Mohon tunggu...
Dicky Wibowo
Dicky Wibowo Mohon Tunggu... dokter hewan -

Instagram: Mlaku Wae Project / Menulis di www.mlakuwae.blogspot.co.id serta menulis fiksi di www.pawonfiksi.blogspot.co.id / dokter hewan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Telur Ayam Palsu, Bagaimana Mungkin Ada?

25 Maret 2018   15:58 Diperbarui: 26 Maret 2018   01:36 4072
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Civileats.com

Isu tak sedap berkembang lagi, baru-baru ini terdengar kabar mengenai isu beredarnya telur ayam palsu di pasaran. Arus deras informasi dunia maya telah menjadikan isu ini berkembang dan mungkin penulis bilang, sudah mewabah di masyarakat Indonesia. 

Telur palsu yang dimaksudkan dan yang isu-nya mewabah tersebut dipercaya sebagai telur sintetis yang dibuat dengan senyawa-senyawa kimia tertentu yang tidak layak untuk dikonsumsi. Lantas adakah telur palsu sintetis seperti ini?

Kadang penulis merasa tergelitik ingin tertawa ketika membaca isu tersebut. Dengan harga telur di pasaran sekitar 2000-3000 rupiah per butir telur ayam, maka kemungkinan besar jikalau memang ada telur sintetik, harganya akan jauh lebih mahal. 

Tentunya biaya produksi akan sangat lebih mahal karena bahan dan bentuk khusus telur yang imitasinya terbilang sulit. Dari kondisi ini sudah dipastikan bahwa telur palsu sintetik seperti yang diberitakan di medsos akhir-akhir ini menjadi tidak berdasar.

Kemudian dalam isu telur palsu disebutkan bahwa telur palsu memiliki bau tidak amis, kuning telur liat dan tidak gampang pecah, serta ada lapisan plastik/kertas setelah kerabang telur dibuka.

Banyak yang mempercayai bahwa ciri tersebut merupakan ciri telur palsu buatan. Menurut penulis yang juga pernah mengenyam pendidikan veteriner, ciri-ciri di atas yang disebutkan adalah telur asli yang diproduksi oleh hewan yang bernama ayam. 

Tidak ada namanya telur buatan yang menyerupai telur ayam dengan harga senilai telur ayam di pasaran.

Perbedaan telur ayam umumnya dipengaruhi oleh kondisi fisik atau bahkan kesehatan ayam petelur, lingkungan peternakan (terkait stress atau tidaknya ayam petelur atau terpenuhinya 5 freedom animal welfare), status penyakit ayam, faktor nutrisi, serta genetik ayam.

Kemudian faktor pasca panen juga dapat mempengaruhi kondisi telur ayam. Perlu diketahui bahwa telur ayam yang kita konsumsi sehari-hari merupakan telur yang bersifat steril, dimana telur ini tidak dapat ditetaskan, sehingga jangan harap menetaskan telur ayam yang dibeli dari supermarket atau pasar.

Menurut hemat penulis, keren juga ketika kita sudah mulai pengembangan telur ayam sintetis atau synthetic egg dengan senyawa-senyawa kimia yang sangat mirip dengan telur ayam asli, tentunya dengan biaya produksi murah. 

Seperti cultured meat (Lab-grown meat, in-vitro meat, synthetic meat) yang sudah dikembangkan dengan teknik in vitro (mungkin masih skala laboratorium dan belum dalam skala industri), tetapi biaya produksi cultured meatuntuk satu porsi makan masih terlalu tinggi jika dibandingkan dengan daging satu porsi makan yang dihasilkan oleh sapi.

Mungkin suatu saat nanti produksi pangan hewani (daging, telur, susu, dll) akan digantikan dengan produksi secara in vitro, dalam artian tidak membutuhkan hewan lagi, tentunya untuk mengatasi krisis pangan di masa depan. Para peneliti bidang ini mungkin saat ini masih bekerja keras melakukan studyterkait hal ini. 

Jadi, konklusi dari tulisan ini adalah pemberitaan di medsos mengenai telur ayam palsu adalah Hoaks. 

Maka dari itu, selalu teliti berita sebelum menyebarkannya dan mari kita berantas Hoaks mulai dari diri kita dan keluarga terdekat. Bijak-bijaklah dalam ber-medsos ria.

Salam mlaku-mlaku.

Ditulis juga di sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun