Cerita ini fiksi belaka, cocok ketika kita sedang berkumpul dan sedang merenungkan capaian-capaian kita dalam hidup. Pada akhir cerita mungkin kita tertawa telat atau mungkin  tertawa namun dengan ada sedikit rasa penyesalan. Tetaplah sangat bermakna ketika kita mentertawakan diri kita sendiri, karena kadang kita tidak  mengantisipasi sesuatu yang  terjadi di depan.
Pria di Padang Pasir
Seorang pria dengan perbekalan cukup ingin menjelajah padang pasir dengan berjalan kaki. Sambil melihat peta, dia tahu bahwa ada beberapa perkampungan dengan 3 yang terdekat, meskipun dari segi jarak dipandang dekat, namun kalau berjalan kaki memerlukan waktu berjam jam untuk sampai di lokasi itu.
Ketika mulai berjalan beberapa jam, dia baru menyadari bahwa perbekalannya lebih banyak berupa makanan ketimbang air minum. Jadi setelah berjalan 6 jam dia sampai di satu kampung, dia menyapa orang-orang dan menyampaikan bahwa dia ingin membeli beberapa liter air untuk menambah persediaan airnya. Ketika mengeluarkan uangnya untuk membeli air, penduduk di situ dengan halus menolaknya karena persediaan air mereka juga terbatas.Â
Namun, mereka menawarkan topi anyaman untuk dipakai. Penduduk itu mengatakan bahwa topi itu akan berguna suatu saat. Pria itu merenung sejenak, namun akhirnya dia tidak membeli topi itu, karena dia sudah pakai topi sendiri yang model kain untuk berjalan di padang pasir.
Karena persediaan air masih ada, meskipun semakin sedikit, dia berjalan lagi dan sampai di satu perkampungan lagi setelah berjalan selama 7 jam. Sesampainya di sana, dia langsung mencari kepala kampung itu dan menyampaikan bahwa persediaan air minumnya menipis dan ingin membeli air dari kampung itu. Tak disangka ternyata kepala kampung menolak dengan halus, meskipun dia memohon agar bisa membeli air.Â
Sang Kepala kampung akhirnya membolehkan dia membeli, tapi bukan membeli air, melainkan dasi. Pria itu mengernyitkan dahinya untuk apa dia beli dasi di padang pasir. Meskipun sang Kepala kampung menyatakan bahwa dasi itu akan bermanfaat suatu saat nanti, pria itu tetap tidak membelinya.Â
Akhirnya dia berjalan lagi dengan persediaan air yang semakin sedikit dan mungkin hanya cukup untuk perjalanan menuju kampung berikutnya, itupun jika perjalanannya lancar dan tidak ada badai pasir. Setelah berjalan hampir 8 jam, akhirnya terlihat kampung ketiga dari kejauhan. Sesampainya di kampung itu, dia melihat banyak toren atau tangki yang berisi air dan kelihatannya cukup berlimpah melihat begitu banyak toren di setiap sudut kampung itu. Pria itu mendatangi kepala kampung itu dan menyampaikan bahwa dia penjelajah dari jauh dan merasa lega sampai di kampung itu. Dia menunjukkan bahwa persediaan airnya habis ketika tiba di kampung itu. Dia mengatakan punya cukup uang untuk membeli air untuk kembali nanti menuju tempatnya semula.
Ketika sang Ketua kampung itu mengetahui bahwa pria itu ingin membeli air, dia menyambut dan mengatakan,'Terima kasih Bapak dari tempat yang jauh sudah hadir di kampung kami. Jadi Bapak ingin membeli air? baiklah Pak, sesuai dengan aturan adat di kampung ini, air kami tidak dijual, namun siapapun boleh mengambil sendiri air sesukanya asalkan ditukar dengan topi anyaman dan dasi!!!,-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H