Memes adalah fenomena internet, ia digemari oleh beragam usia dan humor yang ada di dalamnya adalah sindiran tajam bagi mereka yang memahaminya.
Sumber : https://www.techsmith.com/blog/how-to-make-a-meme/
Pandemi COVID-19 telah mengubah banyak aspek dari rutinitas kita selama setahun belakangan ini. Akibat pandemi mengharuskan kita semua untuk mengurangi mobilisasi di luar rumah dan mengoptimalkan penggunaan teknologi khususnya penggunaan internet. Menurut survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) menunjukkan, jumlah pengguna internet Indonesia naik 8,9% per kuartal II 2020[1].
Pertumbuhan pengguna internet di Indonesia berbanding lurus dengan penggunaan media sosial di Indonesia, terlihat dalam survei yang dilakukan Facebook bersama YouGov, menunjukkan lebih dari 140 juta orang yang tinggal di Indonesia bergabung dengan grup yang aktif selama sebulan terakhir[2]. Pengurangan aktivitas di luar rumah akibat peraturan pemerintah menjadikan aktivitas dunia maya semakin besar dan sering diakses.
Salah satu bentuk interaksi yang populer dilakukan masyarakat melalui media sosial adalah Memes. Hampir semua orang di Internet pasti akan mmengetahui apa itu memes, Memes (dibaca mims) menurut Rahmi (2017:17) diperkenalkan oleh Richard Dawkins seorang ahli biologi, melalui bukunya The Selfish Gene pada tahun 1976. Kata meme berasal dari bahasa Yunani "mimeme" (sesuatu yang menyerupai/menirukan)[3].
Sebagaimana fenomena internet lainnya terdapat banyak versi mengenai awal mula dan definisi perkembangan meme di dunia, Limor Shifman dalam bukunya Memes in digital Culture (2014 : 61) mengembangkan istilah meme menjadi internet memes, sebagai sebuah kiriman modern berupa “cerita rakyat” yang dibangun bersama norma dan nilai-nilai melalui artefak budaya modern seperti photoshopped images ataupun urban legends. Namun penulis mengambil kesimpulan bahwa meme adalah istilah bagi sebuah gambar, teks, video atau gabungan diantaranya yang memiliki makna lucu, sindiran, informatif, dan sosial politik yang disebarluaskan oleh netizen di seluruh dunia.
Menurut Grundlingh dalam Rahmi (2017:3), sebuah meme dapat dibuat kembali dengan tujuan yang berbeda dan dapat berspekulasi tentang cara yang memungkinkannya sesuai dengan tindakan tutur dalam waktu yang berbeda. Dapat dikatakan sebuah meme yang sama dapat memiliki makna yang berbeda sesuai dengan tujuan dan konteks yang ingin dibuat pembuatnya.
Dalam bukunya, Wendy Griswold (2012:73) menyatakan bahwa kebudayaan merupakan produk kolektif. Budaya dikatakan sebagai hasil dari sekelompok masyarakat yang diteruskan antar generasi. Dalam hal ini meme merupakan sebuah produk budaya dari masyarakat internet. Sekumpulan orang dalam sebuah komunitas internet saling berbagi meme mengenai suatu fenomena, lalu dibagikan kepada teman-teman mereka di luar komunitas tersebut sehingga meme itu menjadi semakin tersebar luas ke berbagai daerah bahkan hingga mendunia.
Dalam memandang meme dapat menggunakan berbagai perspektif, mengingat meme sebagai hasil produksi kebudayaan modern masa kini. Dalam hal ini penulis menggunakan perspektif Ferdinand de Saussure untuk menganalisa lebih mendalam mengenai meme yang banyak beredar di internet terlebih masa pandemi seperti ini. Saussure dalam Storey (2018) membagi bahasa menjadi dua bagian komponen. Ketika seseorang menulis kata kucing, secara harafriah, ia membuat tulisan kucing, tetapi juga memunculkan citra mental seekor kucing, yaitu makhluk kecil berkaki empat, berbulu dan mengeong. Ia menyebut yang pertama sebagai 'penanda', dan citra batin yang muncul sebagai 'petanda'.
Meme sendiri saat ini bukan hanya berfungsi sebagai lelucon, melainkan sebagai langkah baru dalam memberikan kritik atas fenomena sosial yang terjadi. Salah satu contohnya adalah ketika terkuaknya kasus penggelapan dana Bansos pemerintah yang dilakukan oleh Menteri Sosial yang menjabat saat itu, Juliari Batubara.
Dalam kasus tersebut, ia memungut biaya "komitmen pembayaran" dari para vendor untuk memenangkan tender dalam program Bansos pemerintah sebesar Rp. 10.000,- per paketnya di seluruh Indonesia. Masyarakat, alih-alih menghujat tindakan tercela tersebut justru memparodikan tindakannya dalam berbagai meme seperti di bawah ini dikutip dari berbagai sumber.
Dengan lensa petanda, kita melihat bahwa postur beliau agak mendunduk menunjukkan ia menghormati orang yang ada di depannya sebelum memberikan Bansos pada ibu tersebut. Seolah terlihat seorang Menteri yang rela turun langsung untuk membagikan bantuan pada rakyatnya namun ternyata ia tidak semurah hati itu dalam memberi. Teks yang ada memberikan kesan lucu sekaligus miris mengingat masa serba sulit saat ini dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk memperoleh keuntungan lebih bagi diri mereka sendiri.
Tidak hanya itu saja, fenomena meme juga tersebar seantero jagat maya khususnya di Indonesia dalam menyindir berbagai pihak yang dianggap tidak sejalan dengan hati nurani rakyat. Di masa kini, meme bahkan terbentuk hanya berupa sekumpulan akronim dari dialog tokoh terkenal. Contohnya, muncul meme yang ditujukan pada Alm. Presiden Soeharto yaitu meme KKTBSS atau “Kenapa Kamu Tanya Begitu? Siapa yang Suruh?”.
Konteks dari meme ini ketika seorang anak kecil bertanya kepada Alm. Soeharto mengenai alasan mengapa presiden di Indonesia (pada masa itu) hanya 1 orang, kemudian Alm. Soeharto menjawab “Kenapa kamu tanya begitu? Siapa yang suruh? Apa karena hanya ingin tahu saja?” sembari diiringi gelak tawa orang-orang di sektiarnya. Meme ini dengan jelas menyindir jejak hitam Presiden Soeharto yang sempat menerapkan politik monopolistik selama 32 tahun bertahta.
Dibalik setiap meme yang bertebaran di Internet, seluruhnya memiliki makna-makna tersembunyi yang ada di baliknya. Sebuah meme hakikatnya sebagai hiburan dalam memandang suatu hal, namun ia dapat disisipi pesan-pesan intrinsik berupa sindiran, informatif, ataupun kritik terhadap fenomena sosial yang tengah terjadi di masyarakat. Ia dibuat, diterima dan diteruskan pada masyarakat internet dan tersebar luas hingga ke seluruh dunia.
DAFTAR REFERENSI
Buku
Griswold, Wendy. 2012. Cultures and Societies in a Changing World. Sage, 2012.
Storey, John. (2018). Cultural Theory and Popular Culture. An Introduction." University of Sunderland.—282 p.
Shifman, L. (2014). Memes in digital culture. MIT press. https://books.google.com/books?id=cZI9AQAAQBAJ&pg=PA37&hl=id&source=gbs_toc_r&cad=3#v=onepage&q&f=false
Jurnal Daring
Dewi, R. S. (2017). ‘MEME’ SEBAGAI SEBUAH PESAN DAN BENTUK HIPERREALITAS DI MEDIA SOSIAL. Jurnal Ilmu Komunikasi-MediaKom, 1(1). Diakses pada 4 Juli 2021
MAHENDRA PUTRA, I Kadek Agus; ISNU MAHARANI, Sang Ayu. Semiotic Analysis of Four Popular “Memes” in Memecenter.com. Humanis, [S.l.], v. 19, n. 1, mar. 2017. ISSN 2302-920X. Available at: . Diakses pada 4 Juli 2021.
Christopher Lehman , Nicholas J. Rowland & Jeffrey A. Knapp (2016) Memes in Digital Culture, edited by Limor Shifman. Cambridge, MA: MIT Press, 2014. x + 200pp. $15.95 paper. ISBN 9780262525435 (paper)., The Information Society, 32:2, 162-163, DOI: 10.1080/01972243.2016.1130504. Diakses pada 4 Juli 2021
Puteri, Nova Rachmawati, and Adi Bayu Mahadian. "ISU SOSIAL DALAM BENTUK INTERNET MEME MENJELANG PEMILIHAN PRESIDEN 2019 (Analisis Konten pada Meme Gambar dalam Instagram@ memecomic. id)." Scriptura 9.1 (2019): 1-8.
Murfianti, F. (2018). MEME DI ERA DIGITAL DAN BUDAYA SIBER. https://sci-hub.do/http://repository.isi-ska.ac.id/id/eprint/3359
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI