2021 telah usai dan persetan dengan 100 juta pertama atau resolusi finansial lainnya. Karena selain corona, di luar sana banyak masyarakat yang survive dengan kondisi ekonomi yang mengap-mengap. Tak terkecuali ujung birokrasi pemerintahan RI, perangkat desa.
Ya, menjadi perangkat desa di sebuah pelosok Indonesia memang murni sebuah pengabdian. Hal ini di dasari oleh tak tentunya gaji turun, dari dua bulan satu kali, hingga enam bulan sekali.Â
Itupun di cicil. Kondisi ini kian di perparah oleh pandemi di dua tahun ini yang mengakibatkan arus kas Pemda tersedot oleh kebutuhan Alkes dan penanganan corona.
Alhasil, perangkat desa hanya bisa pasrah dan ikhlas melayani keluhan masyarakat soal covid19, bansos hingga kegiatan pelayanan publik lainnya, meski di hati mereka merintih dana tak kunjung tiba.
Di beberapa tempat, perangkat desa malah sering terjebak hutang karena gaji turun tiga bulan sekali namun bekerja harus full senin-jumat tanpa terkecuali. Padahal, sebagai ujung tombak pemerintah yang berhadapan langsung dengan masyarakat, kesejahteraan sebuah desa sangat berpengaruh pada perekonomian dan kemajuan suatu negara.
Jika menelisik kinerja dan tanggung jawab, perangkat desa mungkin salah satu abdi negara non ASN yang paham betul antropologi daerahnya. Lebih lanjut, kedekatan mereka dengan masyarakat juga tinggi karena menjadi tempat keluh kesah warga setempat hingga sasaran pertanyaan perihal kebijakan-kebijakan pemerintah pusat.
Maka tak jarang, adu cekcok tak sepaham hingga di lontarkan kata-kata kasar diterima oleh perangkat desa, khususnya kepala desa, Kepala Dusun dan RT/RW.Â
Senggol bacok, salah kata sedikit dan tak bisa mengendalilan atau menjelaskan kebijakan, pastilah habis mendapat amarah, cacian dan hinaan dari warga.
Padahal, Selama pandemi, bersama nakes, pamong desa adalah pahlawan dibalik layar dari bersedianya para warga pedesaan untuk vaksin. Mereka menggembor-gemborkan pentingnya vaksinasi pada warga setempat hingga mendata dan mendistribusikan bansos pada masyarakat lansia dan tidak mampu. Namun lagi, kesejahteraan mereka hanya dibayar dengan rasa terima kasih saja. Tak ada yang memperhatikan. Miris memang.
Bukan hanya mengajak masyarakat untuk bersedia melakukan vaksinasi, perangkat desa juga mencatat beberapa warga kurang mampu untuk pendistribusian BLT atau bansos lainnya. Sehingga, roda ekonomi bisa berputar dan masyarakat yang kurang mampu hingga lansia bisa survive menghadapi corona.