Dengan informasi ini, Raden segera menyusun rencana pertahanan yang lebih rinci. Ia membagi pasukan menjadi beberapa kelompok kecil yang akan bertugas mempertahankan titik-titik strategis di benteng. Raden juga memutuskan untuk membentuk tim serangan gerilya yang akan mengganggu pergerakan musuh dan menghancurkan persediaan mereka sebelum serangan besar-besaran dimulai.
Para penduduk desa juga bekerja keras memperkuat benteng. Parit-parit dalam digali di sekitar perimeter, dan barikade kayu yang diperkuat dengan batu dibangun di sepanjang dinding benteng. Di sisi lain, persediaan logistik seperti makanan dan air diperbanyak, dan tempat penampungan sementara dibangun di dalam benteng untuk melindungi penduduk jika terjadi pengepungan.
Sementara itu, pelatihan para pejuang juga berlangsung dengan intens. Raden, Suryo, dan Yuda memimpin latihan ini dengan penuh semangat, memastikan bahwa setiap pejuang menguasai taktik yang diperlukan. Mereka berlatih siang dan malam, mempersiapkan diri untuk pertempuran besar yang akan datang.
Selama masa persiapan ini, semangat solidaritas di antara desa-desa yang beraliansi semakin kuat. Mereka saling membantu dan mendukung, menyadari bahwa masa depan mereka tergantung pada keberhasilan pertahanan benteng ini. Raden, yang selama ini menjadi pemimpin yang dihormati, merasa semakin yakin bahwa dengan kerjasama dan tekad yang kuat, mereka bisa menghadapi apa pun yang datang.
Namun, Raden juga tidak menutup mata terhadap risiko yang ada. Dia menyadari bahwa semakin lama mereka bertahan, semakin besar kemungkinan musuh akan menggunakan taktik yang lebih brutal. Penjajah bisa saja memutus jalur suplai mereka, atau bahkan menggunakan kekuatan militer yang lebih besar untuk menghancurkan benteng. Oleh karena itu, Raden juga memikirkan rencana darurat, termasuk kemungkinan evakuasi dan perlindungan bagi penduduk yang tidak terlibat langsung dalam pertempuran.
Di tengah segala persiapan ini, Raden dan para pemimpin desa juga berusaha menjaga semangat dan motivasi para pejuang dan penduduk. Mereka mengadakan upacara adat, mengingatkan semua orang tentang pentingnya mempertahankan tanah air dan kebebasan mereka. Mereka juga mendorong penduduk untuk tetap bersatu dan menjaga semangat gotong royong.
Ketika semua persiapan sudah hampir selesai, Raden memimpin pertemuan terakhir sebelum serangan musuh yang diprediksi datang. Dia menatap para pemimpin desa dan pejuang dengan penuh keyakinan.
"Kita telah melakukan semua yang kita bisa untuk mempersiapkan diri," kata Raden. "Sekarang, kita harus siap menghadapi apa pun yang datang. Ingatlah, kita tidak hanya berjuang untuk diri kita sendiri, tapi untuk masa depan anak-anak kita, untuk kebebasan kita. Bersiaplah, dan jangan pernah menyerah."
Dengan semangat yang berkobar, mereka semua bersiap untuk menghadapi pertempuran besar yang akan menentukan nasib mereka. Benteng yang kokoh, persiapan yang matang, dan aliansi yang kuat memberi mereka harapan bahwa mereka bisa bertahan dan mengalahkan penjajah yang telah merongrong kehidupan mereka. Dan dengan setiap langkah yang mereka ambil, Raden dan para pejuang desa bertekad untuk melindungi tanah mereka, apapun yang terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H