Mohon tunggu...
Dicky Saputra
Dicky Saputra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Talks about worklife and business. Visit my other blog: scmguide.com

-

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Salahkah Memutus Kontrak dengan Alasan Attitude Buruk?

10 September 2024   08:03 Diperbarui: 10 September 2024   11:36 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memutus kontrak karyawan bisa menjadi tantangan tersendiri untuk seorang pemimpin (Drazen Zigic/Freepik)

Memutuskan kontrak kerja seorang karyawan adalah salah satu tugas yang paling menantang yang Anda hadapi sebagai pemimpin. Ini bukan keputusan yang bisa diambil dengan mudah. Ada rasa bersalah, kasihan, bahkan empati, terutama kalau karyawan tersebut punya tanggung jawab keluarga.

Tapi, dalam beberapa situasi, Anda tidak punya pilihan lain selain bertindak tegas demi kepentingan tim dan perusahaan.

Tidak jarang Anda menemukan karyawan yang punya attitude atau perilaku buruk. Tentu Anda ingin bersikap adil, tapi kalau perilaku tersebut terus dibiarkan, dampaknya terhadap performa tim bisa sangat signifikan.

Maka, keputusan untuk tidak memperpanjang kontrak seorang karyawan tidak cuma soal individu tersebut, melainkan juga soal menjaga performa dan kesejahteraan tim secara keseluruhan.

Dalam tulisan ini, kita akan membahas berbagai aspek penting yang perlu Anda pertimbangkan ketika harus memutus kontrak karyawan dengan attitude buruk. Kita akan menjelajahi dilema emosional yang muncul, kapan waktu yang tepat untuk bertindak tegas, bagaimana memberi kesempatan untuk berubah, hingga memastikan keputusan tersebut diambil dengan bijaksana dan adil.

Dilema Emosional dalam Memutus Kontrak Karyawan

Sebagai pemimpin, Anda pasti pernah merasakan dilema emosional saat harus membuat keputusan berat seperti memutus kontrak karyawan. Ada rasa bersalah yang muncul, terlebih kalau karyawan tersebut punya tanggung jawab keluarga. Mungkin Anda merasa kasihan karena memikirkan dampak keputusan ini terhadap kehidupan pribadi mereka---tanggung jawab finansial, masa depan karier mereka, dan mungkin, keluarga yang bergantung padanya.

Tapi, sebagai seorang pemimpin, Anda harus menyadari kalau tugas Anda bukan cuma mempertahankan harmoni personal, tapi juga memastikan kalau tim dan perusahaan tetap berjalan efektif. 

Keputusan yang cuma didasari oleh rasa kasihan bisa jadi malah berdampak buruk bagi banyak orang lainnya. Anda perlu menyeimbangkan perasaan pribadi dengan kepentingan yang lebih besar.

Tapi, hal ini bukan berarti kalau Anda harus bersikap dingin atau tanpa perasaan. Pemimpin yang baik tetap mempertimbangkan dampak emosional dari keputusan mereka. Anda bisa merasa kasihan, tapi rasa itu harus diimbangi dengan pertimbangan rasional yang lebih luas, demi memastikan keseimbangan antara kepentingan karyawan yang bersangkutan dengan kepentingan tim dan perusahaan.

Mengapa Karyawan dengan Attitude Buruk Menjadi Masalah?

Menghadapi karyawan yang punya attitude buruk bukan cuma soal mengelola perilaku individu tersebut, tapi juga menjaga kesehatan kerja tim. Attitude negatif, seperti kurangnya komitmen, perilaku merusak, atau ketidakmampuan untuk bekerja sesuai standar, tidak cuma memengaruhi dirinya sendiri, tapi juga semua orang di sekitarnya. Anda mungkin sudah tahu, satu orang dengan sikap negatif bisa menular ke anggota tim lainnya dan menciptakan suasana kerja yang tidak kondusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun