"Aku tidak butuh kue ulang tahun. Aku hanya butuh Johnny. Hanya itu yang aku butuhkan!" Hayley kemudian mengambil sebotol minuman keras untuk Mama. Setelah itu, Hayley menuju tempat Mama melemparkan piringnya. Hayley mengambil dengan hati-hati pecahan piring serta kue yang sudah dilempar ke lantai.Â
"Pergi, tinggalkan aku sendiri. Aku tidak butuh kamu. Aku hanya butuh Johnny." Hayley berjalan menunduk menuju pintu kamar. Di samping pintu kamar Mama, Hayley melihat foto kecil. Foto waktu Papa dan Mama masih bersama. Foto keluarganya yang masih dia rindukan.
Hayley menutup pintu kamar Mama. Dan segera suara musik dari radio Mama terbungkam. Dari kejauhan, Hayley masih bisa mendengar suara penyanyinya menjerit membelah malam...// Aku telah memutuskan// Buanglah make up mu// Kukatakan sekali lagi// itu cara yang salah//...[2]
Air mata Hayley menetes pelan-pelan mengaliri pipinya. Hayley rindu Mama. Hayley rindu Papa. Andai Mama kembali, Hayley ingin bercerita. Andai Papa kembali, Hayley ingin bercerita. Bercerita tentang malam. Malam yang semakin kelam. Malam yang kegelapannya menelan semua cahaya. Malam yang melahirkan sorang pria. Pria yang melahirkan duka Hayley. Seorang pria yang menyentuh Hayley tidak pada tempatnya.
"Nyonya John, kami mengabarkan, bahwa suami Nyonya saat ini dalam keadaan koma di Rumah Sakit Bellevue..."[3] Lalu Mama melemparkan telepon genggamnya ke dinding. Setelah itu, Mama melemparkan juga kue ulang tahun Hayley ke dinding. Mama mulai berteriak-teriak dan menjerit-jerit seperti seorang perempuan yang kerasukan roh jahat.
"Aku membutuhkanmu Johnny! Kenapa kau tidak mau mendengar? Aku membutuhkanmu Johnny!" Mama lalu bersimpuh di lantai. Air matanya menetesi lantai seperti tetesan air dari pipa-pipa ledeng apartemen yang rusak.
"Masuklah gadis kecil. Malam makin dingin" Pria bertopi bisbol itu kemudian membuka kaca mobilnya. Mobil yang hitam segelap malam. Dan jalanan begitu sepi di malam hari, seperti membungkam cerita yang tidak perlu di sebutkan lanjutannya.
"Tidak. Aku hanya ingin berjalan saja!" Hayley beranjak pergi. Tapi pria itu jauh lebih cepat. Tiba-tiba dia sudah berada di depan Hayley.
"Malam itu berbahaya bagimu gadis kecil. Masuklah, aku berniat baik padamu, gadis kecil. Pria itu lalu mengeluarkan uang seratus dollar kepada Hayley.
"Tidak. Aku hanya ingin pergi!" Hayley menangis. Tangan Hayley menepis tangan pria itu. Matanya mengalirkan air mata, semakin deras seperti sungai. Tetapi malam makin kelam, menelan segala duka Hayley dalam kegelapannya. Tidak ada siapapun di jalan itu. Hanya ada dingin yang makin menggigil.
"Bukankah kau merindukan seorang Papa. Aku seorang pria, dan aku adalah Papa-mu juga." Pria bertopi bisbol itu, dengan tubuhnya yang besar, menghadang Hayley lagi. Pria itu mencengkram lengan Hayley dengan kedua lengannya yang kekar.