Mohon tunggu...
Dicky Du
Dicky Du Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Hidup dan Kehidupan Manusia yang Nyata

4 Maret 2018   01:53 Diperbarui: 4 Maret 2018   01:58 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Unsur-unsur hakikat pribadi manusia, sebagai makhluk Tuhan, sebagai makhluk bebas dan otonom, makhluk yang berjiwa dan berbadan, makhluk individu dan makhluk sosial, bukan sekedar Unsur-unsur mati, melainkan potensi yang selalu bergerak dinamis ke arah suatu tujuan yang sama dalam perbedaan segala kepentingan. Jadi, masing-masing unsur itu mempunyai kepentingan (bahkan tujuan) sendiri-sendiri yang berbeda - beda. Pemenuhan kepentingan yang berbeda-beda itu berjalan di dalam ruang dan waktu tertentu, sehingga tidak aneh jika sering terjadi benturan dan saling berebut prioritas. Oleh sebab itu, kesemrautan (complexities) layak sering terjadi. 

Telah digambarkan di atas bahwa keberadaan setiap unsur hakikat pribadi manusia itu selalu berada dalam ketegangan, yaitu pertentangan antara satu dengan yang lain. Keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan bertentangan secara mutlak dengan keberadaannya sebagai makhluk otonom yang bebas lepas dari Tuhan. 

Sedangkan keberadaan kejiwaannya berhadap-hadapan dengan wujud badannya. Makhluk individu yang otonom dan berjiwa bebas juga berada secara paradoks dengan kecenderungan sosialnya. Tiap-tiap unsur itu ternyata mempunyai kebutuhan dan kepentingan yang harus dipenuhi dengan tanpa pilih kasih. Dalam praktiknya, prioritas pemenuhannya adalah suatu cara yang mau tidak mau harus dilakukan. 

Karena tidaklah mungkin dua kepentingan yang sama diselenggarakan dalam ruang dan waktu yang bersamaan. Mana yang mendesak harus didahulukan, sehingga harmonisasi pemenuhan kepentingan yang di idealkan itu hanya bisa ada dalam angan-angan belaka. Atau maksimum jika suatu kepentingan itu tercapai, maka kepentingan yang lain ikut diartikan dan tercapai secara implisit. Apakah memang harus demikian?  Adakah suatu kepentingan itu di dalam dirinya sendiri mengandung kepentingan lain? 

Apa makna "si kaya memberi si miskin"?  Dalam keadaan demikian, si Kaya merasa telah melakukan perbuatan sosial tertentu, sehingga kedudukan dirinya sebagai individu yang kaya jelas. Hal ini yang memengaruhi terwujudnya seuntai senyum di bibirnya yang merupakan penjelmaan kondisi jiwanya, sehingga dengan demikian ia berarti telah berdiri sebagai makhluk tuhan yang mempunyai otonomi dan kekuasaan. Tetapi, apakah selalu berarti seperti itu? 

Ternyata tidak. Bahkan bisa berarti sebaliknya. Memberi kepada si miskin, bahkan bisa membuat keberadaan si kaya dan si miskin itu tetap adanya. Hal ini jelas merupakan sumber kegelisahan sosial  yang mengancam kedudukan dirinya sebagai individu, dan jelas pula bertentangan dengan kehendak Tuhan. 

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kedepannya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun