Batas maksimal penggunaan media sosial adalah setengah sampai satu jam  setiap harinya.
Di media sosial, orang-orang berlomba memamerkan kehidupan pribadinya yang luar biasa pada teman, followers, bahkan dunia.
Manifestasi diri ini memang wajar, sebab hakikat utama media sosial kontemporer memang demikian. Meski sebenarnya ada yang perlu kita perhatikan, terutama dampaknya bagi kesehatan mental.
Fenomena megah kehidupan selebgram maupun cerita teman masa sekolah dengan kesuksesannya, berpotensi membuat pengguna lain merasa iri hati atau justru mendiagnosis diri dengan penilaian negatif. Yang akhirnya, berujung pada depresi dan rasa tak pernah puas dengan apa yang dimiliki.
Baca Juga: Bagaimana Cara Membuat Klub Indonesia Berjaya di Kompetisi Asia
Iklim negatif yang dipaparkan media sosial mungkin menjadi alasan mengapa banyak CEO kelas kakap mulai menghapus satu persatu akun media sosial mereka. Salah satunya Elon Musk.
Tokoh teknologi futuristik ini telah lama menghapus akun Instagram dan Twitter pribadinya. Alibi yang dijabarkan juga masuk akal.
Menurut pandangan personalnya, Instagram khususnya, memiliki efek negatif yang membuat seseorang termakan dengan kehidupan orang lain.
Padahal, awal mula diciptakannya media sosial untuk memberikan informasi faktual yang bermanfaat dan terkoneksi dengan orang lain.
Namun, fakta sekarang, efek negatif lebih banyak mengembang dengan liar di media sosial ketimbang manfaat yang dirasakan.
Banyak Kawula Muda yang jarang membuka Instagram
Efek negatif instagram ternyata tidak dirasakan oleh tokoh dunia saja. Tapi, banyak milenial dan generasi z awal (1997-1999) tidak lagi atau jarang membuka instagram.
Hal ini saya dapatkan setelah membuat riset kecil dengan mengirim pertanyaan seputar tingkat keaktifan warganet twitter di instagram ke salah satu akun auto menfess di twitter.