Mohon tunggu...
Dibbsastra
Dibbsastra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Minat saya adalah sebagai penulis cerpen, puisi, quotes, artikel, novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Putri Alena dan Kerajaan Cahaya - Part 8

6 September 2024   08:55 Diperbarui: 6 September 2024   08:59 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertarungan Cahaya dan Kegelapan

Udara di puncak Gunung Kuno terasa semakin berat. Setiap helaan napas yang Alena hirup seakan dipenuhi dengan rasa tegang yang menusuk. Cahaya yang terpancar dari tubuhnya kini mengisi seluruh ruang di sekitarnya, memaksa kegelapan untuk mundur perlahan. Morgath, sosok yang selama ini mendominasi dengan kekuatan jahatnya, mulai merasakan perubahan yang tidak bisa ia kendalikan. Sorot matanya yang merah menyala semakin liar, penuh kebencian, namun juga disertai ketakutan yang perlahan merayapi dirinya.

"Kau pikir, hanya dengan sedikit cahaya, kau bisa mengalahkan aku?" Morgath mendesis, suaranya dipenuhi cemoohan yang berusaha menyembunyikan rasa takutnya. Ia melangkah maju, meski tubuhnya mulai bergetar di bawah tekanan kekuatan Alena.

Morgath mengangkat tangannya, menciptakan pusaran bayangan yang menjalar dari tanah, bergerak cepat seperti ular-ular kegelapan yang siap menelan apa pun yang ada di hadapannya. Tanah bergetar, udara penuh dengan energi gelap yang berusaha mendominasi puncak gunung. Cedric, yang masih terhuyung di belakang Alena, merasakan dampak dari kekuatan itu, namun ia terlalu terluka untuk bertindak.

"Alena!" teriak Cedric. "Hati-hati!"

Namun Alena tidak gentar. Ia tahu ini adalah momen di mana segala sesuatu akan ditentukan. Di tangannya, kristal Kunci Takdir bersinar semakin terang, tetapi ia menyadari bahwa kekuatan sesungguhnya tidak hanya berasal dari artefak itu. Sumber cahaya terbesar ada di dalam dirinya, dalam keyakinannya bahwa ia mampu mengalahkan kegelapan.

"Kegelapanmu tidak akan menang di sini, Morgath!" serunya, suaranya menggema di seluruh puncak gunung. Dengan setiap langkah yang diambilnya, lebih banyak cahaya keluar dari tubuhnya. Cahaya itu tidak hanya memancar, tetapi juga membawa ketenangan yang mengimbangi kengerian kegelapan.

Morgath, semakin frustrasi dengan kekuatannya yang perlahan memudar, meluncurkan serangan terakhirnya. Dari kedua tangannya, muncul bayangan-bayangan besar yang menyerang dari segala arah, mencoba menenggelamkan Alena dalam kegelapan abadi. Serangan itu seperti gelombang hitam yang mematikan, mengancam untuk menghancurkan segalanya.

Namun, di tengah ancaman tersebut, Alena tetap teguh. Cahaya dari dalam dirinya berkumpul, berputar di sekeliling tubuhnya dan kristal Kunci Takdir. Dalam satu gerakan cepat, Alena mengangkat tangannya tinggi-tinggi, dan bola cahaya yang semula kecil semakin membesar, hingga menyilaukan seluruh tempat itu.

"Kau tidak akan menang, Morgath!" teriak Alena dengan penuh keyakinan.

Cahaya dari tubuhnya meledak, menciptakan ledakan yang begitu kuat hingga bayangan-bayangan Morgath langsung terbakar. Cahaya itu terlalu kuat, terlalu murni, sehingga kegelapan yang Morgath ciptakan tidak bisa bertahan. Ia berteriak, suaranya memekakkan telinga, namun tidak ada yang bisa dilakukannya untuk menghentikan cahaya itu. Tubuhnya mulai terurai, bayangannya semakin menipis, terserap oleh cahaya yang menguasai puncak gunung.

"Tidak! Ini tidak mungkin!" raung Morgath, namun suaranya semakin melemah. "Aku adalah Penguasa Kegelapan! Aku tidak bisa kalah!" Teriakan terakhirnya menggema di udara saat tubuhnya benar-benar lenyap, meninggalkan keheningan yang mendalam di puncak gunung.

Dalam hitungan detik, kegelapan yang selama ini menyelimuti Gunung Kuno hilang sepenuhnya, tersapu oleh cahaya yang kini menguasai tempat itu. Tanah yang tadinya bergetar mulai tenang, dan langit di atas mereka kembali cerah. Angin yang tadinya berhembus keras kini berubah menjadi lembut, seolah menyambut kemenangan cahaya atas kegelapan.

Cedric, yang terluka parah akibat serangan sebelumnya, menatap pemandangan di depannya dengan takjub. Ia tak bisa berkata-kata, menyaksikan bagaimana Alena, dengan kekuatannya sendiri, berhasil mengalahkan Morgath, sesuatu yang ia sendiri tak pernah bayangkan bisa terjadi.

"Kau melakukannya, Putri..." gumam Cedric, suaranya parau dan lemah.

Alena menoleh ke arahnya dan tersenyum lelah. Meski tubuhnya terasa seperti habis dikuras, ia merasakan kedamaian di dalam hatinya. Cahaya Kehidupan masih berkilauan di altar, menunggu untuk diambil. Tapi Alena tahu, tugasnya belum selesai. "Ini belum berakhir, Cedric," jawabnya lembut, namun penuh tekad. "Kita masih harus mengembalikan Cahaya Kehidupan ke kerajaan. Tanpa itu, kemenangan ini belum lengkap."

Cedric mencoba berdiri meski kesakitan, namun ia tetap memaksakan diri untuk bangkit. "Aku akan tetap di sisimu, Putri. Sejauh apa pun perjalanan kita, aku akan mendampingimu sampai akhir."

Alena menghampirinya, membantu Cedric berdiri. Ia menatap altar yang bersinar dengan keyakinan baru. "Morgath mungkin telah kalah, tetapi kegelapan belum sepenuhnya lenyap. Kita harus memastikan Cahaya Kehidupan kembali ke tempatnya, di mana ia bisa melindungi dunia ini dari ancaman seperti Morgath."

Dengan hati-hati, Alena mendekati altar, tempat Cahaya Kehidupan berkilauan di tengah pilar-pilar batu. Setiap langkah terasa seperti sebuah penegasan, bahwa inilah saatnya takdirnya benar-benar terwujud. Cahaya Kehidupan berdenyut perlahan, seolah merespons kehadiran Alena. Ketika ia mencapai altar, ia mengulurkan tangannya, merasakan kehangatan dari artefak itu menyebar ke seluruh tubuhnya.

"Dengan ini," bisiknya, "kedamaian akan kembali."

Saat Alena mengangkat Cahaya Kehidupan, sebuah sinar terang yang murni memancar dari artefak itu, menyelimuti seluruh puncak gunung dalam cahaya yang menyilaukan. Ini adalah cahaya harapan, cahaya kehidupan yang telah mereka perjuangkan sejak awal.

Mereka berdua berdiri di sana, dikelilingi oleh keindahan alam yang baru saja terbebas dari kegelapan. Gunung Kuno, yang tadinya penuh dengan aura menyeramkan, kini dipenuhi dengan kedamaian dan ketenangan. Cahaya itu tidak hanya mengalahkan kegelapan, tetapi juga membawa harapan baru bagi seluruh dunia.

Dan dengan Cahaya Kehidupan di tangan mereka, Alena dan Cedric tahu bahwa perjalanan mereka belum sepenuhnya selesai. Masih ada tugas besar di depan, tetapi untuk pertama kalinya, mereka merasakan bahwa kemenangan sejati sudah di depan mata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun