Seperti Blessing in disguise, pandemi COVID 2 pun demikian. Rakyat Indonesia dipaksa mengakrabkan diri dengan teknologi digital, mulai dari bekerja, belajar, hingga menikmati perjalanan. Dan ternyata bisa. Memang begitu watak orang Indonesia, kalau sudah kepepet, keluar aji-ajinya, begitu kira-kira. Dua tahun dalam buaian PPKM (dengan berbagai istilahnya) membuat generasi muda sangat akrab dengan HP, laptop, komputer, tab dan sebagainya. Mereka bisa menikmati tontonan apapun dari HP yang sangat portable dan personal. Arti personal di sini adalah, mereka dapat menyesuaikan preferensi tontonan dengan waktu yang mereka miliki. Hal ini sangat berbeda dengan TV yang komunal dan tidak portable. Untuk menonton TV mereka harus menyesuaikan dengan jadwal siaran program tertentu, terganggu dengan iklan, hingga rebutan remot. TV terkesan mencekoki mereka dengan selera TV dan menyeragamkan selera se-Nusantara. Hal ini membuat popularitas TV semakin turun di kalangan anak muda.Â
Mempopulerkan Televisi Kembali
Apakah karena pamor TV turun di kalangan anak muda, maka ada program migrasi TV analog ke TV Digital (selanjutnya penulis akan menyebutnya TVD)? Tidak sereceh itu, Fergusso. Roadmap TVD sudah lebih dari satu dasawarsa lalu dibuat. Tetapi memang, kampanye TVD Â beberapa tahun terakhir baru terasa marak di berbagai kalangan. Sejak tahun 2009 pula kampanye sudah mulai diadakan tetapi penulis baru menemukan bentuk kampanye yang greget tahun ini. Hal yang penulis tunggu sejak lama karena banyak permasalahan bisa selesai dengan siaran TVD. Â
Pirsawan TV analog yang memiliki TV tabung dengan antena  lama perlu membeli set top box (STB). Set box inilah yang nantinya akan menerjemahkan sinyal digital ke bentuk analog untuk dapat menyaksikan siaran tersebut. Dengan beralihnya TV analog ke TVD, manfaat yang sangat terasa adalah peningkatan kualitas gambar yang diterima. Tidak akan ada lagi cerita gambar bersemut atau suara kresek-kresek.Â
Tidak hanya masalah kualitas gambar dan suara yang dapat meningkat tajam, tetapi fungsi edukasi televisi akan sangat mampu terakomodir. Pada dasarnya migrasi teknologi analog ke digital tidak sekedar mengikuti perkembangan teknologi, melainkan lebih pada efisiensi penggunaan bandwith. Dengan TVD, stasiun TV dapat menyiarkan lebih banyak saluran di waktu yang sama. Maka jangan heran, jika nanti saluran akan sangat beragam dan tersegmentasi. Sebut saja saluran olah raga, anak-anak, edukasi, movie freak, berita, belanja, info cuaca dan bencana, travelling dan lain-lain. Tentu saja hal ini membuat orang tua akan lebih mudah memilihkan saluran yang pas untuk anak-anak. Hal ini juga akan membantu keluarga kurang mampu untuk menambah konten edukasi untuk anak-anak. Tidak hanya itu, bayangkan berapa banyak korban (baik jiwa, moril, maupun materiil) yang mampu selamat karena siaran cuaca dan bencana yang lebih awal. Singkatnya, banyak sekali hal yang kerap menjadi kritik untuk pelaku industri pertelevisian akan mampu tersolusikan.
TVD Membuka Pintu Kemana Saja
Dengan saluran yang tersegmentasi begini, TV akan menjadi pintu kemana saja, tidak hanya bagi pemirsa, tetapi bagi para konten kreator untuk semakin mengeksplorasi bidang-bidang yang selama ini belum tersentuh. Dengan konten yang maikn kaya, tentu kantong-kantong rizki akan makin terbuka bagi siapa saja yang hendak menjajal kemampuan di bidang broadcast. Dalam bayangan penulis, jurang tajam kasta aktor, artis, host, selebgram, tiktoker, youtuber akan perlahan surut. TV akan menjadi arena berkreasi yang sehat, saling menghargai dan mengintegrasi semua konten kreator.Â
Satu hal penting yang akan kita dapatkan adalah kecepatan internet yang bertambah dengan adanya sinyal 5G. Perlu diketahui bahwa sinyal TV analog ditransmisikan mirip dengan sinyal radio dimana video ditransmisikan dalam AM dan audio ditransmisikan dalam FM. Spektrum pita radio yang digunakan untuk TV analog juga untuk layanan internet. Tidak heran jika kecepatan internet di Indonesia lebih lambat jika dibanding negara lain. Sementara TVD ditransmisikan sebagai bit informasi seperti data komputer pada CD. Maka migrasi adalah sebuah keharusan untuk membuka peluang bagi seluruh lapisan masyarakat.
Dengan segala gambaran itu, tidak ada alasan lagi untuk menunda migrasi analog ke digital. Dengan peluang yang ditawarkan, sudah selayaknya kita merayakan kemerdekaan berkreasi dengan pintu kemana saja, dengan TV Digital.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H