Di Indonesia pohon ulin secara alami hanya terdapat di Sumatera dan Kalimantan. Sampai saat ini penebangan pohon ulin secara tidak terkendali masih saja berlangsung, yang apabila dibiarkan akan mengakibatkan kepunahan, di lain pihak masih banyak hal yang perlu dikaji dan diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ulin memiliki keragaman morfologi yang sangat tinggi, baik berdasarkan sifat-sifat vegetatif maupun sifat generatif . Potensi ulin sebagai pohon induk di alam tergolong rendah, yakni berkisar antara 22,11% hingga 32,30% dari populasi yang ada.
Nama lain dari pohon ulin adalah pohon kayu besi. Sebenarnya, pohon ulin adalah salah satu pohon yang terkenal dari hutan Kalimantan Timur dengan ciri kayu yang keras dan kuat, warna gelap, dan tahan terhadap air laut. Tinggi pohon ulin mencapai 50 meter dengan diameter hingga 120 cm.Â
Selain itu, pohon ini banyak ditemukan di dataran rendah. Kayu Ulin atau biasa disebut kayu besi adalah salah satu kayu yang terkenal dan terkuat di habitatnya hutan Kalimantan. Ada berbagai nama untuk pohon ini disetiap daerah antara lain bulian, bulian rambai, onglen (Sumatera Selatan), belian, tabulin, telian, tulian dan ulin (Kalimantan) (Abdurachman, 2011).
Sementara itu, proses pemuliaan alami di hutan bekas tebangan umumnya kurang berjalan dengan baik. Perkecambahan biji ulin membutuhkan waktu cukup lama sekitar 6-12 bulan dengan persentase keberhasilan relatif rendah. Apalagi, produksi buah tiap pohon umumnya juga sedikit. Biji ulin lebih suka ditiriskan baik tanah, tanah liat berpasir ke tanah liat, kadang-kadang batu kapur.
Martawijaya et al. menyatakan bahwa kayu ulin sangat kuat dan awet, dengan kelas kuat I dan kelas awet I, berat jenis 1,04. Kayu ulin tahan akan serangan rayap dan serangga penggerek batang, tahan akan perubahan kelembaban dan suhu serta tahan pula terhadap air laut. Karena ketahanannya tersebut maka wajar jika dikatakan kayu ulin, kayu sepanjang masa dan kayu primadona. Kayu ini sangat sukar dipaku dan digergaji tetapi mudah dibelah.
Nama pohon ulin melejit seiring dengan berkembangnya fungisnya. Belakangan ini, pohon ini sudah sulit ditemukan, bahkan di habitat aslinya, Kalimantan. Penambangan kayu ulin yang ekstensif di masa lalu membuat pohon tersebut punah dan tidak lagi dapat ditemukan di berbagai negara, dan kini pohon tersebut menjadi tanaman yang dilindungi di negara tersebut. Perdagangan dan penggunaannya diawasi secara ketat oleh pemerintah.
Pada awal 1900-an, kayu ulin ditemukan di Sumatera, Bangka, Belitung, Kalimantan, Sulu, Sabah, Sarawak dan Palawan di Filipina di Asia Tenggara. Kini, hanya satu atau dua pohon yang menghuni Sumatera bagian tengah dan selatan, seperti Musi, Banyuasin, Jambi, dan Indragiri. Meski relatif besar, hutan kayu ulin Kalimantan semakin mengecil. Kini, hanya taman nasional seperti Taman Nasional Kutai dan Taman Nasional Tanjung Puting serta Kebun Raya Lempakai yang melindunginya.
Biasanya, di hutan dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian 400 m, pohon biasa tingginya antara 30-35 m dan diameter 60-80 cm. Pohon ini tumbuh secara sporadis di hutan alam yang didominasi oleh Dipterocarpaceae. Terkadang pohon ini tumbuh berkelompok, seringkali menyendiri di antara jenis pohon lainnya.Â
Ciri utama kayu ulin adalah batangnya lurus dengan penopang yang tidak tumbuh melingkar. Kulit pohon ulin juga halus dan berwarna kuning atau abu-abu muda. Ulin akan berubah menjadi hitam jika direndam dalam air dalam waktu lama. Kayunya bertekstur kasar, keras tidak sedap dipandang, dan berbau harum.
Pohon yang tidak memiliki banyak cabang ini memperbanyak diri dengan buah dan biji. Ulin tumbuh dengan mudah dan baik di tanah yang menyerap air, biasanya ditemukan di tanah berpasir. Meski lebih menyukai udara lembab, kayu ulin bisa tumbuh di lokasi yang kering. Kayu ulin tidak membutuhkan banyak cahaya sampai berumur 3 tahun. Setelah itu, cahaya dibutuhkan sedikit demi sedikit sampai penuh.
Ulin atau juga dikenal dengan bulian atau kayu ulin adalah pohon berkayu khas Kalimantan. Kayu ulin terutama dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, seperti dalam pembangunan rumah, jembatan, tiang listrik dan kapal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H