Mohon tunggu...
Dicky Firmansyah
Dicky Firmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Bisnis Manajemen Syariah Institut Tazkia

Repetition is the mother of perfection.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Membangun Profesionalisme Nazhir Berbasis Kompetensi dan Pendidikan Karakter

22 Oktober 2019   21:54 Diperbarui: 22 Oktober 2019   22:00 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara mengenai pengelolaan wakaf di Indonesia, tidak lepas dari peran Nazhir dalam mengelola, memelihara, menjaga dan mengembangkan harta wakaf. Nazhir adalah orang atau sekelompok orang yang bertanggungjawab untuk mengurusi, mengelola, menjaga dan mengembangkan harta wakaf.

Nazhir sebagai pihak yang bertugas mengurusi wakaf mempunyai kedudukan yang penting dalam perwakafan. Artinya posisi Nazhir di sini menjadi hal yang sangat sentral walaupun Ulama tidak mencantumkan Nazhir sebagai salah satu rukun wakaf. Walaupun demikian, tercapainya tujuan wakaf tergantung dari Nazhir itu sendiri. Untuk itulah profesionalisme Nazhir dalam hal ini sangat dibutuhkan.

Secara umum, syarat-syarat untuk Nazhir yaitu beragama Islam, mukallaf (cakap hukum), baligh (dewasa), berakal sehat, memiliki kemampuan dalam mengelola wakaf, memiliki sifat amanah, jujur, dan adil. Namun persyaratan di atas hanya sebagian kecil dari persyaratan yang harus dimiliki seorang Nazhir, ada beberapa persyaratan lain yang harus dimiliki untuk menjadi Nazhir yang professional.

Menurut Edi Sudewo, CEO Dompet Dhuafa Republika periode 2000-2010, syarat-syarat menjadi Nazhir profesional setidaknya dijabarkan dalam poin-poin berikut, yaitu :

Syarat Moral

  • Paham hukum perwakafan, baik tinjauan syariah maupun perundang-undangan
  • Jujur, amanah, adil dan ihsan sehingga dipercaya dalam proses pengelolaan wakaf
  • Tahan godaan, terutama menyangkut perkembangan usaha
  • Sungguh-sungguh dan suka tantangan
  • Cerdas emosional dan spiritual

Syarat Manajemen

  • Kapasitas dan kapabilitas dalam leadership
  • Visioner
  • Cerdas inteletual, sosial, dan pemberdayaan
  • Profesional dlaam mengelola harta

Syarat Bisnis

  • Keinginan kuat
  • Punya pengalaman
  • Memiliki jiwa entrepreuner

Selain persyaratan di atas, menurut Asep Irawan CEO Sinergi Foundation, ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki Nazhir, yaitu :

  • Ilmu Marketing
  • Analisis Bisnis
  • Manajemen risiko
  • Kemampuan membuat program berkelanjutan
  • Manajemen keuangan yang baik

Syarat-syarat di atas menunjukan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh nazhir wakaf. Dengan demikian diharapkan nazhir mampu dalam mengelola wakaf dengan baik maka keberhasilan wakaf dan manfaatnya akan dirasakan dengan optimal. 

Ilmu pemasaran (marketing) di sini bukan dilihat dari segi komersial, namun lebih kepada bagaimana Nazhir mampu memberikan informasi yang benar akurat dan lengkap kpeada wakfi maupun calon wakif yang akan mewakafkan hartanya. melalui strategi pemasaran yang Nazhir miliki, maka tidak menutup kemungkinan jika kedepannya para masyarakat khususnya Indonesia akan lebih tertarik dengan program-program pemberdayaan yang Nazhir tawarkan sehingga menambah jumlah wakif di Indonesia.

Salah satu tujuan wakaf adalah manfaatnya dapat dirasakan oleh banyak masyarakat dan asetnya dapat terus terjaga. Untuk itu, salah satu kompetensi dalam hal ini yang harus dimiliki seorang nazhir profesional adalah kemampuan analisis bisnis yang baik. Ketika nazhir mampu menganalisis bisnis, harta wakaf dapat diproduktifkan melalui bidang bisnis yang menghasilkan profit tinggi dan minim akan risiko. Artinya, dengan profit yang tinggi tersebut, nazhir dapat menyalurkan kepada lebih banyak mauquf alaih. Sehingga wakaf tersebut menjadi sangat produktif.

Di dalam manajemen resiko memuat beberapa hal untuk dipelajari termasuk akibat yang akan terjadi dimasa depan pada pengelolaan wakaf. Apabila resiko tidak diantisipasi maka dapat menyebabkan kerugian dan bahkan akan mengakibatkan kehilangan asset wakaf. Oleh karena nya penting dilakukan terkait manajemen resiko pada lpengelolaan wakaf agar terhindar dari sesuatu yang tidak diinginkan baik saat pengelolaan maupun di masa yang akan datang. Manajemen risiko masuk ke dalam poin penting dalam Waqf Core Principle yang diinisiasi oleh Badan Wakaf Indonesia, BI dan Islamic Development Bank tahuun 2018 lalu.

Kemampuan membuat program berkelanjutan menjadi salah satu kompetensi yang harus dimiliki nazhir profesional. Bukan saja program yang bersifat charity namun program yang memiliki jangka waktu lama. Itulah inti dari wakaf yang produktif.

Manajemen keuangan harus dimiliki oleh nazhir sebagai kompetensi dasar yang harus dimiliki. Hal ini termasuk ke dalam asas profesionalisme manajemen di mana terdapat butir transparansi dan accountability Ketika Nazhir mampu mengatur keuangan harta wakaf dengan baik, maka akan berpengaruh terhadap keputusan-keputusan yang akan diambil kedepannya secara bijak.

Selain kompetensi yang harus nazhir miliki, ternyata ada hal lain yang juga penting untuk nazhir. yaitu karakter yang baik. Karakter yang baik menjadi hal penting kedua yang harus dimiliki oleh nazhir. Kita sudah sering melihat suatu lembaga usaha yang sering mengadakan training skill namun mengesampingkan pendidikan karakter. Sehingga akibatnya walaupun SDM handal dalam mengelola usaha, tapi karena karakter yang buruk mengakibatkan terjadinya tindakan penyimpangan seperti markup anggaran, korupsi, dan sebagainya. Bagaimana jikalau hal tersebut terjadi kepada nazhir wakaf?. Jikalau hal ini terjadi, maka pengelolaan wakaf tidak akan menghasilkan secara maksimal.

Berdasarkan hasil laporan yang diambil dari World Bank Group, INCEIF, and ISRA Report yang terbit pada Mei 2019 lalu, sifat kredibilitas atau sifat amanah menjadi tantangan pertama pada nazhir wakaf di Malaysia. Maka dari itu, diperlukan sekali nazhir-nazhir yang profesional, yakni nazhir yang punya kemampuan handal dan karakter yang baik. Artinya dalam hal ini nazhir membutuhkan keduanya sekalgus dalam pelaksanaan pengelolaan wakaf. Jikalau kita kembali ke sejarah, terdpat sosok leader profesional dalam segala bidang yang dapat dijadikan contoh dalam hal pengelolaan, pemeliharaan, dan pengembangan wakaf. Teladan tersebut sesungguhnya terdapat pada diri Rasulullah SAW.

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu uswatun hasanah (suri teladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."(QS. Al-Ahzaab: 21)

Muhammad Syafii Antonio dalam bukunya Prophetic Leadership Management memberikan suatu solusi dalam membangun SDM yang baik dari sisi karakter. Sebuah usulan konsep dasar (fundamental) yang menjadi pondasi pengembangan profesionalisme melalui internalisasi sifat-sifat Rasulullah SAW yang dapat digunakan sebagai konsep pendidikan karakter untuk nazhir.

Keempat sifat yakni kejujuran (shiddiq), tanggung jawab (amanah), komunikatif (tabligh), dan sikap cerdas (fathanah) dikolaborasi secara komprehensif dan integral berbasis suri tauladan Rasulullah SAW. Ketika diterapkan kepada diri nazhir diyakini dapat menjadi dasar terbentuknya nazhir profesional yang handal dari segi kemampuan dan baik dari segi karakter

Menurut Muhammad Syafii Antonio, prinsip shiddiq mengacu pada integritas yang menghasilkan keunggulan pribadi. Sifat shiddiq dapat diimplementasikan melalui nilai-nilai yaitu : tauhid, jujur, sabar, dan berorientasi halal.

Kejujuran ini menjadi salah satu dasar yang paling penting yang harus dimiliki untuk membangun profesionalisme nazhir. Seorang nazhir yang jujur dan memiliki integritas tinggi akan menciptakan rasa kepercayaan masyarakat dalam berwakaf. Sebaliknya ketidakjujuran nazhir akan berdampak pada hilangnya rasa trust kepada lembaga wakaf yang menyebabkan berkurangnya pendapatan terhadap wakaf. Kejujuran ini juga akan menciptakan rasa kepercayaan antar sesama nazhir sehingga menjauhkan dari sifat suuzhon (prasangka buruk).

Sifat kedua yang harus dimiliki adalah tanggung jawab (amanah). Sikap tanggung jawab juga merupakan sifat yang sangat diperlukan untuk membangun profesionalisme nazhir. Suatu perusahaan/organisasi/ lembaga apapun pasti akan kacau bila orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak amanah. Sifat tanggung jawab yang hilang dalam diri nazhir menjadi problematika yang serius untuk diselesaikan. Karena salah satu aspek keberhasilan wakaf adalah rasa percaya wakif itu sendiri kepada nazhir. Prinsip-prinsip amanah mengacu pada nilai-nilai yaitu keadilan, memenuhi komitmen, keandalan, transparansi, kemerdekaan, akuntabilitas, dan tanggung Jawab.

Sifat selanjutnya adalah komunikatif (tabligh). Salah satu ciri nazhir profesional adalah sikap komunikatif. Dengan sifat komunikatif ini nazhir mampu menyampaikan gagasan dan pemikirannya serta mampu meyakinkan para wakif potensial agar mewakafkan dananya untuk dikelola nazhir. Prinsip-prinsip tabligh mengacu pada nilai-nilai yaitu komunikasi yang efektif, kerjasama tim, memotivasi dan menginspirasi, peduli dan welas asih, memimpin dengan memberi contoh.

Sikap cerdas (fathonah). Nazhir yang profesional pastinya memiliki sikap cerdas. Dengan kecerdasannya seorang nazhir nantinya akan dapat melihat dan menangkap peluang dengan cepat dan tepat. Mengemukakan ide-ide kreatif dan inovatif sehingga bisa melambungkan pengembangan wakaf untuk mencapai dampak yang lebih optimal. Sifat cerdas ini dapat diturunkan menjadi beberapa indikator, yaitu pemahaman ilmu pengetahuan, problem solving, kemampuan marketing, analisa bisnis, manajemen resiko, dan keahlian di bidang pengelolaan wakaf produktif. Prinsip-prinsip fathonah merujuk pada nilai-nilai yaitu profesionalisme, kualitas, kompetensi, tawakkal, musyawarah.

Pengabungan kompetensi dan karakter yang baik demi menciptakan nazhir yang professional merupakan suatu keniscayaan. Kompetensi dan karakter yang baik sudah semestinya ada dalam diri siapa saja tak terkeculi nazhir. Apalagi dalam hal ini nazhir bertugas sebagai pemegang amanah para wakif yang akan dipertanggungjawabkan tidak hanya di dunia bahkan di akhirat. Kompetensi dan karakter yang baik jikalau bergabung menjadi satu kesatuan yang utuh akan menciptakan Nazhir profesioanl yang dapat mengelola dan mengembangkan wakaf secara optimal. Merupakan suatu keniscayaan yang bisa terjadi jikalau nazhir/ lembaga wakaf bersinergi dalam hal pelatihan pendidikan, dan pembinaan untuk mencapai calon-calon nazhir professional yang memiliki kompetensi dan karakter yang baik.

Pada akhirnya, kunci keberhasilan pengelolaan wakaf terletak pada eksistensi nazhir. Wakaf yang dikelola oleh nazhir profesional, akan menjadi instrument potensial yang berguna dalam menyokong serta memperkokoh perekonomian umat. Maju mundurnya wakaf sangat ditentukan oleh kualitas manajemen nazhir dalam pengelolaan wakaf. Dengan diterapkannya  konsep Character Based Competence diharapkan menjadi awal keberhasilan wakaf di Indonesia seperti halnya keberhasilan wakaf yang terjadi pada masa rosulullah SAW dan para sahabatnya.

Terimakasih kepada : bimasislam.kemenag.go.id dan literasizakatwakaf.com 

Daftar Pustaka

Antonio, Muhammad Syafii. 2009. Muhammad SAW The Super Leader Super Manager. Jakarta Selatan. Tazkia Publishing

Fiqih Wakaf. Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf tahun 2003

Strategi Pemberdayaan Wakaf Tunai di Indonesia. Direktorat Pemberdayaan Wakaf tahun 2008

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun