Saat 'Curhat' Dengan-NYA, TUHAN selalu Membuat Saya Tertawa
Merenung (refleksi diri) membawa kekuatan. Merenung atau berefleksi membuat saya tahu bersyukur. Bersyukur mendatangkan kebahagiaan dan damai. Setiap berpikir dan merenung tenaga saya keluar. Cara saya menikmati hidup adalah dengan merenung hidup itu sendiri.Â
Setiap hari yang tercecer, digabung menjadi kumpulan hari dalam setahun. Setiap tahun itu selalu bergerak terus dan berganti. Menjelang pergantian tahun saya selalu merenung tentang waktu dan aneka kegiatan yang mengisi waktu itu. Tahun adalah naman lain untuk jumlah waktu. Karena itu, saya mengenal waktu dalam bayangan hitungan tertentu. Waktu berjalan terus dan semua yang ada dalamnya berubah. Saya pun berubah, karena saya ada dalam waktu. Waktu dan perubahan itu bersusulan. Ada waktu, ada perubahan. Waktu berjalan sekali. Tidak terulang dan tak tergantikan.
Pada saat ini, saya berada dalam titik pertemuan antara 'dua kekekalan waktu', antara masa lampau yang panjang sekali dan abadi, dengan masa depan yang terus bergerak maju. Saya tidak mungkin bisa hidup dalam dua kekekalan waktu itu sekaligus. Karena itu, saya selalu bersyukur dan bergembira pada 'satu' saat atau moment yang memungkinkan saya untuk hidup, yaitu masa 'sekarang'.Â
Bagi saya, masa depan adalah 'hari ini'. Hari ini adalah apa yang saya cemaskan dan pikirkan pada hari kemarin. Namun saya sadar bahwa hari ini sesungguhnya tidak perlu dilalui dengan kecemasan akan hari esok, sebab setiap kali hari esok tiba, ia akan disebut hari ini. Hari ini adalah kenyataan, besok adalah impian dan kemarin adalah kenangan. Kenangan, Kenyataan, dan Impian adalah tiga kategori waktu yang menemani hari-hari hidup saya sampai sekarang di lembaga ini.
Saat ini, kini dan sekarang, saya sedang berada dalam proses pembinaan di Seminari Tinggi St. Mikhael. Saya adalah seorang Frater tingkat III. Sebagai seorang Frater yang dikenal sedang dalam masa puncak filsafat, saya tentu memiliki keunikan dan karakteristik kepribadian yang berbeda dengan Frater lain. Segala aspek bina yang diprogramkan selalu saya ikuti. Aspek bina itu memungkinkan saya bisa lebih mengenal diri saya sendiri. Orang yang pandai mungkin adalah orang yang tahu banyak tentang orang lain.Â
Namun untuk saya, orang yang tahu tentang diri sendiri adalah jauh lebih pandai dari siapun. Mengetahui diri sendiri tidaklah mudah. Masuk dalam diri sendiri, mengenal diri, menerima kekurangan dan memahami kebutuhan diri, tidak semudah membalikan telapak tangan. Butuh proses panjang untuk bisa mencapai pengetahuan tentang diri yang utuh, mencapai kematangan dan kedewasaan.Â
Kadang saya membutuhkan orang lain untuk membantu saya mengenal diri. Bagi saya, it's good to be a single person, but it's not good to be alone. Single artinya tunggal, utuh, unik, dan tak terbagi. Jadi, bukan tidak baik menjadi tunggal dan unik, tetapi tidak baik kalau sendiri. Saya membutuhkan orang lain untuk menegaskan keberadaan diri saya. Orang lain sebenarnya adalah saya yang lain. Orang lain, adalah saya yang berada diluar diri saya sendiri. Dalam pergaulan dengan orang lain (teman-teman), saya tidak pilih kasih. Saya bergaul merata. Untuk saya, teman-teman lain adalah keluarga saya sendiri.
Teman lain adalah sahabat saya. Sahabat lebih dari sekedar teman. Sahabat lebih dalam. Semua orang yang saya temui, itu sahabat saya. Segala kebutuhan orang lain selalu saya perhatikan. Memang terkadang saya sulit menemukan jala keluar bagi sahabat saya yang sedang mengalami masalah. Namun dengan berbagai cara, saya selalu berusaha membantunya.Â
Setiap saat, kapan saja dan di mana saja saya berada, senyuman selalu saya berikan pada semua orang. Semua orang selalu saya anggap baik. Karena anggapan itu, maka semua orang yang saya temui adalah sahabat. Saat ada salah seorang sahabat yang putus asa dan bimbang, saya selalu memberikan motivasi dan dorongan padanya.Â
Saya kadang berpikir, mengapa orang lain begitu percaya pada saya? Mungkin karena saya selalu ramah dan baik terhadap mereka. Atau kah mungkin karena saya bersahabat secara merata...entahlah. Namun satu yang pasti adalah bahwa apa yang saya buat untuk orang lain adalah tulus dan tanpa pamrih. Saya selalu berpikir dan berprinsip bahwa kalau saya menginginkan orang lain berbuat baik pada saya, maka sayalah yang harus terlebih dahulu berbuat baik padanya.
Dalam persahabatan, ada persaudaraan yang terbingkai dalam kebersamaan. Saya ada bersama orang lain. Dan karena kita berada bersama, maka terciptalah kebersamaan. Kebersamaan yang terjadi antara kami, Frater tingkat III, tidak ada masalah.Â
Maksudnya, kami atau dalam hal ini saya secara pribadi, selalu menjaga keakraban dan persahabatan yang baik antara teman seangkatan, sekeuskupan dan juga teman keuskupan lainnya. Kalau pun ada masalah, biasanya tidak sampai berlarut-larut. Kami para Frater tingkat III, selalu menjaga dan  memperhatikan satu sama lain, walau terkadang ada juga teman yang tidak peduli dengan apa yang saya katakan, tetapi kami tetap bersahabat dan saling mendukung.
Selain persahabatan, ada juga kemandirian. Kemandirian bertumpu pada pendidikan dan pembinaan. Dalam proses pendidikan dan pembinaan, saya diasah untuk berpengetahuan luas. Mendidik dan membina menghantar saya pada kesadaran diri yang integral. Mengembangkan segala bakat minat dan talenta, adalah syarat mutlak untuk wawasan yang luas. Sejauh dialami, proses belajar yang saya jalani tidak terlalu rumit.Â
Dalam hal ini, semua mata kuliah yang saya sedang geluti memang pada dasarnya masih sangat baru bagi saya. Tetapi bukan berarti saya tidak dapat menyesuaikan diri dan berusaha untuk memahami semua yang diajarkan. Sesuai kemampuan yang ada, saya dapat memahaminya dan menjalankannya dengan baik. Sekarang saya telah masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, khususnya semester VI.
Jarang bagi saya menemukan suatu hambatan apapun selama proses perkuliahan. Memang kadang ada sedikit hambatan, tetapi semuanya dapat saya atasi. Sebagai contoh, dalam hal belajar. Cara atau metode yang saya gunakan adalah dengan  membaca kembali semua mata kuliah yang diperoleh dan berusaha untuk memahami semuanya dengan jalan membuat ringkasan pelajaran yang bersangkutan, bukan dengan menghafal.Â
Itu salah satu cara saya dalam belajar. Walau masih banyak waktu luang yang ada, namun semua itu selalu saya gunakan dengan melakukan hal-hal yang berguna. Kalau memang saya dalam keadaan yang lelah atau capek, saya tidak memaksakan diri, tetapi berstirahat sehingga bisa memperoleh kembali tenaga untuk dapat melakukan sesuatu yang lebih berguna lagi. Banyak kegiatan yang ada sekarang ini, dan itu semua menuntut saya agar pandai dalam hal mengatur waktu. Yang biasa saya lakukan pada saat ada waktu kosong seperti pada sore hari saat tidak ada kegiatan apapun kecuali berolahraga, waktu itu saya pakai untuk mengerjakan tugas yang tertunda.
Masalah intelektual, selalu berurusan dengan kedisiplinan. Orang disiplin adalah orang yang berpengetahuan. Wawasan yang berkembang dan luas, tercipta karena kedisiplinan. Disiplin tidak mengikat saya, tetapi membantu saya berkembang. Disiplin waktu, membuat saya lebih kreatif dan juga menghilangkan rasa jenuh atau bosan.
Untuk masalah hidup disiplin, secara pribadi saya mau katakan bahwa selama berada di lembaga ini, saya sama sekali tidak merasa jenuh atau bosan. Saya masih merasa kerasan dan at home berada di tempat ini. Saya merasa kerasan karena saya selalu membuat diri saya bahagia dan selalu berusaha menyibukan diri. Kalau sampai saya mulai bosan, saya selalu pergi mencari teman untuk berkumpul bersama dan berceritera.
Bersambung...........
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H