Mohon tunggu...
Reza Aditya
Reza Aditya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Video Game: Hiburan, Konspirasi, dan Terorisme

10 Januari 2016   20:27 Diperbarui: 10 Januari 2016   21:06 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cara para teroris berkomunikasi dalam game sama halnya dengan cara pemain-pemain lain berinteraksi, baik itu dengan chat, perintah, maupun melalui voice chat menggunakan headphone. Agen ISIS diduga menggunakan Playstation 4 untuk saling berkomunikasi, jalan ini dipilih merujuk kepada fakta bahwa Playstation 4 terkenal amat sulit untuk dimonitor. “Playstation 4 bahkan lebih sulit untuk dilacak ketimbang WhatsApp”, menurut menteri Belgia, Jan Jambon. (forbes.com, 14/11 18:17)

[caption caption="Pertukaran informasi via Playstation 4 yang sulit dideteksi menjadi keuntungan tersendiri bagi teroris. Image source."]

[/caption]

Ketika pertama kali diluncurkan, ada kekhawatiran bahwa console generasi baru tidak akan terlalu mementingkan privasi. Dengan adanya kewajiban penggunaan Kinect dan harus selalu tersambung ke internet oleh Xbox dari Microsoft serta penggunaan Playstation Camera, memperbesar kemungkinan adanya spionase oleh pemerintah. Hal ini membuat masyarakat berang dan segala regulasi terkait pelanggaran privasi dicabut.

Meskipun kebijakan tersebut merenggut hak asasi manusia, namun komunikasi sederhana dan tak berbasis perangkat tambahanlah yang justru memberikan kemudahan bertukar pesan dari satu teroris ke teroris lainnya. Spesifikasi sistem yang masih terhitung lemah dibandingkan dengan device lainnya dapat menawarkan jalur komunikasi yang lebih aman dan tak terlacak bahkan lebih dari telepon genggam terenkripsi.

Selain dapat memberikan manfaat berupa layanan komunikasi instan, video game juga dapat dimanfaatkan untuk melatih kecerdasan. Video game seperti Battlefield dan Call of Duty, selain dapat memberikan gambaran tentang skema canggih terorisme dan penangkalannya, juga dapat melatih kecepatan berpikir dan koordinasi tangan-mata. Manfaat ini dapat dirasakan oleh semua pemainnya, semua pemain termasuk teroris.

Rumor-rumor tersebut mulai terbesit dalam pikiran para kaum intelektual sebagai salah satu bentuk dugaan konspirasi. Banyak gamer marah akan hal ini, sebab merasa disalahkan atas apa yang telah terjadi. Tak salah memang reaksi yang diberikan para pemain game atas munculnya hasil nalar para netizen ini, namun mestinya hal ini justru menjadikan mereka semakin alert dan sadar akan bahaya yang dapat disalurkan melalui game. Harapannya adalah mampu menumbuhkan kepedulian untuk saling mengawasi pundak masing-masing.

Lagipula, semua bahasan tersebut tak ubahnya sekumpulan hipotesis dan rumor. Emosi berlebih dan tuduhan membabibuta hanya akan membuahkan hasil pemikiran yang tergesa-gesa dan mentah. Memang, kemampuan nalar manusia tak lebih dari sekedar asumsi, namun akan lebih bijak rasanya jika kita lebih percaya dan mengandalkan fakta ketimbang rumor dan dugaan sementara. But, in the other hand, facts could be so misleading, where rumours, whether it’s true or false, are often revealing, right?

[caption caption="Facts could be so misleading, but romours, true or false are often revealing. Isn't that right, Col. Hans? Image source."]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun