Mohon tunggu...
Dibbsastra
Dibbsastra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Minat saya adalah sebagai penulis cerpen, puisi, quotes, artikel, novel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah di Bawah Bayang-Bayang Penjajah - Part 13

11 September 2024   23:41 Diperbarui: 11 September 2024   23:44 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertempuran di Batas Harapan

Fajar belum sepenuhnya menyingsing ketika benteng mulai dipenuhi suara langkah-langkah terburu-buru. Raden telah menerima kabar dari mata-mata yang bertugas di garis depan bahwa pasukan penjajah sedang mendekat, lebih besar dan lebih bersenjata dari sebelumnya. Berita ini menyebar cepat di antara para pejuang, namun bukannya menimbulkan ketakutan, kabar tersebut justru mengobarkan semangat mereka.

Raden segera memanggil para pemimpin desa dan kepala pasukan untuk berkumpul di aula pertemuan. Di hadapan mereka, Raden berdiri dengan tenang, matanya memancarkan ketegasan.

"Ini adalah momen yang telah kita persiapkan," kata Raden sambil menunjuk ke peta di meja. "Mereka datang dengan kekuatan besar, tetapi kita telah belajar dari serangan sebelumnya. Kali ini, kita tidak akan hanya bertahan. Kita akan memukul balik dan menunjukkan kepada mereka bahwa kita tidak akan menyerah."

Pak Arif dan Bu Sri mengangguk, tanda bahwa mereka memahami dan setuju dengan rencana tersebut. Para pejuang yang berkumpul di sekitar Raden bersiap untuk menerima perintah. Di luar aula, suara-suara orang yang mempersiapkan diri untuk perang memenuhi udara—suara pedang yang diasah, busur yang ditarik, dan perisai yang disiapkan.

Raden membagi pasukan menjadi beberapa unit, masing-masing dengan tugas yang spesifik. Ada yang bertugas menjaga gerbang utama, ada yang menjaga benteng dari arah samping, dan ada pula yang ditugaskan untuk menyerang balik dari dalam hutan. Raden memutuskan untuk menggunakan strategi serangan kilat yang telah mereka latih selama berminggu-minggu. Dengan memanfaatkan medan yang mereka kuasai, mereka akan menyerang musuh di titik-titik lemah dan membuat mereka kebingungan.

Sementara itu, Suryo dan Yuda mengatur unit kecil mereka, yang terdiri dari para petarung yang paling terlatih. Mereka akan menyelinap keluar dari benteng untuk menyerang jalur suplai musuh. Dengan cara ini, mereka berharap dapat melemahkan logistik musuh dan memaksa mereka untuk mundur.

Saat matahari mulai naik, suara genderang perang dari arah timur mulai terdengar. Pasukan penjajah bergerak dengan cepat, membawa serta meriam dan senjata berat lainnya. Namun, mereka tidak menyadari bahwa desa-desa di sekitar benteng telah dipersiapkan untuk pertempuran ini. Para pejuang yang tersembunyi di balik pepohonan siap melancarkan serangan kilat.

Ketika pasukan penjajah berada dalam jarak tembak, Raden memberikan isyarat kepada para pemanah. Anak panah yang telah dibasahi minyak dinyalakan dan dilepaskan ke arah musuh. Langit seketika dipenuhi dengan nyala api yang melesat cepat menuju targetnya. Panik melanda barisan musuh saat mereka mencoba bertahan dari hujan panah yang membakar.

Namun, penjajah tidak mudah mundur. Mereka mengarahkan meriam mereka ke arah benteng dan melepaskan tembakan yang mengguncang tanah. Dinding-dinding benteng mulai bergetar dan beberapa bagian mulai retak. Namun, para pejuang tidak gentar. Mereka tetap berada di posisinya, siap menghadapi serangan berikutnya.

Di bagian lain medan pertempuran, Suryo dan Yuda berhasil menyusup ke barisan belakang musuh dan mengacaukan jalur suplai mereka. Mereka menebar api di tenda-tenda suplai dan merusak kereta-kereta yang membawa amunisi. Para penjajah yang kebingungan mencoba mencari sumber serangan, tetapi ketangkasan Suryo dan Yuda membuat mereka sulit untuk dilacak.

Raden melihat bahwa ini adalah saat yang tepat untuk melancarkan serangan balik. Ia memerintahkan para pejuang untuk keluar dari benteng dan menyerang musuh dari berbagai arah. Dengan teriakan perang yang membahana, para pejuang berlari menuju musuh, menebaskan pedang mereka dengan penuh semangat.

Pertempuran berlangsung sengit. Di tengah kekacauan, Raden menemukan dirinya berhadapan dengan seorang perwira tinggi penjajah. Mereka bertarung satu lawan satu, saling serang dengan kekuatan penuh. Meskipun perwira tersebut lebih besar dan bersenjata lengkap, Raden mengandalkan kecepatan dan ketepatannya. Dengan satu gerakan cepat, Raden berhasil melumpuhkan perwira itu dan membuatnya jatuh ke tanah.

Di sisi lain medan pertempuran, Bu Sri memimpin unit pertahanan di bagian belakang benteng. Meskipun tidak berada di garis depan, perannya sangat penting. Ia memastikan bahwa setiap pejuang yang terluka segera ditangani dan suplai senjata serta makanan tetap tersedia. Keahlian logistiknya menjaga ritme pertempuran tetap stabil.

Namun, musuh tidak menyerah begitu saja. Mereka mulai mengerahkan lebih banyak pasukan dari arah barat, mencoba mengitari benteng dan menyerang dari sisi yang lebih lemah. Pak Arif, yang memimpin unit pertahanan di sisi tersebut, segera menyusun ulang pasukannya. Mereka menahan serangan dengan gigih, meskipun jumlah mereka lebih sedikit. Pak Arif mengarahkan pejuang-pejuangnya dengan tenang, memastikan bahwa setiap serangan musuh dapat dibalas dengan efektif.

Pertempuran terus berlangsung hingga matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Kedua belah pihak mengalami kerugian besar, tetapi semangat pejuang desa tetap tak tergoyahkan. Ketika malam tiba, penjajah mulai kelelahan dan kehilangan arah. Serangan yang terus-menerus dari pejuang desa membuat mereka kewalahan.

Akhirnya, ketika malam semakin larut, penjajah mulai mundur. Mereka menarik diri ke hutan, meninggalkan peralatan perang mereka yang rusak dan korban yang berjatuhan. Raden dan para pejuang desa tidak mengejar mereka. Sebaliknya, mereka memilih untuk memperkuat kembali benteng dan memastikan bahwa tidak ada lagi serangan susulan.

Malam itu, benteng dipenuhi dengan rasa lega dan kemenangan. Para pejuang yang selamat saling memberi selamat, tetapi mereka juga menyadari betapa beratnya pertempuran yang baru saja mereka lalui. Raden, yang berdiri di atas dinding benteng, memandang ke arah hutan di mana musuh telah menghilang. Ia tahu bahwa ini bukanlah akhir dari perjuangan mereka, tetapi sebuah awal baru.

"Ini baru permulaan," kata Raden kepada Suryo dan Yuda yang berdiri di sampingnya. "Mereka akan kembali, mungkin dengan kekuatan yang lebih besar. Tapi kita akan siap. Kita akan terus berjuang sampai kebebasan benar-benar menjadi milik kita."

Dengan semangat baru dan persiapan yang lebih matang, Raden dan para pejuang desa tahu bahwa mereka telah mengirimkan pesan yang jelas kepada penjajah: mereka tidak akan menyerah, dan mereka akan terus melawan sampai tanah mereka bebas dari penindasan. Benteng yang mereka pertahankan bukan hanya simbol perlawanan, tetapi juga harapan bagi generasi mendatang untuk hidup dalam damai dan kebebasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun