Mohon tunggu...
DICHNA AULIA
DICHNA AULIA Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNIVERSITAS NEGERI MALANG

hobi membaca novel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penegakkan integritas profesional: Pelanggaran Kode Etik dalam Pekerjaan Bimbingan dan Konseling

2 April 2024   20:30 Diperbarui: 18 April 2024   10:06 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Beberapa Kasus Pelanggaran yang Sering Ditemukan

Dalam proses konseling, seorang konselor wajib menjaga kerahasian mengenai apa yang konseli sedang konsultasikan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga asas kerahasiaan dalam konteks konseling. Asas kerahasiaan ini bertujuan untuk melindungi identitas klien. Semua informasi yang dibagikan oleh klien selama sesi konseling dianggap sebagai rahasia profesional dan tidak boleh diungkapkan kepada pihak ketiga tanpa izin tertulis dari klien. Adapun beberapa pelanggaran kerahasiaan yang terjadi pada proses konseling, seperti mempublikasikan atau membocorkan rahasia atau data pribadi konseli saat proses konseling. Pelanggaran kerahasiaan ini merupakan masalah etika utama yang mempunyai implikasi penting bagi semua pihak yang terlibat dalam proses konseling.

Adapun kasus yang serupa dengan pelanggaran kode etik kerahasiaan profesi bimbingan dan konseling yang dimana Seorang psikolog dan klinik tempatnya bekerja yakni ICAC Professional Service digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan diduga melakukan pelanggaran kode etik Psikolog. Yang terlibat dalam hal ini adalah seorang psikolog yang bernama Sherly Solihin dan seorang klien yang bernama Denis Anthony Michael Keet yang berasal dari Australia. Pelanggaran ini terjadi karena pihak psikolog melakukan pelanggaran yaitu dengan mengeluarkan rekam medis dari proses konseling perceraian antara psikolog dan klien beserta istri klien. Pelanggaran ini terjadi pada saat bulan Oktober 2013 dan terjadi di klinik ICAC.

Pelanggaran kode etik yang dilakukan konselor memiliki konsekuensi serius, baik dalam hal profesionalisme maupun hukum. Kode etik dalam profesi konseling bertujuan untuk mengatur perilaku para konselor dan memastikan bahwa konselor memberikan pelayanan yang etis, kompeten, dan aman bagi konseli mereka. Melanggar kode etik bisa berarti melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh badan profesi konseling yang bersangkutan, seperti American Counseling Association (ACA), American Psychological Association (APA) atau Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN).

Dalam kode etik American Counseling Association dan American Psychological Association menjelaskan konselor boleh melanggar asas kerahasiaan apabila memang diperlukan dalam rangka melindungi hidup konseli yang akan melakukan bunuh diri. Sedangkan berdasarkan kode etik ABKIN terkait hal penyimpanan dan penggunaan informasi (Ya'kub, 2005) menjelaskan bahwa data diri konseli yang terdiri hasil wawancara, tes, surat-surat, hasil rekaman dan data lain yang merupakan informasi rahasia dan hanya dapat digunakan bagi kepentingan konseli. Sedangkan penggunaan data untuk keperluan pendidikan calon konselor atau penelitian dimungkinkan, dengan syarat tetap merahasiakan identitas konseli.

Badan profesi konseling memiliki kewenangan untuk menyelidiki pelanggaran kode etik dan memberikan sanksi disipliner. Sanksi-sanksi ini bisa mencakup peringatan, suspensi sementara atau permanen dari praktik, atau pencabutan lisensi profesi. Selain sanksi internal dari badan profesi, konselor yang melanggar kode etik juga dapat menghadapi tuntutan hukum dari konseli. 

Jika seorang konselor melanggar kerahasiaan, seharusnya mereka menghadapi tuntutan hukum dimana konseli mungkin menuntut kerugian emosional atau finansial. Dan konselor juga mungkin menghadapi situasi dimana mereka bisa kehilangan izin dan bisa jadi kehilangan pekerjaan. Bukan hanya itu, hubungan antara konselor dan konseli juga dapat rusak karena pelanggaran kerahasiaan. Kepercayaan terhadap seorang konselor bisa hilang, yang dapat mengakibatkan konseli membatalkan layanannya atau mungkin tidak mengungkapkan masalahnya secara terbuka yang memang merupakan haknya.

Beberapa Kasus Pelanggaran yang Sering Ditemukan

Kasus yang dilakukan AG selaku guru Bimbingan dan Konseling dengan mencabuli dan menyetubuhi dua orang siswi di ruang BK merupakan kejahatan yang sangat keji dan tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Perbuatan AG ini merupakan pengkhianatan besar terhadap profesi mulia sebagai guru BK yang semestinya menjadi panutan moral dan pelindung bagi siswa. Kronologinya berawal saat AG melakukan razia HP dan menemukan chat siswa dengan pacarnya. AG lalu mengancam dan memaksa siswi tersebut untuk membuat video asusila yang direkamnya. AG kemudian juga memaksa siswi lain melakukan tindakan asusila dengannya yang turut direkam. Rekaman video itu digunakan AG untuk mengancam agar korban tidak melaporkan perbuatannya.Tindakan keji AG terungkap setelah korban melaporkannya pada Juli 2023. Penyelidikan mengungkap AG sengaja merencanakan aksinya berulang kali sejak Mei 2022 dengan memanfaatkan posisi sebagai guru BK. Ini sungguh pengkhianatan besar terhadap kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Perbuatan AG mencabuli dan menyetubuhi dua siswi di ruang BK merupakan pelanggaran berat terhadap aturan Kode Etik BK. Pertama, tindakan asusila AG sangat bertentangan dengan nilai dan sikap yang seharusnya dimiliki seorang konselor BK. Padahal, sebagai konselor profesional, AG diharuskan memiliki nilai dan sikap yang baik sesuai kualifikasinya. Kedua, AG melanggar aturan dalam memberikan layanan konseling. Seharusnya AG melayani siswi-siswi itu dengan rasa saling menghormati dan menjaga kerahasiaan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, AG mengancam dan melecehkan para siswi dengan memanfaatkan posisi dan kekuasaannya. Ketiga, ketika menghadapi masalah dengan siswa, seorang konselor BK seharusnya berkonsultasi dengan rekan sejawat sesama konselor. Namun AG tidak melakukan hal itu, melainkan malah melakukan tindakan kriminal dengan mencabuli para siswi. Keempat, dengan melakukan aksi kejinya di ruang BK yang merupakan fasilitas bimbingan siswa, AG telah mencoreng nama baik sekolah selaku penyelenggara layanan konseling. Kelima, sebagai seorang konselor BK yang tergabung dalam profesi tersebut, AG seharusnya mentaati Kode Etik BK. Namun justru sebaliknya, AG melakukan tindakan keji yang sangat bertentangan dengan etika sebagai konselor. Dengan pelanggaran-pelanggaran tersebut, jelas tindakan AG merupakan pengkhianatan besar terhadap Kode Etik Bimbingan dan Konseling yang seharusnya menjadi pedoman perilaku profesionalnya.

Solusi yang Dapat Diterapkan dalam Mengatasi Masalah Pelanggaran Kode Etik

Seperti kasus yang marak terjadi di khalayak sekolah yaitu "Permasalahan dalam Penerapan Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling" yang telah dipaparkan di atas belum sepenuhnya diimplementasikan secara baik. Masih banyak terjadi kekeliruan dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling. Menurut Suhertina (2010) yang berisi tentang implementasi Kode Etik bimbingan dan konseling ditemukan hasil bahwa konselor sekolah masih memiliki pemahaman yang relatif rendah dengan Kode Etik Bimbingan dan Konseling.

Ada beberapa sumber yang menjadi permasalahan dalam penerapan kode etik 1) Pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling yang kurang memiliki kompetensi contohnya banyak konselor yang tidak memiliki latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling, ketidakmampuan guru BK dalam melakukan evaluasi dan melakukan tindak lanjut dari evaluasi 2) Pihak diluar BK hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan para pembuat kebijakan mengenai pelaksanaan pelayanan konseling yang ideal contohnya pengangkatan guru mata pelajaran menjadi guru BK hanya karena kekurangan BK hal ini menyebabkan pelayanan dalam bidang bimbingan dan konseling tidak berjalan dengan optimal.

Permasalahan tersebut menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling, banyak masyarakat yang masih awam tentang bimbingan dan konseling seperti siapa yang memberikan layanan bimbingan dan konseling, apa saja yang masalah yang dapat ditangani oleh konselor. Pada hakikatnya untuk menjadikan profesi bimbingan dan konseling lebih bermartabat maka kode etik harus ditegakkan.

Penegakan kode etik profesi konselor dapat dilakukan dengan memahami dan mengikuti kode etik profesi konselor yang berlaku, yang dimaksudkan di sini adalah yaitu seorang konselor wajib mengikuti dengan sungguh-sungguh setiap aturan dan prinsip yang tercantum dalam kode etik. Seorang konselor juga perlu memperbarui pengetahuan tentang kode etik profesinya itu secara berkala untuk tetap selaras dengan perubahan atau amandemen yang mungkin terjadi. Konselor juga perlu meningkatkan kesadaran diri terhadap nilai-nilai moral dan profesionalisme. Menghindari diskriminasi dan memperlakukan semua klien secara adil tanpa memandang latar belakang mereka, maksudnya adalah ketika seorang konseli hadir dari kelompok minoritas konselor harus memberikan perhatian yang adil, bukan didiskriminasi. Menerapkan prinsip keadilan sosial dalam praktik konseling. 

Ketika pelanggaran kode etik konselor terjadi diperlukan langkah tepat dalam penanganan masalah tersebut. Salah satu langkahnya yaitu melaporkan permasalahan ke badan atau organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk penanganan lebih lanjut. Badan profesi biasanya memiliki prosedur yang ditetapkan untuk menangani keluhan terhadap anggotanya, termasuk penyelidikan dan pemberian sanksi disipliner jika diperlukan.

Badan profesi tentu tidak serta merta menghakimi dugaan pelanggaran kode etik oleh seorang konselor. Akan tetapi, badan profesi melakukan penyelidikan terhadap keluhan yang diajukan. Ini melibatkan pengumpulan bukti, wawancara dengan pihak terkait, dan evaluasi terhadap informasi yang ada untuk menentukan kebenaran dari keluhan tersebut. Jika pelanggaran kode etik diyakini telah terjadi berdasarkan hasil penyelidikan, badan profesi dapat menyerahkan kasus tersebut ke dewan etik mereka untuk pertimbangan lebih lanjut. Dewan etik biasanya terdiri dari anggota yang berpengalaman dalam bidang bimbingan dan konseling, serta memiliki wewenang untuk menentukan apakah pelanggaran telah terjadi dan sanksi apa yang sesuai.

Dalam praktik bimbingan dan konseling, menjaga integritas dan kepercayaan antara konselor dan konseli adalah landasan utama yang harus dijunjung tinggi. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa terkadang pelanggaran kode etik dapat terjadi, entah disengaja atau tidak. Pelanggaran ini bisa memiliki konsekuensi serius, tidak hanya bagi hubungan antara konselor dan konseli, tetapi juga bagi reputasi profesi secara keseluruhan.

Sumber : 

https://psychologywriting-com.translate.goog/violating-ethical-code-of-conduct-in-counseling/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc

https://news.okezone.com/read/2013/10/02/500/875317/diduga-langgar-kode-etik-psikolog-digugat-ke-pn-jaksel

Ya'kub, H. (2005). Kode Etik Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. Bandung: PB ABKIN.

https://www.detik.com/sumut/hukum-dan-kriminal/d-6857191/kronologi-guru-bk-cabuli-setubuhi-2-siswi-sma-di-rohul-berawal-razia-hp/amp#amp_ct=1711891733400&_tf=Dari%20%251%24s&aoh=17118916527514&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com

https://languafie.com/kode-etik-bk/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun