Misalnya, otak pemikir berkata, "Ayo coba hal itu. Itu kesempatan bagus. Saya harus manfaatkan itu."
Tapi otak perasa malah berkata, "Mana mungkin saya bisa? Saya ngga bisa apa-apa. Ujung-ujungnya pasti gagal dan menyakitkan."
Sampai akhirnya otak pemikir ini diam di pojok ruangan, gemetar, dan bilang, "Iya, kamu benar. Biasanya juga memang ngga pernah berhasil ya."
Terus bagaimana kita harus menanganinya? Apakah kita bisa mengelola emosi kita? Bagaimana memisahkan emosi dan tindakan?
Susah? Pastinya. Tapi mungkin masih bisa dilakukan.
Langkah pertama adalah dengan membangun kesadaran diri yang lebih besar. Sadar ketika emosi itu mulai muncul. Karena ada beberapa orang yang ngga sadar kalau mereka sedang sedih atau marah. Mereka terhanyut sampai akhirnya mereka mengambil keputusan yang mereka sesali. Sebuah keputusan yang buruk yang diambil tanpa mereka sadari.
Saat Anda sudah punya kesadaran itu, langkah selanjutnya adalah membentuk kebiasaan berpikir pada saat akan membuat keputusan-keputusan penting. Anda bisa melakukannya dengan menuliskannya lebih dulu atau berbicara dengan orang yang Anda percaya sebelumnya.
Bagaimana persepsi yang salah terhadap waktu bisa mempengaruhi pengambilan keputusan?
Ada sebuah eksperimen ekonomi yang sangat menarik. Kalau Anda ditawari uang satu juta rupiah hari ini atau dua juta rupiah tahun depan, mana yang akan Anda pilih?
Kebanyakan orang akan memilih satu juta rupiah hari ini.