"Terus bagaimana ya dok?"
"Kalau mau, ibu bisa menghubungi Pusat Penyelamatan Satwa yang terdekat, nanti saya carikan alamatnya."
----------------
Sebuah obrolan di siang hari antara pemilik satwa liar di sebuah klinik hewan di pinggiran Jakarta yang menggambarkan betapa masyarakat kota besar masih menganggap satwa liar sebagai pet animal. Satwa liar menurut mereka, telah disamakan dengan hewan-hewan kesayangan domestik lainnya, entah alasan apa yang mendasarinya, beberapa mengatakan bahwa mereka sayang terhadap satwa liar. Inilah anggapan yang harus diluruskan, sayang terhadap satwa liar bukanlah berarti memeliharanya dalam sangkar atau dirantai. Sayang terhadap hewan adalah memberikan hak hewan dalam prinsip animal welfare. Terdapat perbedaan antara kesejahteraan hewan domestik dan satwa liar. Jelas, satwa liar dalam kodratnya tidak diperuntukkan untuk dielus atau disangkarkan seperti anjing atau kucing, mereka akan merasa bahagia jika dibiarkan dan dijaga kelesetariannya di habitatnya. Jadi sayang terhadap satwa liar harus ditunjukkan dengan menjaga kelestariannya. Selain itu, beberapa zoonosis telah dilaporkan terdapat pada satwa liar, jadi semakin dekat jarak manusia dengan satwa liar, maka kemungkinan penyakit baru akan muncul lebih besar, bahkan bisa menjadi wabah dan juga pandemi. Contoh saja SARS dan flu burung yang telah menggemparkan dunia internasional.
Sudah saatnya berkata "Stop Memelihara dan Memperdagangkan Satwa Liar", serta saatnya berujar "Lestarikan Satwa Liar beserta Habitatnya Mulai Sekarang"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H