Mohon tunggu...
Diday Tea
Diday Tea Mohon Tunggu... Teknisi - Pekerja Migran Indonesia, Penulis di Qatar.

Saya karyawan sebuah perusahaan petrokimia di Timur Tengah. Saya sangat menyukai topik-topik tentang edukasi, pengembangan otak, accelerated learning dan cognitive science. Saya juga hobi di fotografi. Sudah menulis lima buku solo di berbagai penerbit mayor.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Dialog Lima Belas Juta

3 Maret 2011   14:01 Diperbarui: 10 April 2022   18:59 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto One Peach Media

 

"Lima belas juta rupiah?" Pekik temanku dengan mata yang terbelalak sebesar-besarnya sampai terlihat hampir meninggalkan tempatnya, ketika aku bilang bahwa itu adalah nilai semua ratusan buku yang berbaris dan bertebaran di sekeliling kamarku. Aku beli semua buku itu selama bekerja hampir tujuh tahun. "Sayang banget , uang sebanyak itu kamu habiskan hanya untuk membeli buku- buku ini, buku kan tidak bisa dijual, dan kalau pun dijual nilainya ya seperti barang loakan!" Itu adalah komentar paling "lucu" menurutku sepanjang aku bekerja di sebuah kota industri. Dan mungkin, itu adalah pendapat sebagian besar orang yang memahami bahwa lebih baik membeli rumah, kendaraan, tanah, bahkan makanan daripada membeli buku. 

MEMBACA LEBIH CEPAT=BERPIKIR LEBIH CEPAT  

Alhamdulillah, sebelum mendapatkan ijazah kelulusan dari sebuah SMK di Bandung, aku sudah resmi menandatangani kontrak dengan sebuah perusahaan petrokikia di Cilegon. Tidak sehari pun waku dalam hidupku yang berstatus pengangguran setelah lulus dari sekolah. Hari Sabtu aku diwisuda, Seninnya aku sudah bekerja. Impianku waktu itu, aku ingin membeli semua buku yang aku inginkan sewaktu aku masih bersekolah. 

Karena waktu itu aku hanya mampu meminjam ke perpustakaan daerah Jawa Barat. Kurang sreg rasanya jika hanya meminjam, aku ingin bisa memiliki buku-buku tersebut. Incaran utamaku adalah Quantum Learning. Buku yang pernah kupinjam dari seorang adik kelas. Buku ini yang paing berkesan untukku karena memberi paradigma baru ke dalam diriku tentang proses pembelajaran. Lebih spesifik lagi, yang paling menarik minatku adalah Bab tentang Membaca Cepat. Itu Skill utama yang sampai sekarang aku miliki, yang dihasilkan dari membaca buku tersebut. 

Dan mimpi itu pun menjadi kenyataan. Ketika mudik pertama, hal yang pertama lakukan adalah langsung meluncur ke Palasari,dan membeli buku itu. Dan makin jatuh cintalah aku kepada buku-buku dengan tema yang berkaitan dengan proses pembelajaran, atau "belajar bagaimana belajar". Sejak itulah, aku rajin berburu buku-buku dengan tema sejenis Accelerated Learning, Otak Sejuta Giga Bite, Super Brain Power, Berpikir Ala Einstein, Revolusi Cara Belajar, The Sharper Mind, Imagine That, Master Your Memory, Use Both Side Of Your Brain, Use Your Brain, Beyond Teaching and Learning, dan buku-buku lainnya. 

Semua buku itu penuh dengan metode-metode untukmeningkatkan kecerdasan, untuk memudahkan proses belajar kita, dan segudang "how-to" lainnya. Tapi mungkin karena diriku kurang cerdas dan kurang pemahaman, yang benar- benar "menempel" sebagai sebuah kemampuan di dalam diriku hanya kemampuan membaca cepat. Sebelum aku mempelajari buku-buku tersebut, kecepatan membacaku (dengan berusaha membaca secepat mungkin) maksimal hanya 200-300 kata per menit. Tapi setelahnya, kecepatanku meningkat tajam sampai hampir 1400 kata per menit! 

Alhamdulillah, kecepatan membacaku bisa menutupi kelemahanku di dalam memahami pelajaran di sekolah dan kampus. Dengan membaca lebih cepat, otomatis aku pun bisa berpikir lebih cepat. Sehingga di dalam jangka waktu yang sama, aku mempunyai waktu lebih lama untuk bisa lebih memahami pelajaran. Yang paling terasa ketika ujian datang. Kecuali Kalkulus, Fisika, dan statistik, mata kuliah yang tidak memerlukan kecepatan membaca (dan memang aku mentok di dua mata kuliah itu), aku selalu dapat menyelesaikan soal- soal ujian jauh lebih cepat dari siswa/mahasiswa lain. 

Wajar saja kan, dengan kecepatan rata- rata orang biasa 200-300 kata per menit, aku melaju kencang dengan 1300 kata per menit. Dengan "meluangkan waktu" untuk memeriksa, memastikan dan mencocokkan jawaban dua kali saja, aku dipastikan bisa selesai dalam waktu sepertiga kali lebih cepat dibanding orang lain. Kemampuanku membaca cepat juga ternyata berpengaruh kepada kemampuan berbahasaku juga. 

Hobiku menonton film menjadi "penyumbang" terbesar kemampuan bahasa Inggrisku. Dulu, ketika masih membaca dengan "biasa" aku malas untuk mendengar percakapan para tokoh di film- film itu. Lebih baik fokus ke cerita dan menikmati serunya filem, cukup dilengkapi dengan teks bahasa Indonesia. Jika aku set teksnya ke Bahasa Inggris, pasti memerlukan waktu untuk membaca, menerjemahkah ke Bahasa Indonesia dan menghubungkan teks dengan cerita dalam filem tersebut. Ketika aku bisa membaca lebih cepat, ide cemerlang pun muncul. 

Proses "Membaca-Menerjemahkan-Menghubungkan" kini bisa berlangsung lebih cepat, karena aku bisa membaca teks jauh lebih cepat, menerjemahkan (berpikir) lebih cepat, dan menghubungkan teks dengan cerita di film tersebut jauh lebih cepat dan lebih cepat. Setelah itu proses menonton film pun menjadi sangat menyenangkan buatku, karena bisa mendapat hiburan sekaligus menambah kemampuan berbahasa Inggrisku. Alhamdulillah, walaupun tidak sampai sekelas penerjemah "asli", dan Tata Bahasa Inggris "resmi" tidak pernah aku kuasai, tapi aku bisa berkomunikasi dengan cukup lancar di bahasa yang sebagian besar siswa dan mahasiswa takuti ketika seklah dan kuliah dulu. 

Dan aku sempat dipercaya untuk menerjemahkan beberapa tulisan Gola Gong di blognya, walaupun sangat jauh dari dibilang bagus dan baik. Dan puncaknya, adalah momen di mana seorang temanku datang ke rumahku dan berlangsunglah "dialog lima belas juta", seperti di awal paragraf tulisan ini. 

BALIK MODAL PLUS UNTUNG BESAR 

Beberapa waktu setelah "dialog lima belas juta" itu berlangsung, aku mendapat panggilan untuk bekerja di luar negeri. Entah kenapa, ketika itu aku sangat yakin dan percaya untuk bisa diterima. Karena ketika itu aku sedang mengalami periode "puncak kesulitan finansial" di dalam hidupku. Hanya itu harapanku untuk bisasurvive. Sebelum test berlangsung, aku melakukan persiapan habis- habisan demi menghadapi test tersebut. Aku pergi ke warnet setiap hari untuk mengunduh materi- materi yang berhubungan dengan perusahaan yang memanggilku untuk test tulis di Jakarta. Ketika hari yang sangat mendebarkan di dalam hidupku itu tiba, aku pun meluncur ke TKP, eh, sebuah hotel di Jakarta. Sepanjang perjalanan, terus kuyakinkan diriku untuk yakn dan percaya diri bahwa aku bisa menembus persaingan yang sangat ketat, karena bakal ada puluhan orang yang menjadi sainganku. Dan ternyata benar, beberapa sainganku bahkan adalah kakak kelasku yang tujuh angkatan di atasku! Ada juga yang sudah menjadi supervisor di perusahaannya. Wah, harapanku semakin kecil nih. Dan satu hal lagi, aku paling muda diantara delapan puluh tiga peserta test yang datang hari itu. 

Dan Alhamdulillah, Subhanaloh, Allaahu Akbar! Ketika soal test dibagikan, sama sekali tidak ada test tentang hal-hal yang aku unduh dari internet, sama sekali tidak ada pertanyaan mengenai produkk perusahaan tersebut. Yang ada hanya soal- soal yang sangat dasar tentang kimia. Dan subyek lainnya, ini yang paling utama menurut perwakilan dari perusahaan tersebut adalah "The Learning Ability", test kemampuan belajar. Soal- soal yang lebih menyerupai Test IQ dibanding test masuk perusahaan, hanya ini diujikan dalam bahasa Inggris. Soal- soal yang memang bakal menjadi "makanan empuk" untuk kecepatan membaca dan kecepatan berpikirku. Dan benar saja, dari  satu jam yang diberikan oleh penguji, aku bisa menyelesaikannya hanya dalam waktu dua puluh menit! Alhamdulillah. 

Setelah melalui proses wawancara dan test medis, akhirnya aku pun ditawari kontrak kerja melalui email. Ketika aku membuka file kontrak kerja dan jumlah yang tertera di kontrak itu seketika mulutku ternganga selebar-lebarnya, dan membuat jantungku berdegup kencang bukan main, dan aku pun langsung bersimpuh sujud syukur kepada Yang Maha Kaya. 

Bagaimana tidak, ketika hitungan "juta" pun sudah terasa sangat besar, karena aku baru bekerja enam setengah tahun,masa kerja yang jauh lebih singkat dari para sainganku itu, aku ditawari kontrak kerja dengan jumlah lebih dari lima belas kali dari jumlah yang biasa kuterima. Tanpa pikir panjang, aku pun langsung menandatangani kontrak itu dan mengirimnya ke bagian rekrutment perusahaan tersebut. 

Seminggu sebelum aku terbang menuju negeri impian, aku bertemu dengan temanku di "dialog lima belas juta" itu, dan berbicara dengan yakin: "Mas, lima belas juta uangku yang kuhabiskan untuk membeli buku, dan mas bilang sia- sia, ternyata sekarang sudah balik modal, plus untungnya dikali beberapa puluh kali!" 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun