Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membedah Fungsi Pragmatik Kata "Anjay", Perspektif Psikolinguistik

7 September 2020   13:35 Diperbarui: 7 September 2020   13:35 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu yang lalu, banyak warganet yang membicarakan fenomena yang terjadi di mana, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) meminta agar penggunaan kata 'Anjay' dihilangkan atau tidak boleh diucapkan atau digunakan lagi.

Salah satu argumen Komnas PA adalah bahwa kata 'Anjay' termasuk dalam kekerasan verbal, sehingga kalau ada orang yang menyebutnya, maka bisa terkena pidana. Dengan catatan, diksi 'anjay' yang digunakan itu tujuannya untuk merendahkan martabat seseorang/lawan bicara. 

Saya kira ini terlalu naif, dan sama sekali kurang tepat, sebab siapa yang bisa mengetahui niat hati seorang ketika sedang bersama rekannya yang baru ketemu, tiba-tiba secara spontan mengucapkan kata 'anjay'?

Sulit juga mendefinisikan maksud dibalik pengucapannya. Bertolak dari fenomena ini, ada beberapa catatan yang ingin saya ungkapkan seturut pandangan Psikologi Bahasa (Psikolinguistik).

Perlu kita ketahui bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki local knowledge (pengetahuan lokal), local genius (jenius lokal), dan local wisdom (kearifan lokal) sendiri. Salah satunya berupa bahasa (dialek) yang menjadi ciri khas masyarakat tertentu.

Bahasa lokal (dialek) tersebut pasti ragam bahasanya berbeda, unik, dan memiliki makna tersendiri karena lahir dari budaya masyarakatnya. Keunikan bahasa yang berbeda tersebut, menunjukkan keragaman bahasa dan budaya yang sangat kaya di Indonesia.

Secara umum, pemaknaan bahasa lokal di suatu daerah yang termasuk kategori ragam bahasa muakan, makian, dan umpatan dimaknai sebagai bahasa kasar dan negatif. Namun sebaliknya, bahasa itu merupakan bagian dari ragam bahasa tertentu, lalu bagi masyarakat tersebut justru dilihat sebagai bentuk kemesraan serta ekspresi keakraban budaya mereka.

Bahasa berkaitan dengan ucapan rakyat, termasuk gaya bahasa yang digunakan di setiap keseharian hidup, dapat secara personal atau kelompok di dalam masyarakat yang lebih luas. Ucapan rakyat dapat dipengaruhi kebiasaan, perilaku masyarakat tersebut dan menjadi cermin karakter nasional.

Di Indonesia banyak sekali jenis budaya yang di dalamnya ada bahasa yang secara umum menjadi penanda identitas suatu daerah. Di Jawa saja semisal, ada bahasa/dialek Sunda, Madura, Betawi, yang tentu berbeda makna satu dengan lainnya.

Begitupun di beberapa daerah Indonesia Timur, ada bahasa/dialek Sulwesi, Ambon, Papua, Nusa Tenggara dan sebagainya, yang tentu memiliki keunikan dan ragam tersendiri dan itu hanya dipahami dan dimerti oleh masyarakat didaerah setempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun