Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Peduli Sesama di Tengah Pandemi

5 Mei 2020   15:00 Diperbarui: 5 Mei 2020   16:53 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mari berbagi dan mendengar (dokpri)

Sebuah Refleksi Biblis tentang Kepedulian (Solidaritas)

Pada dasarnya manusia bekerja untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dan dapat dikatakan bahwa bagi yang tidak bekerja, berarti ia bisa mati. Dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya, manusia selalu berusaha untuk terus mencari dan mencari apa yang dibutuhkan. 

Dalam proses pencarian itu, ada orang yang melakukannya dengan baik dan halal, namun tak jarang ada pula yang melakukannya dengan manipulasi atas semua yang hendak diinginkan itu, dan merugikan yang lain.

Sungguh ini merupakan suatu keprihatinan untuk saya. Tindakan bekerja yang selalu dilakukan secara tidak halal sebenarnya memperlihatkan suatu bentuk ketamakan yang ada dalam diri manusia itu sendiri.

Di samping itu, mental instan dan mau 'cepat-cepat' memperoleh hasil, juga merupakan salah satu pemicu berkembangnya sikap hidup tamak yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Salah satu sikap buruk yang selalu kita lakukan namun tidak disadari yaitu sikap tidak solider atau sikap tidak peduli dengan kehidupan dan kebutuhan orang lain.

Mungkin ada diantara kita semua yang merasa terganggu  dengan apa yang saya katakan ini, sebab kita selalu membenarkan diri kita kalau kita ditanya soal peduli terhadap sesama. Menurut saya, mereka yang berpikir negatif ketika ditanya, adalah orang yang mungkin saja sangat jarang atau bahkan tidak pernah peduli terhadap kebutuhan orang lain.

Sikap ketidakpediulian terhadap kebutuhan orang lain, yang sekarang berkembang juga ditentang oleh Tuhan Yesus. Bukti adanya pertentangan Tuhan Yesus dapat kita baca dalam Injil Lukas 16:19-31. Di mana dikisahkan tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin. Kita dapat melihat bagaimana kisah ini sangat baik untuk direfleksikan berkaitan dengan sikap ketidakpedulian kita terhadap nasib orang lain.

Menariknya kisah ini bagi saya, dilihat dari adanya kontradiksi yang angat jelas antara dua tokoh utama dalam kisah ini, yaitu orang kaya yang hidup dalam kelimpahan dan tubuhnya dihiasi dengan jubah ungu sedangkan Lazarus tubuh  dipenuhi dengan borok yang dijilati anjing. Dan dapat saya katakan bahwa Lazarus digolongkan dalam kelompok orang yang secara manusiawi sudah kehilangan martabatnya.

Di samping itu dapat kita temukan juga bahwa orang kaya itu hidup dalam kemewahan dan kelimpahan sedangkan Lazarus untuk menghilangkan rasa laparnya saja harus berbaring di dekat pintu orang kaya itu untuk menanti apa saja yang jatuh dari meja lalu dimakannya.

Dan satu pertentangan kontradiktif yang sangat berkesan bagi saya adalah ketika orang kaya dan Lazarus itu mati, keduanya di tempatklan di tempat yang berbeda. Lazarus disambut oleh para malaikat sedangkan orang kaya itu harus menderita di alam maut.

Inilah gambaran sebuah jurang pemisah dan keadaan yang sangat bertolak belakang antara kondisi si kaya dan Lazarus yang miskin. Kehidupan sesudah dan sebelum kematian dari kedua tokoh itu terbalik sama sekali. Ganjaran bagi si kaya adalah penderitaan sedangkan bagi Lazarus yang miskin adalah penghiburan.

Mungkin diantara kita ada yang akan berpendapat bahwa kekayaan dari si kaya itu harus dipersalahkan dan kemiskinan Lazarus itu yang dibenarkan. Namun dari sini saya mengajak kita untuk mencari penyebab mengapa orang kaya itu dipersalahkan dan Lazarus dibenarkan?

Kita melihat bahwa kekayaan itu berasal dari dirinya sendiri dan bersifat netral. Dari sikap orang kaya itulah baru kita dapat menilai baik-buruknya. Mengapa orang kaya itu disalahkan padalah kita tahu dia sama sekali tidak meghina, memaki atau merendahkan Lazarus?

Nah, sejauh pemaham saya, orang kaya itu dipersalahkan karena dia tidak memikirkan dan tidak peduli terhadap orang lain. Si kaya itu sama sekali tidak memperhatikan kebutuhan Lazarus.

Bisa dikatakan, si kaya itu telah menjadi "asosial". Dia hanya memikirkan kenikmatannya sendiri. Dan dia telah kehilangan kepekaan dan kemanusiaan. Dia mengira bahwa kekayaan itu bersifat pribadi dan tidak menyangkut kehidupan bersama dan tidak bersifat sosial. Di sinilah letak kesalahan dari si kaya itu.

Setiap hari si kaya itu hanya selalu memikirkan kekayaan sebagai sarana kenikmatan bukan sebagai sarana pelayanan dan sarana untuk menolong dan membantu sesama yang berkekurangan dalam kehidupan bersama.

Kekayaan si kaya membuat dia kehilangan sikap toleran dengan keadaan orang lain. Dia telah tenggelam dalam kenikmatan kekayaan itu. Dan lebih dari semua itu, si kaya telah kehilangan jati dirinya, sebab dia menempatkan kekayaan senbagai sarana kemewahan. Sampai-sampai dia tidak melihat Lazarus sebagai pribadi dengan kemanusiaan yang utuh sama seperti dia juga.

Sebagai akibat dari sikapnya ini, si kaya pun mengalami penderitaan yang luar biasa saat kematiannya. Inilah yang seharusnya menjadi fokus perhatian kita. Inilah yang harus kita pelajari dan selalu ingat dalam keseharian hidup kita, khususnya selama menjalani masa sulit menghadapi wabahnya Covid-19.

Bahwasannya, kita harus memiliki sikap peduli dan toleran terhadap penderitaan dan kebutuhan orang lain, terlebih pada orang kecil yang terancam hidupnya karena adanya Covid-19. Segala kelebihan yang kita miliki seharusnya kita bagikan juga kepada yang membutuhkan. 

Dengan begitu kita akan memperoleh harta berlimpah di Surga. Kalau kita selalu mau berbagi dan membantu sesama kita yang berkekurangan, niscaya kita akan memperoleh berkat berlimbah dari Tuhan.

Dengan bersikap peduli terhadap sesama kita tentu akan selamat dan gembira. Kita pun akan bahagia jika kita selalu berusahan menolong sesama. Sebab untuk saya kebahagiaan terbesar dalam hidup ini adalah ketika saya mampu melihat penderitaan orang lain sebagai penderitaan saya, dan mengalami kebahagiaan orang lain sebagai kebahagiaan saya juga.

Muder Teresa mengatakan bahwa sedikit yang kita punya tetapi banyak yang kita berikan mungkin adalah sesuatu yang mustahil. Namun itulah logika Cinta. Dalam memberi dan dalam menolong sesama, tersirat makna cinta dan kasih yang begitu mendalam.

Oleh karena itu jalanilah hidup dengan selalu peduli terhadap kebutuhan orang lain. Sebab yang terpenting dalam hidup bukanlah berapa lama kita hidup tetapi bagaimana kita hidup. Inilah harapan masa depan kita pasca corona.

Catatan Masa Lalu

April 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun