Ujian Pertama
Saat matahari semakin tinggi, kabut di Hutan Takdir semakin pekat, seolah-olah mereka memasuki dunia yang terpisah dari kenyataan. Alena dan Cedric melanjutkan perjalanan mereka dengan hati-hati, mengikuti jalan setapak yang mulai menghilang di balik rerimbunan pepohonan yang menjulang tinggi. Hutan ini memiliki reputasi sebagai tempat penuh misteri dan bahaya. Pepohonan di sana tampak hidup, dengan akar-akar yang melingkar dan membentuk pola aneh di tanah, seakan mereka mencoba menjebak para pengelana yang tak waspada.
Setiap langkah terasa semakin berat, seolah-olah tanah di bawah kaki mereka menolak untuk dilalui. Suara-suara aneh berdesir di antara pepohonan, seperti bisikan yang tak bisa dipahami. Cedric, yang selalu waspada, menggenggam pedangnya erat-erat, sementara Alena terus merasakan kekuatan Cahaya di dalam dirinya berdenyut, seperti mencoba memberinya petunjuk akan bahaya yang mengintai.
Setelah beberapa jam berjalan, mereka tiba di sebuah bagian hutan yang tampak lebih gelap dari sebelumnya. Pohon-pohon di sekitarnya tampak menghitam, dan udara di sekitar mereka berubah dingin. Cedric berhenti, menatap sekeliling dengan alis berkerut.
"Ada sesuatu di sini," katanya pelan, suaranya rendah namun penuh kewaspadaan. "Kita harus berhati-hati."
Tiba-tiba, dari dalam kabut yang tebal, muncul sosok besar berwarna hitam, tubuhnya lebih besar dari manusia biasa, dengan mata merah menyala yang bersinar di balik bayangan. Makhluk itu adalah "Penjaga Bayangan", salah satu pelayan Morgath yang paling kuat dan berbahaya. Suaranya menggetarkan bumi saat ia berbicara, seolah datang dari kedalaman dunia kegelapan.
"Tidak ada yang bisa lewat tanpa izin dari Morgath," ucap "Penjaga Bayangan" dengan suara dalam yang menggema, membuat daun-daun di sekeliling mereka bergetar.
Cedric langsung menghunus pedangnya, siap bertarung. Namun, Alena tahu bahwa ini bukan hanya sekadar pertarungan fisik. Ia bisa merasakan bahwa ini adalah ujian bagi kekuatannya. Cedric mungkin bisa melawan secara fisik, tetapi kegelapan ini hanya bisa diatasi oleh kekuatan Cahaya yang ada di dalam dirinya.
Tanpa ragu, Alena melangkah maju, meninggalkan Cedric yang sempat ragu melihat keberanian sang putri. Ia mengangkat tangannya perlahan, dan dari telapak tangannya, muncul cahaya lembut yang awalnya hanya redup. Namun, semakin lama, cahaya itu semakin terang, memancar seperti matahari kecil yang muncul di tengah malam yang pekat. Cahaya tersebut mengusir kabut yang menyelimuti mereka, membuka jalan di antara bayangan-bayangan yang tampak mencoba menghalangi mereka.
Penjaga Bayangan mundur beberapa langkah, matanya yang merah menyala tampak penuh ketakutan akan kekuatan yang dipancarkan oleh Alena. Tubuh besar dan hitamnya bergetar, dan suaranya yang sebelumnya menggetarkan bumi kini terdengar melemah, seakan kegelapan dalam dirinya perlahan-lahan terkikis oleh Cahaya.
"Cahaya tidak akan pernah tunduk pada kegelapan," kata Alena dengan tegas, suaranya tenang namun penuh wibawa. Cahaya yang dipancarkan dari tubuhnya semakin terang, hingga akhirnya menyelimuti seluruh tubuh Penjaga Bayangan.
Makhluk itu berteriak dengan suara yang menyayat hati, kemudian lenyap, menghilang di balik kilatan cahaya yang begitu menyilaukan. Sesaat kemudian, hanya keheningan yang tersisa, dan kabut yang sebelumnya begitu tebal perlahan-lahan terangkat, membuka jalan di depan mereka.
Cedric yang menyaksikan kejadian tersebut dari dekat, menatap Alena dengan kekaguman yang tak bisa disembunyikan. Ia tahu bahwa Alena memiliki kekuatan, tetapi melihat kekuatan itu langsung berhadapan dengan kegelapan membuatnya semakin yakin bahwa putri ini bukan sekadar pewaris kerajaan. Alena adalah harapan terakhir mereka.
"Kau luar biasa, Putri," kata Cedric sambil memasukkan kembali pedangnya ke sarung. "Jika kekuatan Cahaya dalam dirimu terus tumbuh seperti ini, aku yakin Morgath tidak akan bisa menyentuh kita."
Alena tersenyum kecil, meski di dalam hatinya ia merasa berat. Kemenangan ini hanyalah awal dari ujian yang akan ia hadapi. Ia bisa merasakan bahwa Morgath semakin menyadari kehadirannya, dan itu hanya berarti satu hal---bahaya yang lebih besar akan segera mendekat.
"Kita harus terus maju," jawab Alena. "Penjaga Bayangan hanyalah ujian pertama. Morgath pasti telah menyiapkan rintangan yang lebih berat di depan."
Cedric mengangguk setuju. Mereka melanjutkan perjalanan, menyusuri jalan yang kini lebih terbuka dan terang setelah kabut terangkat. Namun, setiap langkah yang mereka ambil terasa semakin berat. Alena bisa merasakan kekuatan yang menariknya semakin dekat ke Gunung Kuno, tetapi ia juga tahu bahwa jalan yang tersisa akan penuh dengan bahaya yang belum pernah mereka bayangkan sebelumnya.
Saat malam mulai mendekat, mereka menemukan sebuah sumber air jernih di tengah hutan. Cedric, yang sudah lelah setelah seharian berjalan, memutuskan untuk berhenti dan beristirahat. Mereka membuat perkemahan kecil di tepi sungai, sementara Alena duduk termenung, menatap ke arah langit yang perlahan berubah menjadi gelap. Bintang-bintang mulai muncul satu per satu, memberikan cahaya lembut di antara pepohonan.
"Apa yang kau pikirkan, Putri?" tanya Cedric, yang duduk di dekat api unggun sambil memperhatikan Alena.
"Aku hanya merasa bahwa perjalananku ini tidak hanya tentang menyelamatkan kerajaan," jawab Alena pelan. "Ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang menghubungkan kekuatan Cahaya ini dengan diriku. Aku merasa bahwa Gunung Kuno akan memberikan jawaban yang lebih besar dari sekadar menemukan artefak."
Cedric mengangguk, meski tak sepenuhnya memahami perasaan Alena. Baginya, pertempuran adalah hal yang nyata, sesuatu yang bisa ia lihat dan hadapi secara langsung. Namun, Alena berbicara tentang sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang tak terlihat namun terasa begitu kuat.
"Kau benar," katanya akhirnya. "Kita akan menemukan jawabannya. Dan aku akan ada di sisimu, apa pun yang terjadi."
Malam itu, mereka tidur bergantian menjaga. Sementara Alena tertidur lelap, mimpinya dipenuhi bayangan masa depan yang penuh tantangan. Dalam tidurnya, ia melihat bayangan Morgath yang semakin besar dan mengerikan, namun di sekelilingnya, Cahaya yang ada di dalam dirinya semakin terang, siap melawan kegelapan.
Esok hari, perjalanan mereka akan membawa mereka lebih dekat ke Gunung Kuno, dan dengan itu, lebih dekat pula dengan takdir yang telah menanti Alena sejak lama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H