Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Subsidi Kuota Internet Gratis, Pentingkah?

4 September 2020   13:10 Diperbarui: 4 September 2020   13:12 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kumparan.com

Masa pandemi masih ada dan menjadi semakin masif. Dunia pendidikan juga terkena imbasnya. Susah juga melihat situasi sekarang yang bisa dikata semakin 'amburadul' tidak jelas. Mungkin, kita butuh proses pembelajaran yang sedikit baik agar peserta didik tidak menjadi korban. Kasihan ya, pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dikumandangkan oleh Kemendikbud ternyata masih jauh dari sempurna. Malahan, tidak sedikit yang memberikan kritik dan argumentasi berlawanan terhadap kebijakan ini.

Saya rasa memang sudah saatnya kita membantu semua satuan pendidikan (sekolah) agar bisa beradaptasi dan melakukan KBM secara lebih ideal. Karena itu, untuk saya, model blended learning, merupakan model pembelajaran yang cukup baik memberikan solusi dalam pengembangan model pembelajaran pada situasi pandemi ini, termasuk pada satuan pendidikan yang masih menerapkan pembelajaran non online sebagai tolok ukur aktivitas. 

Semisal, di daerah saya, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi NTT, pembelajaran secara konvensional (tatap muka di kelas) masih sangat dibutuhkan sebab sarana-prasarana, seperti jaringan internet masih belum ada di beberapa tempat terpencil. Jangankan internet, listrik juga masih sulit di beberapa tempat. 

Sehingga hemat saya, sekalipun masih dalam situasi pandemi, tetapi pembelajaran tatap muka di kelas masih urgen dibutuhkan. Akan tetapi, mengingat perkembangan dunia teknologi saat ini, khususnya internet berkembang begitu cepat, maka pembelajaran online juga harus diperjuangkan agar siswa tidak ketinggalan informasi. 

Dari situlah, maka kebijakan Pemerintah untuk memberikan bantuan pulsa atau kuota internet gratis bagi para tenaga pendidik (guru/dosen) dan juga bagi siswa serta mahasiswa adalah hal yang tepat. Alasannya jelas, bahwa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) hanya bisa efektif dan efisien jika kita memiliki kuota internet yang cukup sehingga pembelajaran online bisa berlangsung.

Keluhan yang terjadi selama ini, baik oleh para tenaga pendidik maupun peserta didik adalah bukan saja soal ketidak-tersediaannya jaringan internet dan sarana-prasarana sekolah, tetapi juga menyangkut pulsa data (kuota) internet yang terbilang cukup 'mahal' untuk diperoleh. Sehingga, kebijakan Pemerintah untuk memberikan bantuan kuota internet adalah hal urgen yang patut dieksekusi secepatnya agar pembelajaran bisa terbangun dengan efektif. Secara pribadi, saya mengapresiasi kebijakan Mendikbud ini dengan beberapa catatan penting yang patut diindahkan.

Kendati keputusan Kemendikbud yang akan memberikan subsidi kuota internet gratis bagi pendidik dan peserta didik untuk mendukung penyelenggaraan pembelajaran jarak jauh (PJJ) sangat urgen dibutuhkan, akan tetapi, bagi saya hal ini hanya akan menyelesaikan satu persoalan saja, yakni tersedianya kuota internet yang memadai sehingga peserta didik bisa menggunakannya untuk keperluan pembelajaran online. 

Jelaslah, bahwa bantuan tersebut hanya diberikan untuk anak-anak yang memiliki gawai dan akses sinyal (internet) tidak terkendala di daerah masing-masing. Sedangkan untuk anak-anak miskin dan yang tinggal di pelosok daerah (3T), yang tidak mempunyai gawai dan kesulitan sinyal, tentu tidak bisa menikmati bantuan tersebut. Kelompok ini jelas hanya bisa menjalankan kegiatan belajar mengajar secara offline/luring (luar jaringan). Kalau demikian, apa yang harus dilakukan?

Hemat saya, layanan pembelajaran luring (offline) juga butuh dukungan anggaran untuk membantu membeli perangkat teknologi penunjang bagi siswa atau guru. 

Selain itu, di daerah 3T yang tidak memiliki internet atau akses sinyalnya lemah, maka perlu dipasang alat penguat sinyal, termasuk dukungan dana transportasi untuk para guru yang mungkin melakukan kunjungan ke rumah-rumah siswa. Saya kira, bantuan infrastruktur dan sarana-prasarana sekolah dalam menjalankan pembelajaran online maupun tatap muka tidak bisa dikesampingkan. Karena itu, Kemendikbud harus memetakan kebutuhan secara detail terlebih dulu supaya anggaran sebesar 9 Triliun ini tidak salah sasaran dan disalah-gunakan. 

Misalnya, berapa GB kuota yang diperlukan, atau berapa persen siswa dan guru yang butuh kuota, dan berapa persen siswa atau guru yang butuh bantuan lain. 

Cara terbaik untuk mendapatkan data yang akurat bisa diambil dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan kemudian diintegrasikan dengan kebutuhan yang diusulkan oleh Dinas Pendidikan masing-masing daerah yang mengetahui secara pasti kebutuhan setiap satuan pendidikan yang ada didaerahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun