultansi, pelatihan, asesmen. Menyukai sepakbola, otomotif dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peter Principle - Manajemen SDM #1

15 April 2024   16:05 Diperbarui: 15 April 2024   16:10 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
credit to Surviving Church

Pernahkah kita melihat bahwa ada rekan kerja kita yang dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi, tapi terus dia melempem di jabatannya itu. Padahal sebelumnya dia sangat berprestasi. Kita bertanya-tanya apakah memang dia tidak cocok di posisi barunya atau ada faktor lain, misalnya dia kurang kompeten untuk posisi itu. Nah, barangkali konsep Peter Principle berperan di sini.

Peter Principle adalah prinsip bahwa ‘dalam suatu hirarki jabatan, setiap pegawai cenderung naik ke tingkat lebih tinggi, dimana kompetensinya stagnan atau tidak berkembang lagi’.

credit to Market Business News
credit to Market Business News

Di suatu kantor atau organisasi yang ada tingkatan jabatan, pegawai akan dipromosikan selama mereka bekerja dengan kompeten. Namun, cepat atau lambat dia akan dinaikkan ke posisi yang merupakan ujung dari kompetensi mereka. 

Pada situasi tersebut, mereka akan stuck dan tidak ada harapan naik lagi. Misalnya, seorang sekretaris di front office  yang istimewa dalam pekerjaannya dipromosikan menjadi asisten eksekutif CEO, namun dia tidak terlatih atau dipersiapkan untuk jabatan tersebut. Pada situasi di mana dia tidak kompeten sebagai asisten eksekutif, maka sesungguhnya promosi bukan pilihan produktif.

Sayangnya kebanyakan orang tidak akan menolak suatu promosi, terutama jika promosi tersebut datang dengan gaji dan prestise yang lebih besar—meskipun mereka tahu bahwa mereka tidak cukup kompeten untuk posisi tersebut.

Peter Principle dikemukakan oleh seorang sarjana pendidikan dan sosiolog Kanada, Dr. Laurence J. Peter, dalam bukunya tahun 1968 yang berjudul "The Peter Principle." Dia juga menyatakan dalam bukunya bahwa ketidakmampuan seorang karyawan untuk memenuhi persyaratan posisi tertentu yang dipromosikannya, mungkin bukan disebabkan oleh ketidakmampuan umum karyawan tersebut, melainkan karena posisi tersebut membutuhkan keterampilan yang berbeda dari yang sebenarnya dimiliki karyawan, jadi hanya masalah mismatch kebutuhan dengan skill yang dimiliki.

Misalnya, seorang karyawan yang sangat baik dalam mengikuti peraturan atau kebijakan perusahaan, mungkin akan dipromosikan ke posisi sebagai pembuat peraturan atau kebijakan. Faktanya adalah karyawan yang patuh pada peraturan tidak berarti cocok untuk menjadi penyusun peraturan.

Menurut Peter Principle, kompetensi dihargai dengan promosi karena tingkat kompetensi yang ditunjukkan dengan prestasi. Namun, begitu seorang pegawai mencapai posisi dimana dia terkesan tidak kompeten, maka dia tidak lagi dinilai berdasarkan outputnya, melainkan faktor input saja, seperti tiba di tempat kerja tepat waktu dan memiliki sikap yang baik. Aspek kompetensi kurang diperhatikan lagi. Artinya loyalitas menjadi lebih penting daripada prestasi.

Dr. Peter lebih lanjut berpendapat bahwa karyawan tetap berada pada posisi yang mereka tidak kompeten karena ketidakmampuan saja, tidak cukup untuk menyebabkan dia dipindahkan dari posisi tersebut. Biasanya, hanya ketidakmampuan ekstrem yang menyebabkan pemindahan atau pemecatan.

Mengatasi Peter Principle

credit to WallstreetMojo
credit to WallstreetMojo

Solusi yang mungkin adalah memberikan pelatihan keterampilan yang memadai bagi karyawan yang menerima promosi, dan memastikan pelatihan tersebut sesuai dengan posisi dimana mereka dipromosikan.

Meskipun demikian Dr. Peter berpendapat pelatihan saja tidak menutup kecenderungan perusahaan atau lembaga mempromosikan karyawan tanpa perhitungan kompetensi yang pas. Apalagi lembaga tersebut besar dan personilnya banyak. Tidak mudah untuk menerapkan model the right man on the right job. Basis Data yang lengkap dan kedisiplinan dalam menjalankan proses akan menghindari Peter Principle terjadi di lembaga tersebut.

Bukti untuk Peter Principle

credit to 50Minutes.com
credit to 50Minutes.com

Peter Principle terdengar intuitif setelah idenya dipahami, dan suatu model dapat dibentuk untuk memprediksi fenomena tersebut. Namun, ternyata sulit untuk mendapatkan bukti nyata mengenai kejadiannya secara luas.

Pada tahun 2018, Alan Benson, Danielle Li, dan Kelly Shue menganalisis kinerja karyawan bidang penjualan dan praktik promosi di 214 entitas bisnis di USA untuk menguji Peter Principle. Mereka menemukan bahwa perusahaan memang cenderung mempromosikan karyawannya ke posisi manajemen berdasarkan kinerja mereka pada posisi sebelumnya, bukan berdasarkan potensi manajerial.

Sejalan dengan Peter Principle, para peneliti menemukan bahwa karyawan bidang penjualan yang berkinerja tinggi kemungkinan besar akan dipromosikan sebagai sales manager dan ternyata cenderung memiliki kinerja yang buruk sebagai manajer, sehingga menimbulkan kerugian yang besar bagi bisnis. Hal ini membuktikan bahwa Peter Principle terjadi di banyak lembaga bisnis.

Penempatan atau promosi karyawan kurang memperhitungkan kompetensi yang pas antara kebutuhan kompetensi dan kemampuan karyawannya. Kedisiplinan terhadap proses penyesuaian tingkat kompetensi karyawan dengan kebutuhan kompetensi suatu posisi memerlukan penguatan dan konsistensi. Di samping itu penguatan kemampuan melalui tahap pelatihan atau pendampingan (coaching) perlu mendapatkan prioritas.

Referensi

Wikipedia, Dr. Laurence  J. Peter and Raymond Hull in the Book The Peter Principle

Laufrence J. Peter dan Raymond Hull ' The Peter Principle: Why everything is always wrong?, William Morrow & Company Inc. New York, 1969 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun