Mohon tunggu...
Dibbsastra
Dibbsastra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Minat saya adalah sebagai penulis cerpen, puisi, quotes, artikel, novel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah di Bawah Bayang-Bayang Penjajah - Part 29

14 September 2024   05:25 Diperbarui: 14 September 2024   05:26 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musuh yang terkejut tidak sempat bereaksi. Mereka berusaha bertahan, tetapi serangan dari dua sisi memecah formasi mereka. Raden dan pasukannya menghantam dengan brutal, menggunakan sempitnya terowongan untuk membuat musuh kesulitan bergerak. Pedang beradu, panah terbang, dan darah tercecer di tanah. Terowongan itu berubah menjadi medan perang yang sengit.

Di tengah-tengah pertempuran, Raden berhadapan langsung dengan komandan musuh. Wajah mereka saling menatap tajam, penuh kebencian. Tanpa membuang waktu, mereka saling menyerang dengan pedang, memamerkan keahlian mereka yang luar biasa. Dentingan pedang terdengar berulang kali, memecah keheningan terowongan yang kini penuh dengan jeritan dan suara senjata.

Komandan musuh, meskipun kuat, mulai kewalahan menghadapi serangan cepat dan kuat dari Raden. Dengan satu tebasan yang mematikan, Raden berhasil menjatuhkan pedang musuh dari tangan komandan tersebut. Namun, komandan itu tidak menyerah begitu saja. Dengan teriakan penuh amarah, ia melompat ke arah Raden, mencoba untuk menyerangnya dengan tangan kosong.

Raden dengan cepat menghindar dan mengayunkan pedangnya sekali lagi, kali ini tepat mengenai dada komandan musuh. Teriakan komandan itu terhenti seketika, dan tubuhnya jatuh ke tanah dengan darah mengalir deras. Pertempuran akhirnya selesai.

Musuh yang tersisa mulai menyerah atau melarikan diri, namun tak ada jalan keluar bagi mereka. Terowongan itu sudah dijaga ketat, dan mereka terjebak. Para prajurit Raden dengan cepat menangkap dan melucuti senjata mereka. Raden berdiri dengan napas terengah-engah, darah musuh mengotori pedangnya. Matanya memandang sekeliling, memastikan tidak ada lagi ancaman yang tersisa.

Bagus mendekat dengan wajah lega. "Mereka sudah kalah, Raden. Kita berhasil mempertahankan benteng ini."

Raden mengangguk perlahan, merasa kelelahan mulai menyusup ke seluruh tubuhnya. "Kita berhasil kali ini, tapi perang ini belum usai. Musuh akan kembali, dan kita harus lebih siap."

Bagus menatap pemimpinnya dengan rasa hormat yang mendalam. "Aku tahu, Raden. Tapi hari ini, kita sudah melakukan apa yang seharusnya kita lakukan. Kita melindungi tanah kita, dan itu adalah kemenangan yang harus kita hargai."

Raden tersenyum samar, kemudian menghela napas panjang. "Kita akan merayakannya nanti. Sekarang, pastikan terowongan ini ditutup rapat. Kita tidak boleh memberi mereka kesempatan kedua."

Malam itu, meskipun mereka berhasil menghentikan musuh, Raden tahu bahwa ancaman masih terus membayangi. Perjuangan ini belum berakhir, dan benteng itu akan tetap menjadi sasaran. Namun, untuk malam ini, mereka bisa beristirahat sejenak, merayakan kemenangan kecil yang mereka raih dengan susah payah.

Di dalam hati Raden, harapan dan ketakutan terus beradu. Namun, ia tahu satu hal---sebagai pemimpin, ia tidak akan pernah berhenti berjuang sampai kemerdekaan sepenuhnya diraih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun