Mohon tunggu...
Dicky Zulkifly
Dicky Zulkifly Mohon Tunggu... Jurnalis -

Aku hanya seorang pembelajar, yang tidak tahu apa-apa. Tugasku mengetahui banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mengajak Desa Berlari

28 Agustus 2015   03:12 Diperbarui: 28 Agustus 2015   03:12 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk sementara waktu semuanya masih menutup mata. Akibatnya, kelompok muda kita masih dijadikan komoditas politik yang dicekoki dengan nuansa pragmatisme.

Penulis beranggapan, jika kelompok muda ini mampu bangkit, sudah bukan lagi menjadi hal yang bersifat tabu jika membahas wilayah kepemimpinan adalah cerminan kaum muda.

Mengapa penulis terkesan mengesampingkan kelompok sepuh, yang semestinya mendapat penghormatan lebih besar. Jika premisnya, pemimpin yang berlatar belakang dan jebolan kelompok sepuh tidak bisa menjawab tatangan dengan pemikiran kesepuhannya, maka jelas ada yang salah di sini. 

Jangan-jangan, kata sepuh hanya klaim politik atau bahkan hanya bersifat klasifikasi usia dalam tatanan struktur sosial saja. Di wilayah aktualisasi rumusan hidup, kelompok sepuh belum tentu berpikiran sepuh.

Maka terbukti jelas. Perlu ada pencerahan dan penyegaran di wilayah kepemimpinan kita. Khususnya, dalam ayuhan pemerintahan desa menuju titik kemajuan. Apakah kelompok muda bisa menjawab tantangan zaman?

Penulis mengambil satu sampel dari hasil pantauan sehari-hari di dusun tempat penulis tinggal. Jika boleh penulis sebut letak geografisnya dimana, penulis tinggal di Kampung Cibitung, Desa Ciroyom, Kecamatan Cipeundeuy Kabupaten Bandung Barat.

Nama kampung yang sudah membesarkan penulis, memiliki asal muasal dan nilai-nilai hostoris tersendiri. Konon katanya di kampung ini sempat tumbuh Awi Bitung (Bambu Hitam). Namun, seiring waktu bambu ini menghilang karena ditebang untuk kebutuhan masyarakat sekitar.

Ada keunikan yang muncul. Salah satunya dari bawah akar Awi Bitung ini keluar mata air yang muncul sejak keberadaan bambu. Sampai saat ini, mata air di Cibitung yang sebelumnya ditanami Awi Bitung masih tetap mengalir bahkan dipergunakan oleh ribuan masyarakat selama ratusan tahun dahulu.

Singkatnya, nama Cibitung diambil dari nama Awi Bitung yang sempat tumbuh subur di tanah lembur yang kini penulis tinggali. Singkatnya seperti itu, dan ulasan keumuman, nama-nama perkampungan atau teritorial kecamatan di Tatar Pasundan, sering diawali kata "Ci" ini mencirikan kekayaan dan kesuburan alam Tatar Pasundan yang begitu melimpah.

Kultur keseharian masyarakat di kampung tempat penulis tinggal, masih mengedepankan asas gotong royong, fanatisme sampai sikap saling menghargai yang masih terjaga. Mayoritas mata pencaharian masyarakat fokus di wilayah pertanian, perkebunan, ternak, dan perikanan. Demografis ini terjadi lantaran kultur wilayah setempat berstatus agraris, sehingga untuk aktifitas keseharian tidak terlepas dari gantungan hidup pada kekayaan alam sekitar. 

Kerukunan hidup ini rupanya belum dijadikan referensi potensi pembangunan desa tempat penulis tinggal. Penulis mengenal betul sosok dari pada pemimpin desa definitif, karena memang berasal dari dalam kampung tempat penulis tinggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun