Ketidakjelasan pandemi dengan segala keterbatasan aktivitas karenanya, memang sangat meresahkan dan menimbulkan berbagai masalah. Ekonomi menjerit, industri hiburan terhimpit dan konser musik terpaksa harus batal. Tak dipungkiri keadaan ini membuat kita kesal. Maka tak heran, beberapa orang sudah nekat membuat daftar pribadi kegiatan yang akan mereka lakukan pasca pandemi kelak.
Tak terkecuali untuk saya pribadi. Selain ingin kembali duduk di tribun stadion guna merasakan dinamika sepakbola negeri kita yang biasa-biasa aja, saya juga ingin melampiaskan kekesalan selama pandemi ini dengan melarutkan diri di festival musik metal.Â
Sebagai metalhead culun, saya sudah bosan headbanging sendiri sambil berjingkrak-jingkrak di kamar dengan headset murahan. Saya sudah terlampau rindu bertemu metalheads lain di konser musik cadas dan melakukan beberapa gerakan ibadah di area , baik moshpit itu moshing maupun terlibat dalam ritual wall of death.
Baca Juga: Fenomena Doomer pada kawyla muda
Meski sering di cap urakan, musik bising para penyembah setan, dan lekat dengan stigma kriminal karena tampilan luar yang serba hitam, saya yakin metalhead takkan pernah peduli dengan apa yang dipikirkan oleh mereka yang tidak kenal fungsi dan arti dari metal itu sendiri.
Disamping itu, menurut studi yang dipublikasikan oleh mirror yang dikutip dari kompas, penikmat musik metal merupakan pribadi yang setia pada pasangan dan anti selingkuh, paradoks dengan tampilan luar mereka. metalhead dan penggemar rock juga paham betul cara menikmati musik kegemaran mereka. Â Hal ini bisa dilihat dari bagaimana antusiasme penikmat musik cadas kala di konser maupun festival metal digalakkan.
Penonton metal datang ke konser musik bukan untuk mempostingnya di media sosial, foto-foto dan sibuk dengan ponselnya, Tidak. Tapi mereka datang dengan niat suci guna melihat band favorit mereka manggung untuk bersenang-senang dan tanpa terdistraksi oleh telepon genggam.
Dan menurutku, festival metal merupakan sarana untuk bebas melepaskan adrenalin serta membiarkan musik cadas mengangkat beban dari badan dan membuatku merasakan nikmatnya hidup.Â
Aku membiarkan Riff gitar, dentuman drum dan lengkingan vokalis memandu tubuhku untuk merasakan sensasi luar biasa di tengah-tengah 'kegilaan' metalhead lain. Loncat-loncatan, berpelukan dengan orang asing dan menikmati nge-gigs sedari awal merupakan sensasi luar biasa yang tak bisa saya dapatkan di konser dangdut.
Sebab, meski rentan kontak fisik di area penonton, jarang sekali metalhead kedapatan naik pitam karenanya. Jadi, meskipun terlihat rusuh, mereka nggak benar-benar rusuh. Karena di dalamnya kami membagi kebahagian sebagai sesama metalhead untuk menikmati musik dengan cara kami sendiri, baik headbanging bersama, moshing maupun bersuka cita dalam kegilaan wall of death. Tapi jangan salah, dalam area penonton yang berkeringat dan sesak, metalhead justru memiliki jiwa kemanusiaan dan brotherhood yang tinggi.