Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang diselenggarakan tahun 2020 ini akan dilakukan dalam kondisi pandemi Covid-19. Terdapat 270 wilayah/daerah di Indonesia, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota yang akan menyelenggarakan pesta demokrasi lima tahunan ini.Â
Tak terkecuali di daerah kita, NTT, ada 9 Kabupaten yang juga akan melangsungkan pilkada. Saya kira, penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi memang bukan perkara mudah, sehingga perlu mendapat perhatian serius dari pamangku kebijakan, terlebih dari pemerintah dan KPU, supaya pesta demokrasi ini tidak merugikan dan membahayakan masyarakat.
Bertolak dari situ, hasil rapat bersama Komisi II DPR, Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP yang dilaksanakan pada 21 September 2020 yang lalu telah memutuskan untuk tetap melanjutkan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 yang akan datang.Â
Hasil ini merupakan suatu keputusan bersama untuk menyelamatkan sistem demokrasi lokal sesuai amanah konstitusi sebagai langkah progresif di tengah pandemi Covid-19.Â
Sudah pasti bahwa hasil kesimpulan rapat tersebut merupakan evaluasi implementasi perubahan PKPU Nomor 6 Tahun 2020 dalam rangka mencermati dinamika penyebaran Covid-19 yang semakin meluas, degan maksud untuk menghindari munculnya klaster baru penularan dan penyebaran di tengah proses Pilkada.
Ketentuan sebagaimana dimaksud tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 mengenai Perubahan Kedua PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19, yang diundangkan pada 23 September 2020.Â
PKPU ini dibentuk atas kondisi penyebaran Covid-19 yang belum surut serta penguatan sistem pencegahan dan penindakan protokol kesehatan dalam penyelenggaraan pilkada serentak lanjutan.
Regulasi Kampanye PilkadaÂ
Kalau dicermati secara detail, pasal 55 huruf a dan b PKPU No.13 tahun 2020 menekankan adanya pembatasan pada tahapan pencalonan, yakni rapat terbuka pengundian nomor urut paslon hanya dihadiri oleh pasangan calon, satu orang penghubung tim paslon, Bawaslu dan KPU sesuai tingkatannya. Dalam tahapan ini, PKPU juga menegaskan adanya larangan iring-iringan dan tidak boleh ada kerumunan masa sebagaimana ketentuan Pasal 88 b.Â
Bila ditemukan pelanggaran, maka konsekuensinya berupa sanksi administratif, baik teguran tertulis hingga penundaan pengundian nomor urut. Selanjutnya, Pasal 58 ayat (1) menegaskan bahwa partai politik, gabungan partai politik, pasangan calon dan tim kampanye pasangan calon lebih mengutamakan metode kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog dengan menggunakan media sosial dan internet.Â
Lain lagi, dalam pasal 59 dinyatakan bahwa pada masa tahapan kampanye, debat publik atau debat terbuka antar pasangan calon terdapat pembatasan secara ketat, di mana hanya dihadiri oleh pasangan calon, empat orang anggota tim kampanye pasangan calon, Bawaslu dan KPU sesuai tingkatannya.Â