Lebih lanjut, seperti telah diketahui bersama, akibat pembersihan PKI, ratusan ribu nyawa rakyat Indonesia melayang akibat pembunuhan dan pembantaian oleh tentara. Mungkin ada perbantahan akan hal ini namun faktanya ada ribuan orang yang dituduh PKI, dicap PKI atau bahkan baru dicurigai PKI harus kehilangan nyawanya. Ribuan yang lain mesti diasingkan ke pulau Buru di Maluku sampai bertahun-tahun tanpa terlebih dahulu dapat membela diri. Itulah fakta sejarah bangsa Indonesia yang kelam yang sampai kini masih menyisahkan rasa dendam dan trauma yang sulit hilang. Namun, seiring waktu berlalu diharapkan luka-luka batin itu akan lekang dan hilang. Pembantaian dan pembersihan terhadap para anggota PKI, simpatisan, maupun orang-orang yang dicurigai sebagai PKI memang mengotori jalan sejarah Indonesia. Namun itulah fakta sejarah yang terjadi dimana seharusnya kenangan buruk ini menjadi pengalaman penting bagi kita semua.
Kini, 52 tahun berlalu setelah peristiwa berdarah itu terjadi, tatkala tatanan politik dunia sudah berubah jauh dan ideologi komunis secara umum hampir menjadi sejarah, kita bangsa Indonesia masih saja terjebak dalam lubang kebodohan karena gampang dipengaruhi dan cepat termakan isu-isu murahan tentang hantu PKI. Jika memandang kondisi global dewasa ini, ideologi komunis sudah kehilangan popularitasnya. Masyarakat dunia tidak tertarik dengan komunisme yang sentralistik, anti demokrasi, bersistem ekonomi terpusat dan tertutup dan pembatasan-pembatasan atau pengekangan terhadap kebebasan. Tengoklah Cina dan Kuba yang secara perlahan membuka diri dan pada gilirannya mulai berkembang. Bahkan Cina saat ini telah bangkit sebagai kekuatan ekonomi dan militer baru yang sangat berpengaruh. Cina berkembang dengan sangat pesat manakala mulai membuka diri.
Pertarungan politik domestik Indonesia yang cenderung berkompetisi secara tidak fair telah mendapatkan komoditi politik yang cukup yahud denga isu hantu PKI yang menakutkan. Sungguh menyedihkan dan memuakkan bagaimana ingatan kita dipenuhi oleh berita-berita palsu (hoax) yang memojokkan presiden Jokowi dengan mengkait-kaitkan beliau dengan PKI. Selain itu, sempat ada gerakan yang membuat heboh dimana para korban akibat pembersihan AD terhadap PKI dulu berkeinginan agar negara meminta maaf secara resmi kepada mereka atas pertimbangan hak asasi mereka yang telah dilanggar.
Lha, kalau itu yang terjadi maka kepada siapa keluarga para jenderal yang sudah dibantai secara keji akan meminta pertanggung jawaban? Kepada siapa keluarga para kyai dan alim ulama yang telah dibunuh oleh PKI dulu menuntut permohonan maaf? Bagaimana mungkin itu terjadi sedangkan PKI sudah lama tamat riwayatnya sebagai partai politik? Bukankah tuntutan-tuntutan seperti itu adalah hal yang tidak masuk akal?
Disinilah kita sebagai anak bangsa Indonesia mesti mawas diri dan waspada. sebenarnya, hal-hal ini hanyalah strategi politik sekelompok orang yang mengambil keuntungan untuk memojokkan pemerintah dan TNI AD dengan tujuan melemahkan persatuan dan kesatuan kita bangsa Indonesia. PKI adalah hantu yang sengaja diciptakan karena komunisme tidak lagi menjadi ancaman global. Jika PKI benar-benar bangkit maka akan berhadapan dengan TNI maupun kekuatan-kekuatan domestik dan kekuatan besar Amerika yang sangat anti komunis.
Ada segolongan orang yang rindu akan kekuasaan namun tidak bernyali untuk bertarung secara adil dalam pemilu yang sah. Kalkulasi politik mereka memberikan kesimpulan bahwa posisi mereka lemah bila memainkan bidak-bidaknya diatas papan catur politik yang ada saat ini. Untuk itulah berbagai cara dihalalkan oleh orang-orang golongan ini. Mereka inilah hantu PKI itu sendiri. Mereka berusaha mempolitisasi fakta-fakta sejarah dengan memutarbalikan sekehendak mereka. Bahayanya, banyak generasi muda saat ini, generasi milenial, yang kurang pemahaman dan pengetahuannya akan fakta-fakta sejarah yang benar sehingga sangat rentan termakan isu mengenai peristiwa kudeta gagal PKI di tahun 1965. Generasi inilah yang disasar oleh golongan-golongan yang memiliki agenda politik tertentu untuk dibohongi.
Fakta sejarah dikaburkan dan dibuat sumir. Pihak yang menjadi korban digambarkan sebagai pihak yang melakukan kekejaman dan sebaliknya, pihak yang melakukan pemberontakkan digambarkan sebagai pihak yang dianiaya. Semua ini dilakukan hanya untuk kepentingan politik jangka pendek yang mengabaikan persatuan dan kesatuan bangsa. Politisasi sejarah bangsa akan membawa kita semua ke dalam polemik berkepanjangan yang berdampak buruk. Bila masyarakat terpancing emosinya dengan isu politisasi sejarah G30S/PKI ini maka akan terjadi gangguan keamanan dan ketidakstabilan politik yang pada gilirannya mempengaruhi perekonomian dan proses pembangunan. Ujung-ujungnya, berita-berita hoax akan bertebaran dan pemerintah yang dipersalahkan. Sunggung, suatu permainan politik yang kejam.
Untuk itu, marilah kembali kepada fakta sejarah bahwa para Jenderal AD sudah gugur membela kesaktian Pancasila, dasar negara Indonesia. Kembalilah kepada fakta bahwa kekejaman pembantaian para Jenderal AD dibalas dengan pembantaian ratusan ribu rakyat Indonesia sebagai upaya pembersihan PKI. Kembalilah kepada fakta bahwa kita bangsa Indonesialah yang menderita. Kembalilah kepada fakta sejarah bahwa pada tanggal 30 September 1965 telah terjadi prahara dan pengkhianatan terhadap negara Pancasila yang berdarah-darah. Itulah yang sebenarnya terjadi, bukan yang dipolitisasi.
AXL
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H