Raden berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Bagus, siapkan sekelompok prajurit. Kita akan pergi ke menara dan memastikan sendiri apa yang sedang terjadi."
Tanpa ragu, Bagus segera bergegas keluar untuk menyiapkan pasukan. Sementara itu, Raden merapikan pedangnya, merasakan beban tanggung jawab yang semakin berat di pundaknya. Setiap keputusan yang ia buat malam ini bisa menjadi penentu hidup dan mati bagi ratusan prajurit yang setia kepadanya.
Tidak lama kemudian, Raden, Bagus, dan sekelompok kecil prajurit bergegas menuju menara pengawas di sisi timur benteng. Angin malam semakin dingin, dan suara rintik hujan menambah suasana mencekam. Setibanya di menara, Raden langsung mendekati penjaga yang sedang mengawasi hutan dengan cermat.
"Apakah kau melihat sesuatu yang aneh?" tanya Raden.
Penjaga itu mengangguk, matanya tetap fokus ke arah hutan yang gelap. "Ada beberapa bayangan yang bergerak cepat di antara pepohonan. Kami belum bisa memastikan berapa banyak mereka, tapi mereka terlihat berhati-hati."
Raden mengamati hutan itu, mencoba menembus kegelapan dengan matanya. Dalam beberapa detik, ia melihatnya---gerakan halus di antara pepohonan, sekelompok orang bergerak dengan cepat dan teratur. Ia tahu bahwa ini bukan sekadar pasukan pengintai biasa. Musuh sedang merencanakan sesuatu.
"Kita tidak boleh menganggap remeh mereka," bisik Raden kepada Bagus. "Mereka mungkin mencoba mempelajari pertahanan kita sebelum melakukan serangan besar."
Bagus mengangguk dengan tegas. "Apa yang harus kita lakukan sekarang, Raden?"
Raden berpikir sejenak sebelum mengambil keputusan. "Kita tidak akan menyerang mereka malam ini. Biarkan mereka berpikir bahwa kita tidak menyadari kehadiran mereka. Jika mereka benar-benar mencoba menyerang, kita akan siap. Pastikan setiap prajurit tetap waspada, tapi jangan menunjukkan tanda-tanda bahwa kita tahu mereka ada di sana."
Bagus segera menyampaikan perintah itu kepada para prajurit di menara. Suasana menjadi lebih tegang, tapi mereka semua tahu bahwa keheningan malam ini bisa berubah menjadi kekacauan kapan saja.
Waktu berlalu lambat. Setiap detik terasa begitu panjang, seakan-akan bumi sendiri menahan napas, menunggu pergerakan selanjutnya dari musuh. Raden berdiri di menara, tangannya menggenggam gagang pedangnya dengan erat. Hatinya berdebar-debar, tapi wajahnya tetap tenang. Ia tahu bahwa dalam situasi seperti ini, ketenangan adalah kunci.