Mohon tunggu...
Dicky Saputra
Dicky Saputra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Talks about worklife and business. Visit my other blog: scmguide.com

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Waspadai Pengemis-pengemis Dalam Diri Kita

5 Februari 2020   06:05 Diperbarui: 5 Februari 2020   07:58 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenapa orang malah memberi? Padahal dia tidak meminta apapun dari mereka. Apalagi malah memberi pada orang yang masih muda dan sehat? Apresiasi. Itu sebabnya.

Orang mengapresiasi orang tersebut yang masih mau usaha apa saja untuk menyambung hidupnya dengan tetap menjaga kemuliaan harga dirinya. Dia pantang mengemis. Pantang mengharapkan belas kasihan orang lain. Dan orang-orang yang memberinya, saya kira bukan hanya sekedar berlandaskan kasihan, tapi ada apresiasi di sana.

Ada perasaan kagum karena kesulitan tidak membuatnya jadi pengemis yang sekedar mengharapkan pemberian orang lain. Betul, kan? Anda pasti juga pernah memberi orang yang bukan pengemis justru karena mereka tidak meminta-minta. Betul, kan?

Pengemis-pengemis dalam diri kita

Ada pengemis-pengemis dalam diri kita (sumber: pixabay.com)
Ada pengemis-pengemis dalam diri kita (sumber: pixabay.com)

Sadarkah anda, kalau kita sering kali atau terkadang telah menjadi salah satu dari pengemis-pengemis itu. Saya, anda, dan sebagian orang-orang lainnya, mungkin tidak berprofesi sebagai pengemis, tapi mempraktekkan yang mereka lakukan.

Apa itu? Masa iya? Meminta-minta jabatan, meminta-minta jatah pekerjaan, meminta-minta uang setoran, atau yang lainnya. Itu contohnya. Sama seperti yang pengemis-pengemis itu lakukan. Ada yang menjual cerita sedih, berharap orang iba, seperti pengemis wanita dan anaknya.

Cerita ngalor-ngidul betapa susah hidupnya, betapa ia sangat butuh untuk dibantu, dan betapa ia sangat membutuhkan pekerjaan itu. Yang sayangnya tidak diikuti dengan usahanya untuk meningkatkan kualitas dirinya sehingga layak diterima untuk pekerjaan itu.

Atau, mendatangi teman yang bahkan baru dikenalnya satu hari, itu pun cuma di media sosial, untuk meminta pekerjaan atau mungkin malah meminta uang tapi pakai alasan pinjam. Tidak cuma sekali, tapi terus menerus menindaklanjuti permintaan itu. Sampai apa?

Sampai timbul ketidaknyamanan si kawan dan akhirnya memberikan apa yang diinginkannya. Namanya teman, masa ngga membantu? Begitu pikiran si peminta dan pikiran yang ingin diciptakannya di dalam kepala si kawan. Betul kan?

Tidak nyaman kalau tidak membantu teman, walaupun sebenarnya dia sendiri tidak sedang dalam posisi bisa membantu. Begitu harapan si peminta akan isi kepala si kawan.

Siapa orang yang memanfaatkan rasa tidak nyaman untuk mendapatkan keinginannya? Tepat sekali! Si pengemis maksa. Kita sudah jadi seperti mereka kalau melakukan hal seperti itu. Bagaimana kalau kejadiannya seperti tipe ketiga? Kita kan tidak meminta?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun