Mohon tunggu...
Serigalapemalas
Serigalapemalas Mohon Tunggu... Wiraswasta - Nihilistik

Penulis pemalas yang nggak suka-suka amat menulis

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Yang Tak Terlihat dari Pegawai Minimarket

10 Juli 2023   19:13 Diperbarui: 10 Juli 2023   19:19 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi pegawai minimarket memang memerlukan mental yang bener-bener kuat. Begitulah yang sering di keluhkan temanku yang saat ini masih bertahan di sebuah minimarket demi menghidupi dirinya sendiri.

Bukan hanya target dari atasan yang kadang harus benar-benar tercapai, tapi juga harus meladeni berbagai psikologi, watak dan ego dari konsumen. 

Ditambah drama kantor juga tak luput dari mereka yang mungkin tak terpikir dalam benak kita.

Apasih pekerjaan mereka?

Sungguh enak kerja di ruangan, tidak kehujanan dan kepanasan. Mungkin begitulah kiranya stigma yang saya dan kita sematkan pada mereka selama ini. Gaji sudah UMR dan ada jenjang karir pasti. Namun, dibalik itu semua ada gunung es yang tak terlihat yang hanya bisa dirasakan oleh para pegawai swalayan.

Kita sudah terlanjur hina melihat pegawai minimarket apalagi karena ulah oknum didalamnya. Contohnya saja dari uang donasi dan kembalian yang kadang di bulatkan. Yang mana, membuat saya pernah was-was juga uang 200 rupiah saya yang berharga masuk ke kantong kasir. Yang untungnya saya bukan penganut frugal living yang taat.

Namun, setelah saya telusuri lebih dalam, dengan bertanya pada teman saya yang seorang pegawai disana, rata-rata kasir harus nombok kala habis kerja. Alih-alih untung malah buntung. Terus kemana dong uang donasi itu dikirimkan?

Dasar saya yang punya pikiran jahat, ternyata umumnya pihak perusahaan sudah menjalin kerjasama dengan lembaga kemanusiaan untuk menghimpun dana donasi dari konsumen. Sehingga uang hasil donasi bisa tersalurkan lewat program kemanusiaan ataupun CSR perusahaan. Dimana melihatnya? Bisa dengan membuka website perusahaan dan media sosial. Jadi sudah jelas bagaimana uang 200 kita disalurkan.

alfamart.co.id
alfamart.co.id
Penyaluran donasi oleh Alfamart

Lebih lanjut, perusahaan umumnya tidak mentolerir jika ada karyawan mereka yang tidak memberikan diskon, uang kembalian bahkan permen pun sudah dilarang.


Pun, kita tak boleh menutup mata kala kasir sering membulatkan nominal belanjaan yang menguntungkan konsumen. Seperti Yang tadinya 30.300 jadi 30 ribu saja. 

Hal ini didasari oleh ketakutan kasir itu sendiri terhadap konsumen yang bisa membuat mereka kehilangan pekerjaan. Karena, konsumen adalah raja dan manajer-manajer mereka pasti mendukung di sisi konsumen. Toh mencari kasir baru lebih mudah di era banyak pengangguran seperti sekarang. Ketimbang kehilangan konsumen setia.

Karena pada dasarnya menjadi pegawai minimarket itu seperti mengelola sebuah toko. Jadi minus barang dan apa-apa permasalahan didalamnya harus di tanggung oleh karyawan lingkup toko itu sendiri.

Bahkan teman saya berkata, bahwa ketika proses stok opname itu terjadi, yang biasanya memakan waktu semalaman penuh, membuat dia harus bekerja ekstra 12 jam lebih dan itupun harus was-was dulu apabila ada barang minus besar. Sebab, mereka yang harua ganti. Ngeri.

Mungkin hal inilah yang mendasari turnover karyawan swalayan itu tinggi. Dan yang tersisa hanya mereka yang benar-benar kuat mental ataupun terpaksa menjalaninya.

Terus bagaimana solusinya?

Kita takut kehilangan 200 rupiah dengan penuh praduga jahat pada anak-anak yang kerja di swalayan, meskipun sudah jelas kemana larinya hasil donasi itu. Padahal sekarang ada berbagai metode pembayaran cashless yang membuat jiwa frugal living kita tetap tenang.

Apalagi metode pembayaran cashless juga sering terdapat potongan harga didalamnya. Walaupun kadang sering gangguan juga sih. Namun setidaknya hal ini membuat pikiran negatif kita bisa hilang.

Debit card, e-money bahkan e-wallet sudah bisa digunakan untuk melakukan metode pembayaran di minimarket modern. Hal ini seharusnya membuat energi kita untuk berpikir negatif pada kasir bisa di redam. Di tambah ada struk belanjaan. Kecuali jika kasir bersikap kurang ajar.

lebih lanjut, Sungguh malang memang menjadi karyawan minimarket, niat hati ingi kerja menghidupi diri malah di fitnah sana-sini. Belum lagi uang gaji di potong untuk bayar barang minus, kasir minus dan komplenan konsumen.

Namun hal ini sudah menjadi tanggung jawab mereka yang memilih kerja di minimarket. Pahit manisnya harus di tanggung, dan bisa apa seorang karyawan yang masih level 'bawah' membuat pembelaan. 

"Apalah daya yang bisa kulakukan hanya mengalah" sahut temanku sembari menghisap cerutu.
Kompas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun