Beberapa jam berlalu tanpa ada gerakan lebih lanjut dari hutan. Para prajurit mulai bertanya-tanya apakah musuh benar-benar akan menyerang malam ini atau apakah mereka hanya mencoba menakut-nakuti. Namun Raden tetap waspada. Ia tidak ingin lengah hanya karena musuh tampak tidak aktif.
Tiba-tiba, sebuah suara datang dari kejauhan---teriakan yang memecah keheningan malam. Para prajurit segera bersiaga, tangan mereka siap di gagang senjata. Tapi teriakan itu tidak datang dari hutan, melainkan dari dalam benteng.
"Raden!" seorang prajurit berlari ke arah menara dengan napas tersengal-sengal. "Ada yang tidak beres di bagian barat benteng! Kami mendengar suara aneh, seolah-olah ada yang mencoba masuk melalui terowongan bawah tanah!"
Raden merasa darahnya mendidih. "Ini pasti pengalihan perhatian! Mereka menggunakan hutan sebagai umpan untuk menutupi gerakan mereka di bagian lain benteng!"
Dengan cepat, Raden memberi perintah kepada Bagus dan para prajurit lainnya untuk segera menuju bagian barat benteng. Mereka berlari secepat mungkin, menyusuri lorong-lorong yang gelap dengan hanya cahaya obor sebagai penerang. Detak jantung mereka berdentum keras di telinga, tapi langkah kaki mereka tetap mantap.
Saat mereka tiba di bagian barat benteng, mereka melihat beberapa prajurit lain sudah berkumpul di sekitar pintu terowongan. Suara dentuman keras terdengar dari dalam, seakan-akan musuh sedang berusaha mendobrak masuk. Â
"Kita harus menghentikan mereka sebelum mereka berhasil masuk!" teriak Raden, mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. Dengan semangat yang membara, ia memimpin pasukannya menuju terowongan, siap menghadapi musuh yang bersembunyi dalam kegelapan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI