partisipasi politik dari masyarakat. Semakin banyak masyarakat yang berpartisipasi, maka pesta demokrasi itu menjadi lebih baik, karena menunjukkan bahwa masyarakat sudah cukup memahami masalah politik, serta terlibat aktif dalam kegiatan dan prosesnya.
Pesta demokrasi tidak akan berfungsi dan semarak tanpa adanyaSebaliknya, jika tingkat partisipasinya rendah, maka diindikasikan bahwa pesta demokrasi tersebut kurang ideal, karena dianggap bahwa masyarakat tidak memberikan perhatian serius terhadap persoalan kenegaraan maupun terhadap proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Pada bulan Desember yang akan datang, Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) akan berlangsung serentak di sejumlah daerah di Indonesia. Provinsi NTT-pun akan melangsungkan Pilkada di 9 Kabupaten, yakni, Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Belu, Kabupaten Malaka, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Ngada, Kabupaten Manggarai, dan Kabupaten Manggarai Barat.
Para Kandidat atau pasangan calon (paslon) kepala daerah pun sudah mulai melakukan pendaftaran ke KPU masing-masing, (Pos Kupang, 4/9/20). Jika melihat situasi yang ada sekarang, para kandidat atau calon kepala daerah sudah/sedang melakukan deklarasi dan mulai memperkenalkan diri kepada masyarakat.
Akibat antusiasme masyarakat pendukung masing-masing paslon yang sangat tinggi, maka KPU pun membatasi jumlah orang yang datang mendaftarkan paslon jagoan mereka. Dari adanya fakta ini, muncullah beragam respon yang diungkapkan masyarakat terhadap apa yang mereka peroleh baik secara online lewat media sosial, maupun secara langsung (offline).
Bagi saya, antusiasme masyarakat merupakan suatu fakta bahwa partisipasi politik masyarakat tersebut cukup tinggi. Karena itu, kita patut berbangga atas partisipasi yang secara perlahan mulai ditampakkan oleh masyarakat kita.
Lebih jauh dari itu, kita mungkin perlu melihat bahwa partisipasi politik masyarakat (khususnya di NTT) tidak bisa hanya didefinisikan sebagai bentuk keterlibatan seseorang untuk 'memilih' atau 'tidak' dalam proses pemilihan. Akan tetapi, partisipasi politik harus dimaknai sebagai keterlibatan individu/kelompok terhadap berbagai proses yang terjadi dalam peristiwa memilih calon kepala daerah.
Beberapa kegiatan partisipasi bisa dilakukan dengan aktivitas menghadiri beragam acara politik, bekerja untuk salah satu pasangan calon, menyumbangkan uang untuk kampanye, menggunakan atribut untuk mendukung salah satu paslon, serta mencoba meyakinkan orang lain untuk memilih paslon tertentu.
Partisipasi Politik Masyarakat Secara Online
Secara umum, partisipasi politik masyarakat terbagi menjadi dua, partisipasi konvensional dan non-konvensional. Partisipasi politik konvensional adalah suatu bentuk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi modern, antara lain: pemberian suara atau voting, diskusi politik, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan, serta komunikasi individual dengan pejabat politik atau administratif.Â
Sementara partisipasi politik non-konvensional adalah suatu bentuk partisipasi politik yang tidak lazim dilakukan dalam kondisi normal, bahkan dapat berupa kegiatan illegal, penuh kekerasan dan revolusioner, seperti, pengajuan petisi, berdemonstrasi, konfrontasi, mogok, pengerusakan, dan lain sebagainya.
Kendati demikian, kita tidak bisa menampik bahwa perkembangan teknologi (internet) yang masif saat ini telah mengubah pengalaman berpolitik masyarakat. Dengan dan melalui internet, para pengguna dapat mecari informasi politik dan berdiskusi dengan orang lain, mengomentari tulisan/status orang, memberikan opini dan argumentasi, serta dapat pula memberi dukungan melalui media sosial. Pergeseran keterlibatan politik tersebut, mendorong para peneliti mulai mengkaji partisipasi politik masyarakat yang dilakukan secara online (daring).
Dalam arti yang paling sempit, partisipasi politik secara online merupakan kegiatan politik masyarakat melalui pemanfaatan media internet, misalnya: mengikuti petisi online, mengikuti informasi politik secara online, memberikan komentar di media sosial, membuat opini atau tulisan politik, dan meneruskan berita politik yang sifatnya memengaruhi orang lain.
Bergerak dari pemahaman singkat tersebut, sembari melihat situasi yang ada sekarang, termasuk masa pandemi yang belum surut, maka hemat saya, partisipasi politik secara online adalah hal urgen yang patut mendapat perhatian lebih dari para kandidat/paslon.
Partisipasi politik masyarakat yang dilakukan secara online saat ini memberikan pengaruh yang sangat besar karena masyarakat, politisi dan kandidat dari partai politik, secara langsung bisa saling berinteraksi sekalipun secara virtual.
Dan karena partisipasi politik secara online ini tidak terbatas pada ruang dan waktu, maka keputusan untuk memilih salah satu paslon tertentu, merupakan suatu keharusan yang bisa saja berubah dalam waktu yang tidak bisa diprediksi.
Media Exposure dan Strategi Paslon
Menilik fenomena yang ada, dapat kita ukur bahwa sebenarnya tingkat partisipasi politik masyarakat NTT, baik yang dilakukan secara offline maupun online menjadi tinggi (meningkat) karena dipengaruhi oleh terpaan media (media exposure).Â
Kalau didasarkan pada kajian efek media massa, istilah media exposure kerap disebut sebagai terpaan/sentuhan media. Media exposure dalam komunikasi massa tidak hanya menyangkut apakah seseorang telah merasakan kehadiran media massa, tetapi juga tentang apakah seseorang benar-benar terbuka terhadap pesan yang disampaikan oleh media tersebut.Â
Dalam hal ini, terpaan media dapat diartikan sebagai kegiatan mendengar, melihat, dan membaca pesan-pesan media atau pun mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut yang dapat terjadi pada individu atau kelompok.
Adanya terpaan media yang selalu memberitakan segala hal mengenai para kandidat/paslon sangat berpengaruh terhadap tingkat partisipasi politik warganet yang aktif di dunia maya.
Penjelasan konsep teoritis tadi bisa kita sandingkan dengan fakta yang ada bahwa kehadiran internet berpengaruh sangat besar terhadap partisipasi politik masyarakat.
Secara khusus, peran media sosial seperti, facebook, whatsup, instagram, youtube dan berbagai jenis medsos lainnya, adalah sangat penting. Karena itu, para kandidat/paslon sejatinya harus memiliki kepekaan yang tinggi akan kebiasaan perilaku masyarakat kita, di mana saat ini, media sosial dianggap sebagai salah satu 'kebutuhan' pokok yang penting dan cukup banyak peminatnya.
Jika semua kandidat mampu menarik simpati warganet melalui media sosial, saya yakin elektabilitasnya tentu naik. Ketika para kandidat mampu memberikan sesuatu yang menarik kepada warganet di media sosialnya, maka partisipasi politik masyarakat (secara online) pasti meningkat. Itulah strategi yang mungkin perlu diindahkan oleh para paslon saat ini.
Para warganet adalah masyarakat maya yang sebenarnya sangat aktif. Akan tetapi, keaktifan mereka tidak terlihat atau hanya dilakukan secara virtual (lebih banyak berada dilbelakang layar).
Sekalipun begitu, pengaruh mereka sangat besar, terlebih para influencer saat ini. Kehadiran mereka mutlak dibutuhkan sebab mereka mampu mempengaruhi banyak orang dengan cara dan strategi kreatif.
Para konten kreator pun tak boleh disepelehkan sebab mereka bisa membuat inovasi yang mampu mengangkat ketenaran paslon. Karena itu, para calon kepala daerah musti jeli melihat peluang ini dan mulai memainkan strategi terbaik untuk memikat hati para warganet.
Yang penting dilakukan sekarang adalah mulai mengeksekusi semua persiapan dan strategi kampanye di media sosial (internet), agar masyarakat yang 'diwakili' oleh warganet bisa menerima apa yang disampaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H