Mohon tunggu...
Dibbsastra
Dibbsastra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Minat saya adalah sebagai penulis cerpen, puisi, quotes, artikel, novel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah di Bawah Bayang-Bayang Penjajah - Part 5

11 September 2024   01:40 Diperbarui: 11 September 2024   02:03 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah pertempuran, Raden menemukan dirinya terpojok di sebuah gang sempit oleh sekelompok tentara penjajah. Mereka mengelilinginya, mengancam dengan senjata terhunus. Raden, meskipun lelah dan terluka, tidak menunjukkan rasa takut. Dia tahu bahwa hidupnya mungkin berakhir di sini, tapi dia akan berjuang sampai napas terakhir.

Saat para tentara mulai mendekat, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari belakang mereka. Suryo dan Yuda, yang seharusnya sudah berada di hutan, datang kembali dengan sekelompok penduduk desa yang memegang alat-alat sederhana sebagai senjata. Dengan serangan mendadak ini, para tentara penjajah kehilangan fokus dan Raden memanfaatkan momen itu untuk menyerang balik.

Pertempuran berlangsung sengit di gang sempit itu. Raden, bersama Suryo, Yuda, dan penduduk desa lainnya, berjuang dengan sekuat tenaga. Mereka berhasil melumpuhkan beberapa tentara penjajah, tetapi jumlah mereka masih jauh lebih sedikit dibandingkan musuh. Raden tahu bahwa mereka tidak bisa bertahan lama.

Saat situasi semakin putus asa, terdengar suara terompet dari kejauhan. Para penjajah tiba-tiba mundur dengan cepat, meninggalkan desa yang kini hancur lebur. Raden dan yang lainnya terdiam, tidak percaya bahwa mereka masih hidup. Ternyata, bala bantuan dari kota yang dikirim oleh penjajah datang, dan mereka memutuskan untuk mundur sebelum bala bantuan itu tiba di desa.

Desa yang sebelumnya damai kini menjadi puing-puing. Rumah-rumah hancur, dan banyak penduduk yang tewas atau terluka parah. Raden berdiri di tengah desa, memandang kehancuran di sekelilingnya dengan perasaan bersalah yang mendalam. Meskipun mereka berhasil menyelamatkan beberapa nyawa, banyak orang yang tidak selamat dari serangan brutal ini.

Dengan hati yang hancur, Raden berjalan menuju rumah keluarganya yang kini hanya tersisa puing-puing yang terbakar. Dia berlutut di tanah, merasakan panas dari sisa-sisa api yang masih menyala. Air matanya mengalir deras, tapi dia berusaha menahannya. Dia tahu bahwa ini bukan akhir dari perjuangan mereka.

Setelah kejadian ini, penduduk desa yang selamat berkumpul di hutan untuk mendiskusikan langkah selanjutnya. Mereka menyadari bahwa desa mereka tidak lagi aman, dan mereka harus menemukan tempat yang lebih aman untuk tinggal sementara waktu. Raden, meskipun terluka dan penuh rasa bersalah, menawarkan dirinya untuk memimpin mereka mencari tempat perlindungan baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun