Mohon tunggu...
Diaz Restu Pramudya
Diaz Restu Pramudya Mohon Tunggu... Lainnya - Bismillah

Semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pemahaman Terkait Penentuan BUT di Indonesia dan Contoh Kasus Sengketanya

11 Oktober 2021   10:01 Diperbarui: 20 Oktober 2021   07:14 3244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemohon PK          : DJP, yang sebelumnya Terbanding

Termohon PK        : BHLN KOMATSU LOGISTICS Corp., yang sebelumnya Pemohon Banding. (merupakan Kantor Perwakilan dari KOMATSU LOGISTIC CORP yang berkedudukan di Jepang)

  • Kronologi:

Tingkat Banding

  • Argumen Pemohon Banding

Menurut Wajib Pajak bahwa kegiatan yang dilakukan di Indonesia hanya sebatas riset pemasaran, bukan promosi produk. Menurutnya Pemohon Banding merupakan Badan Hukum Luar Negeri bahwa berdasarkan Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Pemohon Banding mempunyai Nomor Kegiatan Usaha Pokok Nomor 74130 (Jasa Riset Pemasaran) dengan Status Perwakilan. Pihaknya hanya melakukan kegiatan yang bersifat penunjang dan persiapan, serta sementara. Selain itu, berdasarkan P3B Indonesia dan Jepang, kegiatan penunjang dan persiapan tidak tergolong sebagai BUT.

  • Argumen Terbanding

Menurut DJP sebagai otoritas pajak tidak setuju dengan pernyataan Wajib Pajak tersebut. Terbanding menilai bahwa Pemohon Banding mempunyai tempat usaha tetap berupa kantor yang beralamat di Jalan Raya Cakung Cilincing KM.4 Rorotan Jakarta Utara. Di samping itu, aktivitas yang dilakukan pemohon banding berupa promosi tidak dapat dikategorikan sebagai kegiatan penunjang dan persiapan saja karena menurut terbanding, pemohon banding menjalankan fungsi yang saharusnya dijalankan oleh kantor pusat bukan hanya sebatas penunjang dan persiapan dari perusahaan sehingga menurutnya terdapat suatu tempat kedudukan manajemen dan seharusnya termasuk sebagai BUT berupa KPDA dan mempunyai hak pemajakan yang dalam sengketa ini terutang atas PPh Pasal 15 Final.

  • Argumen Pengadilan (Banding)

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan bading yang diajukan wajib pajak. Dalam putusan banding, majelis tidak dapat menerima dalil dari DJP yang menyatakan wajib pajak melakukan kegiatan memperkenalkan, memajukan, dan memasarkan barang-barang dari kantor pusat. Setelah diperiksa dan diteliti, dalam laporan bulanan tidak ada kegiatan promosi yang dilakukan wajib pajak. Dalam persidangan telah terbukti bahwa usaha pemasaran produk kantor pusat di Jepang kepada konsumen akhir di Indonesia sudah dilakukan oleh perusahaan lainnya. Oleh sebab itu, tidak tepat apabila wajib pajak dikenakan PPh Pasal 15 Final.  Dengan demikian, wajib pajak tidak dapat dikategorikan sebagai BUT.

Tingkat PK

  • Argumen Pemohon PK

Menurut Pemohon PK bahwa Termohon PK memiliki kantor manajemen tetap di Indonesia. Selain itu, aktivitas Termohon PK adalah mempromosikan produk dari kantor pusat di Jepang dan telah dijalankan selama bertahun-tahun. Dengan begitu tidak dapat dikategorikan hanya sebatas penunjang dan persiapan, serta sementara saja. Dengan adanya status BUT sebagai KPDA, DJP berhak memungut pajak kepada Termohon PK atas omzet yang diperoleh kantor pusat dari kegiatan ekspornya ke Indonesia yang ditetapkan menjadi objek PPh Pasal 15 final untuk Termohon PK.

  • Argumen Termohon PK

Menurut Termohon PK bahwa ia hanya melakukan kegiatan yang bersifat penunjang dan persiapan saja. Merujuk pada P3B Indonesia dan Jepang, perusahaan yang melakukan kegiatan penunjang dan persiapan tidak tergolong sebagai BUT. Oleh sebab itu, atas kegiatan ekspornya yang dilakukan kantor pusat ke Indonesia tidak terutang PPh Pasal 15 final bagi Termohon PK.

  • Argumen Mahkamah Agung

Menurut Mahkamah Agung, Majelis Hakim Pengadilan Pajak sudah benar dalam menerapkan hukum. Pertimbangannya yaitu:

  1. Bahwa Judex Facti sudah benar dan tidak salah menerapkan hukum, karena koreksi Terbanding hanya berdasarkan data dari data PIB perusahaan Indonesia dan data di Portal Pertukaran Data DJP dan DJBC, dan tidak berdasarkan keadaan sebenarnya.
  2. Bahwa kegiatan Pemohon Banding terbukti hanya berupa riset pemasaran, bukan promosi produk, sehingga tidak tepat apabila Pemohon Banding dikategorikan sebagai KPDA yang menjadi objek PPh Pasal 15 Final.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, permohonan PK yang diajukan DJP tidak beralasan dan dinyatakan ditolak, sehingga DJP pun kalah dan harus membayar biaya perkara sebesar Rp2.500.000,00.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun