Penulis: Dicke Muhdi Gailea
Alumnus Fakultas Hukum UGM
Pemilihan Umum merupakan agenda 5 (lima) tahunan dari Republik Indonesia yang wajib untuk dilaksanakan, karena hal tersebut diamanahkan oleh Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.Â
Momen sakral yang menentukan nasib bangsa dan negara kedepannya, oleh karena itu faktor politik seharusnya tidak menjadi komponen tunggal dalam pelaksanaannya melainkan nilai-nilai kemanfaatan dan kemanusiaan harus turut dipertimbangkan serta menjadi acuan dalam pelaksanaannya.
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (selanjutnya disebut UU Pemilu), menyatakan bahwa Pemilu adalah merupakan sarana kedaulatan rakyat untuk memilih wakil rakyat (DPR RI, DPRD,DPD, Presiden & Wakil Presiden) yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Perpanjangan Masa Jabatan Presiden & Penundaan Pemilu
Kini, muncul wacana perpanjangan masa jabatan Presiden dan isu tentang penundaan pemilu. Alasan yang mengemuka di ruang publik hari ini adalah tentang darurat penanganan pandemi Covid-19, kestabilan ekonomi dll.Â
Menurut Zainal Arifin Mochtar dalam diskusi yang diadakan oleh Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum UGM (Februari, 2022) mengatakan bahwa kalau menganalogikan ke Mitologi Yunani, penundaan pemilu ini layaknya kotak pandora yang kemudian sekali saja kita membuka katubnya maka bisa merusak demokrasi dan menghancurkan begitu banyak hal di negeri kita oleh sebab banyak aturan substansial yang dilanggar demi kepentingan politik semata.Â
Masih menurut Zainal, bahwa tidak seorangpun menolak adanya penundaan pemilu asalkan terdapat alasan-alasan konstitusional yang jelas misalnya dalam situasi berbahaya (perang).
Apabila mengacu pada ketentuan di dalam UU Pemilu, tidak ada ketentuan mengenai penundaan pemilu dengan alasan kestabilan ekonomi. Menunda pemilu dengan alasan momentum ekonomi adalah pelanggaran serius terhadap konstitusi. Secara serius penulis katakan bahwa penundaan pemilu tidak memiliki payung hukum, UU Pemilu hanya mengatur tata cara atau mekanisme tentang Pemilu Lanjutan  dan Susulan.
Senada dengan hal tersebut, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan bahwa mengatakan bahwa Berdasarkan Pasal 432 ayat 1 UU Pemilu ada sejumlah alasan pesta demokrasi masuk kategori dilanjutkan.Â
Yakni, terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan seluruh tahapan tidak dapat dilaksanakan. Berdasarkan hukum pemilu (UU Pemilu) dan konstitusi, tidak ada ruang menunda pemilu karena alasan ingin menjaga momentum perbaikan ekonomi.
Alasan Keterbatasan Anggaran & Urgensi Penundaan Pemilu
Keterbatasan Anggaran penyelenggaraan pemilu memang masuk sebagai komponen alasan untuk penundaan pemilu, bukan berarti pemilu tidak dapat dilaksanakan setiap lima tahun sesuai dengan amanat Pasal 22E UUD 1945. Pemerintah dalam hal ini KPU dapat menyusun program prioritas serta penyisiran agar pemilu tetap bisa dilaksanakan tepat waktu dengan cara yang sederhana tanpa memerlukan cost politic yang besar.
Menurut penelitian International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA), terdapat beberapa negara yang menunda pemilu/pilkada dalam kurun waktu terakhir. Sebagai contoh Selandia Baru, Hong Kong, dan Bolivia merupakan negara yang menunda pelaksanaan pemilu di tengah tingginya peningkatan kasus Covid-19, Dengan demikian, langkah penundaan pemilu diambil sebagai upaya untuk melindungi nyawa manusia, bagian pokok dari hak asasi manusia.
Selain itu ada beberapa negara yang menunda pemilu, terdapat negara yang tetap konsisten melaksanakan pemilu secara konstitusional walau pun sedang dalam situasi pandemi.Â
Korea Selatan dan Singapura merupakan contoh negara yang melaksanakan pemilu di tengah tingginya peningkatan kasus Covid-19 saat itu, dengan memberlakukan protokol kesehatan yang ketat. Hasilnya pemilu di Korea Selatan yang dilaksananan di tengah pandemi menjadi langkah mengatasi krisis di negara tersebut dan cukup menyita perhatian positif dunia internasional.
Contoh yang lain datang dari Venezuela yang merupakan salah satu negara yang melaksanakan pemilu sesuai ketentuan konstitusi walaupun pada saat itu negara tersebut sedang mengalami krisis ekonomi yang luar biasa.
Konstitusi memang dapat diubah melalui mekanisme politik sebagaimana amanat UUD 1945. Namun, semangat demokrasi dan bernegara kita menjadi alasan mengapa penundaan pemilu harus ditolak. Urgensi dan kondisi darurat apa yang kemudian dapat melegitimasi pelaksanaan pemilu untuk ditunda. Sebagai The Guardian of Constitusion, harusnya wacana ini menjadi pembahasan yang serius di DPR.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H